Rabu, 14 Agustus 2013

Kota dan Perkembangannya


A.      Pengertian Kota
Dalam pengertian geografis, kota itu adalah suatu tempat yang penduduknya rapat, rumah-rumahnya berkelompok kelompok, dan mata pencaharian penduduknya bukan pertanian. Sementara menurut Bintarto, 1987, kota dalam tinjauan geografi adalah suatu bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar, dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah di belakangnya.
Tinjauan di atas masih sangat kabur dalam arti akan sulit untuk menarik batas yang tegas untuk mendefinisi kota dan membedakannya dari wilayah desa apabila menginginkan tinjauan tersebut. Tinjauan di atas merupakan batasan kota dari segi sosial. Dalam perkembangannya, konsep-konsep kota paling tidak dapat dilihat dari 4 sudut pandang, yaitu segi fisik , administratif, sosial dan fungsional. Dengan banyaknya sudut pandang dalam membatasi kota, mengakibatkan pemahaman kota dapat berdimensi jamak dan selama ini tidak satupun batasan tolak ukur kota yang dapat berlaka secara umum.
Kota dalam tinjauan fisik atau morfologi menekankan pada bentuk-bentuk kenampakan fisikal dari lingkungan kota. Smailes (1955) dalam Yunus (1994) memperkenalkan 3 unsur morfologi kota yaitu penggunaan lahan, pola-pola jalan dan tipe atau karakteristik bangunan. Sementara itu Conzen (1962) dalam Yunus (1994) juga mengemukakan unsur -unsur yang serupa dengan dikernukakan Smailes, yaitu plan, architectural style and land use.
Berdasarkan pada berbagai macam unsur morfologi kota yang dikemukakan di atas, terlihat bahwa secara umum unsur-unsur morfologi kota berkisar antara karakteristik bangunan, pola jalan dan penggunaan lahan.Unsur-unsur ini yang paling sering digunakan untuk mengenali suatu daerah secara, morfologis, kota atau bukan.
Secara garis besar ada tiga macarn proses perluasan areal kekotaan (urbansprawl) menurut Hadi Sabari Yunus, yaitu:
1.    Perembetan konsentris
Tipe pertama ini dikemukakan oleh Haevey Clark dengan. Jenis perembetan ini berlangsung paling lambat karena perembetan berjalan perlahan-lahan terbatas pada semua bagian luar kenampakan fisik kota. Proses perembetan ini menghasilkan bentuk kota yang relatif kompak dan peran transportasi tidak begitu besar.
2.    Perembetan memanjang
Tipe ini dikenal dengan ribbon development linear yang menunjukkan, ketidak merataan perembetan areal perkotaan di semua bagian sisi luar dari kota utarna. Perernbetan paling cepal terlillat disepapJang jalur transportasi yang ada, khususnya yang bersifat menjari dari pusat kota.
3.    Perembetan yang meloncat
Tipe ini dikenal sebagai leaf ftog development dan dianggap paling merugikan. Hal ini karena perembetan ini tidak efisien dalam arti ekonorni, tidak mempunyai estetika dan tidak. menarik. Perkernbangan lahan terjadi berpencaran secara sporadis dan menyulitkan pernerintah kota untuk membangun prasarana fasilitas kebutuhan hidup penduduknya. Tipe ini sangat cepat menimbulkan darnpak negatif terhadap kegiatan pertanian, memunculkan kegiatan spekulasi lahan, dan menyulitkan upaya penataan ruang kota.

B.  Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Dalam Perkembangan Kota
Aspek perkernbangan dan pengernbangan wilayah tidak dapat lepas dari adanya ikatan-ikatan ruang perkernbangan wilayah secara geograris. Menurut Yunus (1981) proses perkembang,ini dalam arti luas tercermin. Chapin (dalam Soekonjono, 1998) mengemukakan ada 2 hal yang mempengaruhi tuntutan kebutuhan ruang yang selanjutnva menyebabkan perubahan penggunaan lahan yaitu:
1.      Adanya perkembangan penduduk dan perekonomian,
2.      Pengaruh sisterm aktivitas, sistem pengembangan, dan sistem lingkungan.

Variabel yang berpengaruh dalarn proses perkembangan kota menurut Raharjo (dalam Wdyaningsih, 2001), adalah:
a.    Penduduk, keadaan penduduk, proses penduduk, lingkungan sosial penduduk
b.    Lokasi yang strategis, sehingga aksesibilitasnya tinggi
c.    Fungsi kawasan perkotaan, merupakan fungsi dorminan yang mampu menimbulkan
d.   Kelengkapan fasilitas sosial ekonomi yang merupakan faktor utama timbulnya perkembangan dan pertumbuhan pusat kota
e.    Kelengkapan sarana dan prasarana transportasi untuk meningkatkan aksesibilitas penduduk ke segala arah
f.     Faktor kesesuaian lahan
g. Faktor kemajuan dan peningkatan bidang teknologi yang mempercepat proses pusat kota mendapatkan perubahan yang lebih maju.

C.  Struktur Tata Ruang Kota
Struktur tata ruang kota dapat membantu dalam memberi pernahaman tentang perkernbangan suatu kota. Ada 3 (tiga) teori struktur tata ruang kota yang berhubungan erat dengan perk embangain guna lahan kota dan perkembangan kota, yaitu (Chapin, 1979).
1.    Teori Konsentrik (concentriczone concept) yang dikemukakan EW.Burkss.
Dalam teori konsentrik ini, Burgess mengemukakan bahwa bentuk guna lahan kota membentuk suatu zona konsentris. Dia mengemukakan wilayah kota dibagi dalam 5 (lima) zona penggunaan lahan yaitu:
a.  Lingkaran dalam terletak pusat kota (central business distric atau CBD) yang terdiri bangunan-bangunan kantor, hotel, bank, bioskop, pasar dan pusat perbelanjaan.
b.    Lingkaran kedua terdapat jalur peralihari yang terdiri dari: rumah-rumah sewaan, kawasan industri, dan perumahan buruh.
c.    Lingkaran ketiga terdapat jalur wisma buruh, yaitu kawasan perumahan untuk tenaga kerja pabrik.
d. Lingkaran keempat terdapat kawasan perumahan yang luas untuk tenaga kerja kelas menengah.
e.   Lingkaran kelima merupakan zona penglaju yang merupakan tempat kelas menengah dan kaum berpenghasilan tinggi.

2.    Teori sektor (sector concept) yang dikemukakan oleh Hommer Hoyt.
Dalam teori ini Hoyt mengemukakan beberapa masukan tambahan dari bentuk guna lahan kota yang berupa suatu penjelasan dengan penggunaan lahan permukiman yang lebih memfokusan pada pusat kota dan sepanjang jalan transportasi. Dalam teorinya ini, Hoyt membagi wilayah kota dalam beberapa zona, yaitu:
a.       Lingkaran pusat, terdapat pusat kota atau CBD
b.      Sektor kedua terdapat kawasan perdagangan dan industry
c.       Sektor ketiga terdapat kawasan tempat tinggal kelas rendah
d.      Sektor keempat terdapat kawasan tempat tinggal kelas menengah
e.       Sektor kelima terdapat kawasan ternpat tinggal kelas atas.

3.    Teori banyak pusat (multiple-nuclei concept) yang dikernukakan oleh R.D.McKenzie. Menurut McKenzie teori banyak pusat ini didasarkan pada pengamatan lingkungan sekitar yang sering terdapat suatu kesamaan pusat dalam bentuk pola guna lahan kota daripada satu titik pusat yang dikemukakan pada teori sebelumnya. Dalarn teori ini pula McKenzie menerangkan bahwa kota meliputi pusat kota, kawasan kegiatan ekonomi, kawasan hunian dan pusat lainnya. Teori banyak pusat ini selanjutnya dikembangkan oleh Chancy Harris dan Edward Ullman yang kemudian membagi kawasan kota menjadi beberapa penggunaan lahan, yaitu:
a.       Pusat kota atau CBD
b.      Kawasan perdagangan dan industry
c.       Kawasan ternpat tinggal kelas rendah
d.      Kawasan ternpat tinggal kelas menengah
e.       Kawasan tempat tinggal kelas atas
f.       Pusat industri berat
g.      Pusat niaga/perbelanjaan lain di pinggiran
h.      Kawasan tempat tinggal sub-urban
i.        Kawasan industri suburban

Menurut Yunus, tipe-tipe struktur tata ruang kota diatas merupakan tipe struktur ruang yang berdasarkan pendekatan ekologikal. Pendekatan ekologikal memandang manusia sebagai makhluk hidup yang mempunyai hubungan interrelasi dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk penggunahn lahan yaitu merupakan proses bertempat tinggal, mengembangkan keturunan, dan tempat mencari makan (Yunus, 1999).
Struktur tata ruang kota juga dapat dijelaskan berdasarkan pendekatan morfologikal, Beberapa sumber mengernukakan bahwa tinjauan terhadap morfologi kota. ditekankan pada bentuk-bentuk- fisikal dari lingkungan kekotaan dan hal ini dapat diamati dari kenampakan kota secara fisikal yang antara lain tercermin pada sistern jalan-jalan yang ada, blok-blok bangunan baik daerah hunian ataupun bukan (perdagangan/ industri) dan juga bangunan bangunan individual (Herbert, 1973 dalam Yunus,1999 J07).
Ada tujuh pola struktur tata ruang kota. yang didasarkan pada pendekatan morfologikal ini (Hudson dalam Yunus, 2003) yaltu:
a.    Bentuk satelit dan pusat-pusat baru.
b.    Bentuk stelar atau radial
c.    Bentuk cincin
d.   Bentuk linier bermanik
e.    Bwentuk inti/kompak
f.     Bentuk memencar
g.    Bentuk kota bawah tanah

Apabila pola jalan sebagai indikator morfologi kota, maka ada tiga sistem pola jalan yang dikenal. (yunus, 2000: 142), yaitu:
a.    Sistern pola jalan tidak teratur
b.    Sistim pola jalan radial koilswitris
c.    Sistem pola jalan bersudut siku/grid

D.  KONSEP GUNA LAHAN
1.    Pengertian Guna Lahan
Lahan merupakan sumber daya alam yang sangat. penting bagi kehidupan manusia. Dikatakan sebagai sumber daya alam yang penting karena lahan tersebut merupakan tempat nianusia melakukan segala aktifitasnya. Pengertian lahan dapat ditinjau dari beberapa segi. Ditinjau dari segi fisik geografi, lahan adalah tempat dimana sebualh hunian mempunyai kualitas fisik yang penting dalam penggunaannya. Sementara ditinjau dari segi ekonomi lahan adalah suatu sumber daya alam yang mempunyai peranan penting dalam produksi (Lichrield dan Drabkin, 1980).
Beberapa sifat atau karakteristik lahan yang dikemukakan oleh Sujarto (1985) dan Drabkin (4980) adalah sebagai berikut:
a.  Secara fisik, lahan merupakan aset ekonomi yang tidak dipengaruhi oleh kemungkinan penurtman nilai dan harga, dan tidak terpengaruhi oleh waktu, Lahan juga merupakan aset yang terbatas dan tidak bertambah besar kecuali melalui reklamasi.
b.  Perbedaan antara lahan tidak terbangun dan lahan terbangun adalah lahan tidak terbangun tidak akan dipengarahi oleh kemungkinan penurunan nilai, sedangkan lahan terbangun nilainya cenderung turun karena penurunan nilai struktur bangunan yang ada di atasnya. Tetapi penurunan nilai struktur bangunan juga dapat meningkatkan nilai lahannya karena adanya harapan peningkatan fungsi penggunaan lahan tersebut selanjutnya.
c.  Lahan tidak dapat dipindahkan tetapi sebagai substitusinya intensitas penggunaan lahan dapat ditingkatkam. Sehingga faktor lokasi untuk setiap jenis penggunaan lahan tidak sama.
d. Lahan tidak hanya berfungsi untuk tujuan produksi tetapi juga sebagai investasi jangka panjang (long-ferm investment) atau tabungan. Keterbatasan lahan dan sifatnya yang secara fisik tidak terdepresiasi membuat lahan menguntungkan sebagai tabungan. Selain itu investasi lahan berbeda dengan investasi barang ekonomi yang lain, dimana biaya perawatannya (maintenance cost) hanya meliputi pajak dan interest charges. Biaya ini relatif jauh lebih kcill dibandingkan dengan keuntiungan yang akan diperoleh dari penjualan lahan tersebut.Penggunaan lahan adalah suatu proses yang berkelanjutan dalam pemanfaatan lahan bagi maksud-maksud pembangunan secara optimal dan efisien (Sugandhy, 1989) selain itu penggunaan lahan dapat diartikan pula suatu aktivitas manusia pada lahan yang langsung berhubungan dengan lokasi dan kondisi lahan (Soegino, 1987). Penggunaan lahan dapat diartikan juga sebagai wujud atau bentuk usaha kegiatan, pemanfaatan suatu bidang tanah pada suatu waktu (Jayadinata, 1992).

2.    Jenis Penggunaan lahan
Lahan kota terbagi menjadi lahan terbangun dan lahan tak terbangun. Lahan Terbangun terdiri dari dari perumahan, industri, perdagangan, jasa dan perkantoran. Sedangkan lahan tak terbangun terbagi menjadi lahan tak terbangun yang digunakan untuk aktivitas kota (kuburan, rekreasi, transportasi, ruang terbuka) dan lahan tak terbangun non aktivitas kota (pertanian, perkebunan, area perairan, produksi dan penambangan sumber daya alam). Untuk mengetahui penggunaan lahan di suatu, wilayah, maka perlu diketahui komponen komponen penggunaan lahannya. Berdasarkan jenis pengguna lahan dan aktivitas yang dilakukan di atas lahan tersebut, maka dapat diketahui komponen-komponen pembentuk guna lahan (Chapin dan Kaiser, 1979).
Menurut Maurice Yeates, komponen penggunaan lahan suatu wilayah terdiri atas (Yeates, 1980):
a.    Permukiman
b.    Industri
c.    Komersial
d.   Jalan
e.    Tanah publi
f.     Tanah kosong

Menurut Hartshorne, komponen penggunaan lahan dapat dibedakan menjadi (Hartshorne, 1980):
a.    Private Uses, penggunaan lahan untuk kelompok ini adalah penggunaan lahan permukiman, komersial, dan industri.
b.    Public Uses, penggunaan lahan untuk kelompok ini adalah penggunaan lahan rekreasi dan pendidikan.
c.    Jalan

Sedangkan menurut Lean dan Goodall , 1976), komponen penggunaan lahan dibedakan menjadi:
a.  Penggunaan lahan yang menguntungkan Penggunaan lahan yang menguntungkan tergantung pada penggunaan lahan yang tidak menguntungkan. Hal ini disebabkan guna lahan yang tidak menguntungkan tidak dapat bersaing secara bersamaan dengan lahan untuk ftmgsi yang menguntungkan. Komponen penggunaan lahan ini meliputi penggunaan lahan untuk pertokoan, perumahan, industri, kantor dan bisnis. Tetapi keberadaan. guna lahan ini tidak lepas dari kelengkapan penggunaan lahan lainnya yang cenderung tidak menguntungkan, yaitu penggunaan lahan untuk sekolah, rumah sakit, taman, tempat pembuangan sampah, dan sarana prasarana. Pengadaan sarana dan prasarana yang Iengkap merupakan suatu contoh bagaimana. guna lahan yang menguntungkan dari suatu lokasi dapat inempengaruhi guna lahan yang lain. Jika lahan digunakan untuk suatu tujuan dengan membangun kelengkapan untuk guna.lahan disekitarnya, maka hal ini dapat meningkatkan nilai keuntungan secara umum, dan meningkatkan nilai-lahan. Dengan demikian akan memungkinkan beberapa guna lahan bekerjasama meningkatkan keuntungannya dengan berlokasi dekat pada salah satu guna lahan.
b. Penggunaan lahan yang tidak menguntungkan Komponen penggunaan lahan ini meliputi penggunaan lahan untuk jalan, taman, pendidikan dan kantor pemerintahan.

Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa guna lahan yang menguntungkan mempunyai keterkaitan yang besar dengan guna lahan yang tidak menguntungkan. Guna lahan utama yang dapat dikaitkan dengan fungsi perumahan adalah guna lahan komersial, guna lahan industri, dan guna lahan publik maupun semi publik (Chajin dan Kaiser, 1979). Adapun penjelasan masing masing guna lahan tersebut adalah:
a.    Guna lahan komersial
Fungsi komersial dapat dikombinasikan dengan perumahan melalui percampuran secara vertikal. Guna lahan komersial yang harus dihindari dari perumahan adalah perdagangan grosir dan perusahaan besar.
b.    Guna lahan industri
Keberadaan industri tidak saja dapat inemberikan kesempatan kerja namun juga memberikan nilai tambah melalui landscape dan bangunan yang megah yang ditampilkannya. Jenis industri yang harus dihindari dari perumahan adalah industry pengolahan minyak, industri kimia, pabrik baja dan industri pengolahan hasil tambang.
c.    Guna lahan publik maupun semi public
Guna lahan ini meliputi guna lahan untuk pemadam kebakaran, tempat ibadah, sekolah, area rekreasi, kuburan, rumah sakit, terminal dan lain-lain.

3.    Perubahan Guna Lahan
Pengertian perubahan guna lahan secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian sumber daya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya. Namundalam kajian land economics, pengertiannya difokuskan pada proses dialih gunakannya lahan dari lahan pertanian atau perdesaan ke penggunaan non pertanian atau perkotaan. Perubahan guna lahan ini melibatkan baik reorganisasi struktur fisik kota secara internal maupun ekspansinya ke arah luar (Pierce, 1981). Perubahan guna lahan. ini dapat tejadi karena ada beberapa faktor yang menjadi penyebab. Ada empat proses utama yang menyebabkan terjadinya perubahan guna lahan yaitu (Bourne. 1982):
a.    Perluasan batas kota
b.    Peremajaan di pusat kota
c.    Perluasan jaringan infrastruktur
d.   Tumbuh dan hilangnya pernusatan aktivitas tertentu

Menurut Chapin, Kaiser, dan Godschalk perubaban guna lahan juga dapat terjadi karena pengaruh perencanaan guna lahan setempat yang merupakan rencana dan kebijakan guna lahan untuk masa mendatang, proyek pembangunan, program perbaikan pendapatan, dan partisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah dari pernerintah daerah. Perubahan guna lahan juga terjadi karena kegagalan mempertermukan aspek dan politis dalam suatu manajemen perubahan guna lahan.
Menurut Chapin, 1996, perubahan guna lahan adalah interaksi yang disebabkan oleh tiga komponen pembentuk guna lahan, yaitu sistem pembangunan, sistem aktivitas dan sistem lingkungan hidup. Didalam sistem aktivitas, konteks perekonomian aktivitas perkotaan dapat dikelompokkan menjadi kegiatan produksi dan konsumsi. Kegiatan produksi membutuhkan lahan untuk berlokasi dimana akan mendukung aktivitas produksi diatas. Sedangkan pada kegiatan konsurnsi membutuhkan lahan untuk berlokasi dalam rangka pemenuhan kepuasan.

E.  AKSESIBILITAS
Menurut Black (1981) aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan lokasi tata guna lahan berinteraksi satu dengan yang lain, dan mudah atau sulitnya lokasi tersebut dicapai melalui sistem jaringan transportasi. Pernyataan mudah atau sulit merupakan hal yang sangat subyektif dan kualitatif, mudah bagi seseorang belum tentu mudah bagi orang yang lain, begitu pula dengan pernyataan sulit, oleh karena itu diperlukan kinerja kualitatif yang dapat menyatakan aksesibilitas.
Menurut Black and Conroy (1977) aksesibilitas zona dipengaruhi oleh proporsi orang menggunakan moda tertentu. Ukuran fisik aksesibilitas menerangkan struktur perkotaan secara spesial tanpa melihat adanya perbedaan yng disebabkan oleh keragaman moda transprtasi yang tersedia, misalnya mobil dan angkutan umum. Mobil mempunyai aksesibilitas yang lebih baik dari angkutan umum atau berjalan kaki. Banyak orang didaerah pemukiman mempunyai akses yang baik dengan mobil atau sepeda motor dan banyak juga yang tergantung kepada angkutan umum dan jalan. Pengukuran sikap seseorang atas suatu obyek dipengaruhi oleh stimuli. Sebagai stimuli adalah peubah-peubah bebasnya (Sudibyo, 1993). Metode pengukuran sikap diukur dalam mempersepsi sesuatu obyek. Sikap adalah respon psikologis seseorang atas faktor yang berasal dari suatu obyek, respon tersebut menunjukkan kecenderungan mudah atau sulit. Dengan demikian maka pengukuran aksesibilitas transportasi dari seseorang merupakan pengukuran sikap orang tersebut terhadap kondisi aksesibilitas transportasinya.
Ukuran fisik aksesibilitas menerangkan struktur perkotaan secara spasial tanpa melihat adanya perbedaan yang disebabkan oleh keragaman moda transportasi yang tersedia misalnya dengan berjalan kaki, berkendaraan pribadi atau angkutan umum. Banyak orang di daerah pemukiman baik mempunyai akses yang baik dengan mobil atau sepeda motor atau kendaraan pribadi, tetapi banyak pula yang bergantung pada angkutan umum atau berjalan kaki. Jadi aksesibilitas zona asal dipengaruhi oleh proporsi orang yang menggunakan moda tertentu, dan harga ini dijumlahkan untuk semua moda transportasi yang ada untuk mendapatkan aksesibilitas zona (Tamin, 1997).
Menurut Black, 1978 jumlah atau jenis lalu lintas yang dihasilkan oleh setiap tata guna lahan merupakan hasil dari fungsi parameter sosial dan ekonomi. Jenis tata guna lahan yang berbeda (pemukiman, pendidikan, komersil) mempunyai ciri bangkitan lalulintas yang berbeda seperti jumlah lalulintas, jenis lalulintas (pejalan kaki, truk, mobil), lalulintas pad waktu tertentu (kantor menghasilkan arus lalulintas pada pagi hari, sedangkan pertokoan menghasilkan arus lalulintas sepanjang hari).
Menurut Wells, 1975 bangkitan pergerakan memperlihatkan bnyaknya lalulintas yang dibangkitkan oleh setiap tata guna lahan, sedangkan sebaran menunjukkan kemana dan darimana lalulintas tersebut. Tarikan pergerakan adalah jumlah pergerakan yang tertarik ke suatu tata guna lahan atau zona tarikan pergerakan (Tamin, 2000). Tarikan pergerakan dapat berupa tarikan lalu lintas yang mencakup lalu lintas yang menuju atau tiba ke suatu lokasi. Pergerakan lalu lintas merupakan fungsi tata guna lahan yang menghasilkan arus lalu lintas.
Menurut Tamin, 1997 pergerakan Lalu - lintas dalam suatu daerah kajian tertentu dipengaruhi oleh dua jenis zona yaitu Zona Eksternal dan Zona Internal. Zona Eksternal adalah Zona yang berada diluar daerah Kajian yang dianggap sedikit memberi pengaruh dalam pergerakan lalu - lintas dalam suatu daerah kajian tertentu. Zona internal adalah adalah zona yang berada di dalam daerah kajian yang dianggap berpengaruh besar terhadap pergeraakan arus lalu lintas dalam suatu daerah kajian tertentu. Adapun suatu daerah kajian transportasi dibatasi oleh daerah kajian disekelilinganay (Garis Kordon) dan semua informasi transportasi yang bergerak didalamnya harusa diketahui.
Di dalam batasanya, daerah kajian dibagi menjadi N sub daerah yang disebut zona yang masing-masing diwakili oleh pusat zona. Pusat Zona dianggap sebagai awal pergerakan lalulintas dari zona tersebut dan akhir pergerakan lalulintas yang menuju zona tersebut Menurut IHT and DTp 1987 dalam Tamin, 1997 kriteria utama yang perlu diperhatikan dalam pembentukan Zona Transportasi adalah:
a.  Ukuran zona harus konsisten dengan kepadatan jaringan yang akan dimodel. Biasanya ukuran zona semakin membesar jika semakin jauh dari pusat kota.
b.  Ukuran zona harus lebih besar dari yang seharusnya untuk memungkinkan arus lalu lintas dibebankan ke atas jaringan jalan dengan ketepatatan yang disyaratkan.
c.  Batas zona harus dibuat sedemikian rupa sehingga konsisten dengan jenis pola pengembangan untuk setiap zona, misalnya pemukiman, industri dan perkantoran.
d.  Batas zona harus sesuai dengan batas sensus, batas administrasi daerah dan batas zona yang digunakan oleh daerah kajian.
e.    Batas zona harus sesuai dengan batas daerah yang digunakan dalam pengumpulan data.

2 komentar: