Minggu, 20 Oktober 2013

Preferensi Permukiman



Preferensi adalah kecenderungan untuk memilih sesuatu yang lebih disukai daripada yang lain. Menurut Porteus, preferensi merupakan bagian dari komponen pembuatan keputusan dari seseorang individu. Secara lengkap komponen-komponen tersebut adalah persepsi, sikap, nilai dan kecenderungan. Komponen tersebut saling mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan.
Porteus mengemukakan bahwa studi perilaku individu dapat digunakan oleh ahli lingkungan dan para desainer untuk menilai keinginan pengguna (user) terhadap suatu objek yang akan direncanakan. Dengan melihat preferensi dapat memberikan masukan bagi bentuk partisipasi dalam proses perencanaan.
Preferensi seseorang dalam menentukan lokasi tempat tinggal dipengaruhi oleh keberadaan lingkungan pemukiman yang mempunyai karakteristik berbeda-beda. Sebuah tempat tinggal akan dipilih berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria tersebut disesuaikan dengan kondisi individu yang tinggal di tempat tersebut. Beberapa kriteria yang dijadikan pertimbangan untuk memilih tempat tinggal adalah harga tempat tinggal, fasilitas yang disediakan, aksesibilitas, dan kesesuaian tata ruangnya. Harga tempat tinggal tidak menjadi faktor utama. Hal ini dikarenakan harga juga ditentukan dengan fasilitas yang ada, aksesibilitas serta kesesuaian tata ruangnya. Semakin lengkap fasilitas yang ditawarkan, maka seseorang cenderung untuk memilihnya. Demikian juga jika aksesibilitas dan kesesuaian tata ruangnya tinggi maka seseorang cenderung untuk memilihnya.
Faktor lain yang turut menentukan seseorang untuk memilih tempat tinggal adalah faktor lingkungan. Faktor lingkungan tersebut adalah kebersihan dan kenyamanan tempat tinggal. Kebersihan ditunjukkan dengan tempat tinggal yang bersih dari polusi, baik udara maupun air. Tempat tinggal yang tidak bersih dari polusi akan rentan menimbulkan berbagai penyakit. Polusi udara dapat menimbulkan alergi, penyakit paru-paru, penyakit tenggorokan dan gangguan kesehatan lainnya. Sedangkan polusi air dapat mengakibatkan konsumsi air yang tidak sehat.
Kenyamanan ditunjukkan dengan tempat tinggal yang bebas dari berbagai kebisingan dan keramaian. Kenyamanan lingkungan akan sangat menentukan kenyamanan seseorang untuk tetap tinggal di tempat tersebut. Selain itu, kenyamanan tempat tinggal juga ditunjukkan dengan kondisi udara yang sehat. Sirkulasi udara yang ada berjalan dengan baik. Kenyamanan tersebut akan berdampak kepada kenyamanan seseorang di dalam aktivitasnya.
Kebutuhan tempat tinggal merupakan salah satu kebutuhan primer manusia selain sandang dan pangan. Sekalipun dalam pengertian yang paling sederhana dan dalam waktu yang terbatas, setiap manusia dengan tingkat peradaban apapun dan dimanapun membutuhkan tempat bermukim. Perencanaan perumahan dan pemukiman hingga sampai saat ini dikembangkan dengan suatu pendekatan kemudahan, artinya bahwa perencanaan permukiman selalu dilandasi kepada mudahnya jangkauan antara tempat tinggal dan berbagai unsur penunjang kehidupan baik yang menyangkut akan kebutuhan pelayanan, bersantai maupun ketempat bekerja didalam dan disekitar permukiman. Maka perencanaan permukiman selalu didasarkan kepada pendekatan kemudahan (accessibility), kemudian dilengkapi dengan faktor ketersediaan infrastruktur (availability) dan kenyamanan (aminity).
Berdasarkan pada konsep permukiman tersebut, maka ketersediaan infrastruktur dan fasilitas lingkungan permukiman secara kuantitas dan kualitas harus diimbangi dengan kemudahan pencapaian ke fasilitas tersebut. Karena hal tersebut merupakan faktor-faktor pendukung terciptanya kondisi perumahan dan permukiman yang mampu mengakomodasi preferensi penghuni.
Untuk menciptakan kondisi yang terpadu dalam pembangunan perumahan dan permukiman, maka salah satu aspek yang perlu dikaji adalah potensi yang diinginkan masyarakat dan kebutuhan untuk bermukim. Oleh karena itu peningkatan pengembangan pembangunan perumahan dan permukiman dengan berbagai aspek permasalahannya perlu diupayakan sehingga merupakan suatu kesatuan fungsional dalam wujud lingkungan fisik dan ketersediaan infrastruktur, untuk menjamin kelestarian lingkungan hidup, dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia dalam berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Ketersediaan lahan dari suatu permukiman sering sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan khususnya oleh konfigurasi terain. Ini nampak jelas pada suatu lahan permukiman kecil diwilayah pedesaan yang sering memperlihatkan bentuk dengan pola-pola yang mencerminkan faktor morfologi. Faktor tersebut juga berpengaruh terhadap konstruksi detail dalam permukiman dengan skala besar.
Lokasi permukiman tidak hanya tergantung pada lahannya sendiri tetapi juga pada situasi dari wilayah yang berhubungan dengan permukiman. Faktor lahan dan situasi ini akan berubah sesuai dengan waktu, maka situasi lingkungan dari perumahan dan permukiman yang ada sekarang harus cukup memadai atau sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan. Pada kasus-kasus masalah lingkungan seperti bencana alam yang terjadi akibat perluasan dari permukiman yang berkembang diluar batas yang aman dari pilihan yang terbaik, kemerosotan lahan permukiman dan sekitarnya akibat penebangan hutan dan lereng yang curam, akan terkait dengan lahan permukiman. Proses perkembangan perumahan dan permukiman sering dijadikan ukuran dari suatu kota, ditunjukkan dengan pertumbuhan dari populasi dan perkembangan aktivitas penduduknya. Petumbuhan dan perkembangan yang semakin pesat akan berdampak pada kehidupan lingkungan perkotaan, khususnya terhadap daya dukung lingkungan atau kemampuan lingkungan termasuk sumberdaya di dalamnya yang mampu mendukung kelangsungan hidup.
Untuk mengkaji perumahan dan permukiman dalam penelitian ini termasuk mengkaji rumah berserta ketersediaan infrastruktur yang menyertainya. Rumah memiliki fungsi sosial, menjadi sarana sebagai pemberi ketentraman hidup dan sebagai pusat kegiatan berbudaya manusia. Selain itu, rumah mempunyai fungsi ekonomi, memiliki rumah berarti memiliki investasi jangka panjang, serta fungsi politik, karena perumahan merupakan salah satu unsur pokok kesejahteraan masyarakat, sehingga seluruh masyarakat diharapkan dapat memenuhi kebutuhan perumahannya secara adil dan merata. Dalam rangka mengantisipasi permasalahan perumahan, pemerintah membuat berapa program penyediaan perumahan. Sejak Pelita I melalui Keppres No 18 Tahun 1969 Perumnas bersama REI dan Koperasi yang merupakan Badan Usaha / Lembaga penyangga di bidang penyediaan kebutuhan perumahan bagi masyarakat. Pemerintah juga membuat suatu kebijakan tentang pembangunan perumahan dan permukiman yang bertujuan untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan rakyat terutama golongan masyarakat berpenghasilan rendah, yang dilaksanakan dengan upaya menciptakan keadaan dimana setiap keluarga berhak menempati rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat teratur dan terarah, memenuhi persyaratan layak huni, sosial, kesehatan, keamanan, kenyamanan dan keindahan yang terbentuk dalam suatu lingkungan yang berfungsi sebagai penghidupan warganya.
Pembangunan perumahan, sebaiknya tidak dipandang dari fungsi ekonomi saja yang cenderung berorientasi pada keuntungan, tetapi harus juga dipandang dari fungsi sosialnya. Pembangunan perumahan harus mampu diarahkan pada suatu kondisi keseimbangan antara sisi ekonomi dan sisi fungsi sosial. Dengan demikian pembangunan perumahan harus diarahkan pada keseimbangan pengadaan perumahan bagi masyarakat menengah dan miskin.
Kebijakan tentang arahan keseimbangan pembangunan perumahan dari fungsi sosial dan ekonomi tersebut telah dituangkan oleh pemerintah dalam Surat Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 04/KPTS/BKP4N/1995 tentang Pedoman Pembangunan Perumahan dan Permukiman dengan lingkungan Hunian Yang Berimbang yang mensyaratkan bahwa para pengembang perumahan harus membangun perumahan dengan perbandingan jumlah rumah mewah, menengah dan sederhana adalah 1 : 3 : 6. Pembangunan rumah mewah, diperuntukan bagi masyarakat berpenghasilan tinggi, pembangunan rumah menengah diperuntukan bagi masyarakat berpenghasilan sedang/menengah yang mempunyai potensi tetapi tidak cukup mampu membangun rumah tanpa bantuan dan rangsangan dari pemerintah. Sedangkan perumahan sederhana diperuntukan bagi masyarkat berpenghasilan rendah. Masyarakat berpenghasilan rendah seperti ini dapat dikatakan tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan akan rumah tanpa pertisipasi pemerintah dalam pengadaan rumah.
Dengan arahan tersebut pemerintah mengharuskan para pengembang perumahan tidak boleh hanya mementingkan perolehan keuntungan melalui pembangunan rumah mewah saja, tetapi harus tetap mempertimbangkan fungsi sosial dengan membangun lebih banyak rumah sedang, dan sederhana. Kenyataan yang sering terjadi bahwa masih banyak yang tidak sesuai dengan kebijakan arahan keseimbangan pembangunan perumahan yang sesuai dengan keinginan masyarakat pada umumnya.
Kebutuhan perumahan yang semakin tinggi, pembangunan perumahan secara masal cenderung lebih memperkuat fungsi ekonomi dibandingkan dengan fungsi sosialnya mengakibatkan munculnya pendekatan produksi rumah massal yang cenderung bersifat marketing housing, menggantikan pendekatan pembangunan perumahan yang bersifat housing problem solution, yang menunjukkan semakin kuatnya persepsi perumahan sebagai suatu “komoditas ekonomi”.
Fasilitas perumahan atau hunian merupakan kebutuhan yang sangat mendasar bagi kesejahteraan fisik, psikologi, sosial dan ekonomi masyarakat, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Perumahan merupakan indikator dan kemampuan suatu pemerintahan dalam memenuhi salah satu kebutuhan pokok penduduknya. Kondisi fasilitas hunian atau perumahan yang tidak memadai atau tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok yang sangat diperlukan untuk menopang hidup, merupakan pertanda dan kekacauan ekonomi maupun politik. Demikian pula perumahan yang tidak mencukupi dan tidak memungkinkan jaminan keamanan, akan mengarah pada ketidakstabilan ekonomi dan politik, yang akan menghambat pembangunan ekonomi. Ketersediaan infrastruktur merupakan kebutuhan dasar prasarana dan sarana perumahan yang keberadaannya mutlak harus ada bagi kelangsungan kehidupan penghuninya.
Menurut Dirjen Cipta Karya Departemen PU, lingkungan perumahan adalah sekelompok rumah-rumah dengan fasilitas lingkungannya. Prasaran perumahan meliputi jalan, saluran air minum, saluran air hujan, jaringan listrik dan jaringan telepon.
A.  Jaringan Jalan
Dalam penelitian ini hanya membahas jaringan jalan sesuai dengan UU No. 13 tahun 1980, tentang jaringan jalan. Jalan adalah jalur yang direncanakan atau digunakan untuk lalu lintas kendaraan, orang dan hewan. Tidak termasuk dalam pengertian ini adalah jalan rel. Pada penjelasan UU No. 13 tahun 1980 pasal 3, prasarana jaringan jalan dibagi menjadi sistem primer dan sistem skunder. Sistem primer berkaitan erat dengan struktur pengembangan wilayah pada tingkat nasional, yang menurut peranannya terdiri dari jalan arteri, jalan kolektor dan jalan lokal. Sedangkan sistem sekunder berkaitan erat dengan struktur wilayah dari jalan arteri, jalan kolektor dan jalan lokal. Berdasarkan Pedoman Standar Pelayanan Minimal, prasarana lingkungan tentang jaringan jalan adalah:
1.  Jalan kota, panjang jalan 0,6 km/1.000 penduduk dengan kecepatan rata-rata 15 s/d 20 km/jam. dan dapat diakses kesemua bagian kota dengan mudah.
2.  Jalan lingkungan, panjang jalan 40-60 m/Ha dengan lebar 2-5 m dan dapat diakses kesemua bagian lingkungan dengan mudah.
3.  Jalan setapak, panjang jalan 50-100 m/Ha dengan lebar 0,8-2 m dan dapat diakses kesemua bagian lingkungan dengan mudah.

B.  Jaringan Air Bersih
Pembangunan prasarana air bersih bertujuan untuk menyediakan air bersih bagi warga masyarakat guna meningkatkan kesejahteraan dan untuk memenuhi kebutuhan yang mempunyai nilai strategis. Air bersih adalah air yang memenuhi persyaratan untuk keperluan rumah tangga.
Penyediaan prasarana air bersih mencakup sistem perpipaan dan non perpipaan. Sistem air bersih non perpipaan adalah sistem penyediaan air bersih yang tidak menggunakan instalasi pengolahan air, tetapi mendapatkan air langsung dari sumber air yang ada.
Sistem penyediaan air bersih perpipaan adalah sistem penyediaan dengan menggunakan instalasi penyediaan air sebelum didistribusikan kepada masyarakat. Dalam sistem perpipaan air dari sumber air baku (mata air, sumur dan sungai) yang kemudian dialirkan dengan pipa transmisi menuju bak penampungan selanjutnya diproses supaya bersih dengan kaporit. Setelah proses pembersihan selesai selanjutnya dengan menggunakan pompa didistribusikan ke rumah-rumah.

C.  Jaringan Drainase
Jaringan drainase perkotaan merupakan tempat pembuangan kelebihan air pada suatu kota dengan cara mengalirkannya melalui permukaan tanah (surface drainage) atau lewat di bawah permukaan tanah (sub surface drainage), untuk dibuang ke sungai, laut atau danau. Kelebihan air tersebut dapat berupa air hujan, air limbah domestik dan industri. Karena itu drainase perkotaan terpadu dengan sanitasi, sampah, pengendalian banjir kota dan lain-lain. Secara umum sumber-sumber air buangan kota dibagi dalam kelompok-kelompok (disesuaikan dengan perencanaan air minum yang ada), diantaranya dari rumah tangga, perdagangan, industri sedang dan ringan, pendidikan, kesehatan, tempat peribadatan, sarana rekreasi.

D. Jaringan Listrik
Jaringan listrik merupakan suatu kesatuan sistem jaringan yang terdiri dari sumber pembangkit listrik, gardu induk, gardu hubung, gardu pembagi atau distribusi, jaringan kabel tegangan tinggi, jaringan kabel tegangan menengah dan jaringan kabel tegangan rendah. Jaringan listrik di Indonesia pengadaan dan pengelolaannya di lakukaan oleh Perusahaaan Listrik Negara (PLN) dengan mutu listrik yang baik, antara lain tegangan listrik, dan kesinambungan pasokannya (disebut SAIDI dan SAIFI).
Guna mengukur tingkat pelayanan pasokan listrik ke konsumen yaitu lama gangguan per pelanggan (SAIDI) dan jumlah gangguan per pelanggan (SAIFI). SAIDI (system average interruption duration index) lebih melihat kualitas pelayanan secara sistem, sedangkan SAIFI (system average interruption frequency index) sebagai gabaran tingkat jumlah gangguan atau keandalan sistem.

E.   Jaringan Telepon
Secara umum skema jaringan telepon dari Sentral Lokal ke pelanggan adalah dimulai dari Sentral Lokal dihubungkan dengan kabel primer menuju rumah kabel, selanjutnya melalui kabel sekunder diteruskan ke kotak pembagi sebelum dihubungkan dengan rumah-rumah pelanggan.
Sarana lingkungan perumahan meliputi kelengkapan lingkungan yang berupa fasilitas pendidikan, kesehatan, perbelanjaan dan niaga, pemerintahan dan pelayanan umum, peribadatan, rekreasi dan kebudayaan, olah raga dan lapangan terbuka.
1.    Sarana Pendidikan
Dalam merencanakan sarana pendidikan harus bertitik tolak dari tujuan pendidikan yang akan dicapai. Sarana pendidikan yang berupa ruang belajar, harus memungkinkan siswa untuk dapat mengembangkan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap optimal. Dengan demikian pengadaan ruang belajar tidak akan lepas hubungannya dengan strategi belajar berdasarkan kurikulum yang ada. Kebutuhan ruang belajar ditentukan berdasarkan kebutuhan untuk member kesempatan belajar kepada semua anak usia sekolah. Oleh karena itu sarana pendidikan yang baik akan memungkinkan siswa untuk dapat mengembangkan pengetahuan, ketrampilan, serta sikap secara optimal.

2.    Sarana Kesehatan
Sarana kesehatan dapat berfungsi untuk mengendalikan perkembangan dan pertumbuhan masyarakat, disamping itu juga untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat yaitu penyembuhan, pencegahan, dan pendidikan. Oleh karena itu lokasi harus terletak dilingkungan keluarga atau permukiman. Berbagai sarana kesehatan diantaranya adalah, Balai Pengobatan (BP), Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak (BKIA), Rumah Bersalin, Puskesmas, Rumah Sakit Wilayah, Tempat Praktek Dokter dan Apotik.

3.    Sarana Perniagaan dan Industri
Sarana perniagaan merupakan fasilitas perbelanjaan dan industri, juga merupakan fasilitas kerja bagi kelompok yang lain sebagai mata pencaharian. Dalam hal ini sarana perniagaan dan industri adalah warung, pertokoan, pusat perbelanjaan. Sedangkan untuk industri dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu industri yang mengolah sumber alam dan industri yang tidak mengolah sumber alam atau industri-industri yang pada umumnya berhubungan dengan pemasaran, seperti pabrik roti, minuman, pakaian jadi, tekstil, elektronik dan lainnya. Untuk industri-industri yang mengeluarkan polusi dan mengganggu lingkungan perumahan, perlu dihindarkan dengan menjauhkan lokasinya.
4.    Sarana Pemerintahan dan Pelayanan Umum
Yang dimaksud dengan Sarana Pemerintahan dan Pelayanan Umum, adalah:
a.    Kantor-kantor administrasi pemerintahan (eksekutif, legislatif, yudikatif)
b. Kantor pemerintahan lainnya, seperti kantor polisi, kantor pos, kantor telepon, kantor pemadam kebakaran, PLN, PDAM, dan lain-lainya yang berhubungan dengan tata pemerintahan.

5.    Sarana Kebudayaan dan Rekreasi
Yang dimaksud dengan Sarana Kebudayaan dan Rekreasi ini adalah bangunan yang dipergunakan untuk aktivitas-aktivitas kebudayaan atau rekreasi seperti gedung-gedung pertemuan, gedung bioskop, gedung kesenian dan lain-lainnya. Jenis dan sarana ini tergantung pada tata kehidupan penduduknya. Sehingga didalam memilih jenis dan macam sarana ini perlu adanya penyesuaian dengan kondisi dan situasi setempat.

6.    Sarana Peribadatan
Sarana-sarana Peribadatan, jenis, macam dan besarnya sangat tergantung pada kondisi setempat. Untuk mendapatkan hasil perencanaan yang sesuai, ada tiga hal yang perlu diperhatikan antara lain:
a.    Struktur penduduk atau kepercayaan yang dianut
b.   Jenis agama atau kepercayaan yang dianut
c.    Cara atau pola melaksanakan agama atau kepercayaan.

7.    Sarana Olah-raga dan Ruang Terbuka
Sarana Olah-raga dan Ruang Terbuka selain berfungsi utama sebagai taman, tempat bermain anak-anak dan lapangan olah-raga juga akan memberikan kesegaran dan menetralisasi polusi udara sebagai paru-paru kota. Oleh karena fungsinya yang sangat penting, maka sarana-sarana ini harus benar-benar dijaga baik dalam besaran maupun kondisinya. Disamping taman dan lapangan olah-raga terbuka masih harus disediakan jalur-jalur hijau sebagai cadangan sumber alam. Sarana lain yang masih dapat dianggap mempunyai fungsi sebagai ruang terbuka adalah makam. Luas tanah makam ini sangat tergantung dari sistem penyempurnaan yang dianut sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing daerah.

