Dalam merespons berbagai isu dan tantangan
pembangunan yang aktual dalam era otonomi daerah, maka keberadaan visi
penyelenggaraan penataan ruang yang tegas menjadi sangat penting. Dalam
RAKERNAS - BKTRN di Surabaya yang lalu, Menko Perekonomian selaku Ketua
BKTRN telah menjabarkan keywords yang menjadi jiwa daripada visi
tata ruang ke depan. Adapun keywords dimaksud adalah: “integrasi tata ruang darat, laut dan udara”, “pengelolaan
pusat pertumbuhan baru”, “pengembangan kawasan perbatasan”, “pengendalian dalam pengelolaan tata
ruang” dan “peningkatan
aspek pertahanan dan keamanan dalam penataan ruang (demi keutuhan
NKRI).”
Adalah menjadi tugas Ditjen Penataan Ruang -
Depkimpraswil untuk menjabarkan jiwa dari visi tata ruang ke depan
tersebut ke dalam bentuk kebijakan dan strategi penyelenggaraan penataan
ruang. Selain itu perumusan kebijakan dan strategi tersebut tidak dapat
pula dilepaskan dari 2 (dua) pokok kesepakatan yang dicapai dalam RAKERNAS
- BKTRN, yaitu : pengaturan penataan
ruang nasional dan penguatan peran daerah dalam penataan ruang.
Berpijak pada jiwa daripada visi tata ruang ke depan
dan kesepakatan RAKERNAS - BKTRN tersebut, maka telah dihasilkan rumusan
kebijakan dan strategi pokok penataan ruang tahun 2004 dan pasca 2004,
yakni :
1. Memfungsikan kembali (revitalisasi) penataan ruang yang
mampu menangani agenda-agenda aktual, terbuka, akuntabel dan mengaktifkan peran
masyarakat.
2.
Memantapkan RTRWN sebagai acuan pengembangan wilayah, yang ditempuh melalui :
a. Operasionalisasi RTRWN (melalui RTRW
Pulau, Propinsi, Kabupaten dan RTRW Kota) sebagai produk yang mengintegrasikan rencana pemanfaatan ruang
darat, laut dan pesisir, serta udara,
b.
Koordinasi lintas sektor dan lintas daerah,
dan
c. Pengembangan sistem penataan ruang.
Dalam kaitan ini RTRWN diharapkan dapat menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dari Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan menjadi landasan dalam
penyusunan program pembangunan lima tahunan (five-years development plan).
RTRWN juga digunakan sebagai acuan dalam
pengembangan sistem kota-kota yang
efisien, sesuai dengan fungsi-fungsi yang ditetapkan.
3.
Meningkatkan pembinaan pengelolaan KAPET (sebagai pusat pertumbuhan baru) dan
Kawasan Tertentu (sebagai kawasan yang memiliki nilai strategis nasional, seperti
kawasan perbatasan negara, kawasan kritis lingkungan, kawasan metropolitan,
dsb). Keduanya ditempuh melalui upaya fasilitasi yang konsisten dan sistematis.
4. Meningkatkan kapasitas penyelenggaraan penataan ruang di daerah dalam rangka
mempercepat pelaksanaan otonomi daerah. Adapun upaya yang ditempuh adalah
melalui :
a.
Penyelenggaraan Bintek Penyusunan dan
Evaluasi RTRW Propinsi, Kabupaten dan Kota,
b. Penciptaan iklim yang mendorong
tumbuhnya kemitraan dan peranserta masyarakat dalam penataan ruang,
c.
Peningkatan kepastian hukum dan
transparansi dalam penataan ruang, dan
d.
Penyusunan Norma, Standar, Pedoman, dan
Manual (NSPM).
5.
Terkait dengan kebijakan dan strategi
untuk meningkatkan kapasitas penyelenggaraan penataan ruang di daerah, maka
langkah strategis yang menjadi penting adalah :
a. Memperkuat peran Gubernur dalam penyelenggaraan penataan ruang, khususnya
untuk memfasilitasi kerjasama penataan ruang antardaerah otonom dan
mengendalikan pembangunan (pemanfaatan ruang) secara lebih efektif,
b. Memberdayakan Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah (TKPRD), baik pada tingkat
Propinsi, Kabupaten maupun Kota, dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi
koordinasi, inisasi, supervisi, dan mediasi (conflict resolution body).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar