Dalam rangka mewujudkan konsep pengembangan wilayah
yang didalamnya memuat tujuan
dan sasaran yang bersifat kewilayahan di Indonesia, maka ditempuh melalui upaya penataan ruang yang terdiri dari 3
(tiga) proses utama, yakni :
1. Proses perencanaan tata ruang wilayah, yang
menghasilkan rencana tata ruang wilayah (RTRW). Disamping sebagai “guidance of future actions” RTRW
pada dasarnya merupakan bentuk intervensi yang dilakukan agar interaksi manusia/makhluk
hidup dengan lingkungannya dapat berjalan serasi, selaras, seimbang untuk
tercapainya kesejahteraan manusia/makhluk hidup serta kelestarian lingkungan
dan keberlanjutan pembangunan (development sustainability).
2. Proses pemanfaatan ruang, yang merupakan wujud operasionalisasi rencana
tata ruang atau pelaksanaan pembangunan itu sendiri,
3. Proses pengendalian pemanfaatan ruang yang terdiri atas
mekanisme perizinan
dan penertiban
terhadap pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan RTRW dan tujuan
penataan ruang wilayahnya.
Dengan demikian, selain
merupakan proses untuk mewujudkan tujuan-tujuan pembangunan, penataan ruang
sekaligus juga merupakan produk yang memiliki landasan hukum (legal
instrument) untuk mewujudkan tujuan pengembangan wilayah.
Di Indonesia, penataan
ruang telah ditetapkan melalui UU No.24/1992 yang kemudian diikuti dengan
penetapan berbagai Peraturan Pemerintah (PP) untuk operasionalisasinya. Berdasarkan
UU No.24/1992, khususnya pasal 3, termuat tujuan penataan ruang, yakni terselenggaranya
pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan budidaya. Sedangkan sasaran
penataan ruang adalah :
a. Mewujudkan
kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur dan sejahtera,
b. Mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan
sumber daya alam dan buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia,
c.
Mewujudkan keseimbangan kepentingan
antara kesejahteraan dan keamanan,
d. Meningkatkan pemanfaatan sumber daya
alam dan sumber daya buatan secara berdayaguna, berhasil guna dan tepat guna
untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, serta
e. Mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan
mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan.
Sesuai dengan UU
24/1992 tentang penataan ruang, sistem perencanaan tata ruang wilayah diselenggarakan
secara berhirarkis
menurut kewenangan administratif, yakni dalam bentuk RTRW Nasional, RTRW
Propinsi dan RTRW Kabupaten/Kota serta rencana-rencana yang sifatnya lebih
rinci. RTRWN disusun dengan memperhatikan wilayah Nasional sebagai satu
kesatuan wilayah yang lebih lanjut dijabarkan kedalam strategi serta struktur
dan pola pemanfaatan ruang pada wilayah propinsi (RTRWP), termasuk di dalamnya
penetapan sejumlah kawasan tertentu dan kawasan andalan yang diprioritaskan
penanganannya.
Aspek teknis
perencanaan tata ruang wilayah dibedakan berdasarkan hirarki rencana. RTRWN
merupakan perencanaan makro strategis jangka panjang dengan horizon waktu hingga 25 -
50 tahun ke depan dengan menggunakan skala ketelitian 1 : 1,000,000. RTRW Propinsi
merupakan perencanaan makro strategis jangka menengah dengan horizon waktu 15 tahun
pada skala ketelitian 1 : 250,000. Sementara, RTRW Kabupaten dan Kota merupakan
perencanaan mikro
operasional jangka menengah (5 - 10 tahun) dengan skala ketelitian 1 :
20,000 hingga 100,000, yang kemudian diikuti dengan rencana-rencana rinci yang
bersifat mikro-operasional
jangka pendek dengan skala ketelitian dibawah 1 : 5,000.
Selain penyiapan
rencana untuk wilayah administratif, maka disusun pula rencana pengembangan (spatial development plan) untuk kawasan-kawasan fungsional yang memiliki
nilai strategis. Misalnya, untuk kawasan dengan nilai strategis ekonomi, maka disusun
rencana pengembangan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) dan kawasan
andalan. Sementara itu untuk kawasan dengan nilai strategis pertahanan keamanan
(security), disusun rencana pengembangan kawasan perbatasan negara, baik
di darat maupun di laut. Selain itu juga disusun rencana pengembangan kawasan
agropolitan (sentra-sentra produksi pertanian), dan sebagainya.
Dalam kaitannya dengan
pengembangan sistem permukiman, maka didalam RTRWN sendiri telah ditetapkan
fungsi kota-kota secara nasional berdasarkan kriteria tertentu (administratif,
ekonomi, dukungan prasarana, maupun kriteria strategis lainnya) yakni sebagai
Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dan Pusat Kegiatan
Lokal (PKL). Untuk mewujudkan fungsi-fungsi kota sebagaimana ditetapkan dalam
RTRWN secara bertahap dan sistematis, maka pada saat ini tengah disusun review Strategi
Nasional Pembangunan Perkotaan (SNPP). Dengan kata lain, SNPP dewasa ini merupakan bentuk penjabaran dari RTRWN.