Karakteristik perumahan pada dasarnya terbagi atas dua hal yang didasarkan pada sistem pembangunan dan kepemilikannya, yang menyangkut juga pembangunan yang meliputi tipe dan ukuran perumahan, kepemilikan, jumlah anggota keluarga, hubungan inter keluarga, pendidikan kepala keluarga, pekerjaan keluarga, dan pendapatan keluarga.
1.    Lingkungan Fisik dan Sosial
Hartshorn (1980), menyatakan bahwa perpindahan individu dan keputusannya terhadap tempat tinggalnya diakibatkan oleh dorongan-dorongan yang disebabkan oleh taktor-faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi: kebutuhan dan perkiraan-perkiraan terhadap lokasi yang baru. Faktor eksternal meliputi: karakteristik fisik lingkungan, karakteristik tetangga, karakteristik bentuk perumahan, dan lokasi perumahan yang relatif dekat dengan daerah perkotaan. Mengenai karakteristik fisik lingkungan, bahwa kualitas fisik lingkungan mencerminkan kualitas hidup manusia yang ada di dalamnya. Komponen kualitas lingkungan dapat dibagi menjadi: (1) Variabel lokasi: Jarak ke pusat pelayanan, iklim, dan topografi; (2) Variabel fisik: Organisasi ruang yang jelas, kondisi udara yang bersih, dan suasana yang tenang; (3) Variabel Psikologis: Kepadatan penduduk dan kemewahan; (4) Variabel sosial ekonomi: Suku, status sosial, tingkat kriminalitas dan sistem pendidikan. Sedangkan Bourne, mengatakan bahwa faktor-faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan lokasi perumahan adalah:
a.  Aksessibilitas ke pusat kota: jalan raya utama, transportasi umum ke tempat kerja, pusat pembelanjaan, sekolah, dan tempat rekreasi;
b.  Karakter fisik lingkungan perumahan: kondisi fisik jalan dan pedestrian, pola jalan, suasana tenang, privat lapang dan indah;
c.   Fasilitas dan pelayanan: kualitas dari utilitas, sekolah, polisi, dan petugas pemadam kebakaran;
d.  Lingkungan sosial: permukiman yang bergengsi, komposisi sosial ekonomi, etnis, dan demografi;
e.  Karakteristik site dan rumah : luas tanah, luas bangunan, jumlah kamar, dan biaya pemeliharaan.

Selain faktor-faktor di atas, preferensi terhadap lokasi perumahan juga ada yang disebabkan oleh keinginan individu untuk tetap mempertahankan kedekatan terhadap keluarganya, untuk mempertahankan "geographical familiarity", kontak sosial, dan akses ke seluruh kota. Rees dalam Yeates & Garner berpendapat bahwa dalam menentukan lokasi tempat tinggal dapat didekati dengan suatu pendekatan ekologi yang mempunyai empat elemen, yaitu:
a.    Posisi keluarga dalam lingkup sosial, yang mencakup status sosial ekonomi;
b.   Lingkup perumahan, yang mencakup nilai dan kualitas rumah serta tipe rumah;
c.    Lingkup komunitas;
d.   Lingkup fisik.

2.    Sarana dan Prasarana Lingkungan
Budihardjo menyatakan bahwa yang sering terabaikan, padahal sangat penting artinya bagi kelayakan hidup manusia penghuni lingkungan perumahan adalah sarana dan prasarana lingkungan, yang meliputi.
a.  Pelayanan sosial (social services), seperti: sekolah, klinik/puskesmas/rumah sakit, yang pada umumnya disediakan oleh pemerintah,
b. Fasilitas sosial (social facilities), seperti tempat peribadatan, persemayaman, gedung pertemuan, lapangan olah raga, tempat bermain/ruang terbuka, pertokoan, pasar, warung kaki lima.

Sementara yang dimaksud dengan prasarana lingkungan meliputi jalan dan jembatan, air bersih, listrik, telepon, jaringan air kotor, dan persampahan. Kenyataan diberbagai tempat, terutama pada lingkungan perumahan baru yang dikelola Perumnas maupun Real Estate, menunjukkan banyaknya keluhan dan para penghuni yang menyangkut tidak memadainya sarana dan prasarana lingkungan. Pada dasarnya, masyarakat yang paling sederhana sekalipun ingin menciptakan suatu citra rumah beserta lingkungannya yang khas/unik, sehingga secara intuitif mereka akan selalu berupaya menciptakan a sense of place atau rasa ruang. Rumah yang mengakar merupakan penghubung antara masa lampau, kini dan masa depan, antara alam dan lingkungan binatang, antara suatu generasi dengan generasi penerusnya. Jadi lingkungan perumahan yang seragam, mengingkari tuntutan manusiawi terhadap perlunya rasa ruang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar