Berdasarkan pengembangan dari
pendapat Robinson dalam Daldjoeni (1997) ada sejumlah faktor yang ikut
menentukan keberadaan lokasi industri, yaitu:
a.
Faktor geografis; termasuk lokasi bahan
baku, suplai air, dll.
b. Faktor sosial-budaya; termasuk suplai
tenaga kerja, daerah pemasaran, aktivitas ekonomi, dan keadaan politik.
c. Faktor teknologi; termasuk rekayasa/pengolahan
produk, teknologi sumber daya energi,dan kemudahan fasilitas transportasi.
Menurut Hasvia (2000) dasar-dasar
pemikiran yang dikemukakan oleh Weber lokasi yang optimal bagi kegiatan
industri adalah tempat dimana biaya yang minimal (least cost location) tersebut digunakan dalam kondisi
sebagai berikut:
a. Adanya keseragaman keadaan topografi,
keadan iklim dan demografi yang berkaitan dengan keterampilan dan permintaan
akan produksi.
b.
Adanya ketersediaan bahan mentah yang
tersedia dimana-mana, kecuali bahan tambang yang hanya terbatas pada lokasi
tertentu.
c. Adanya upah buruh yang seragam di
tiap-tiap wilayah tetapi ada juga perbedaan upah karena persaingan antar
penduduk.
d.
Biaya transportasi yang berasal dari
bobot bahan baku yang diangkut atau dipindahkan serta jarak sumber bahan baku
dengan lokasi pabrik.
e.
Adanya kompetisi antar industri.
f.
Serta adanya manusia yang berfikir
rasional.
Namun pada perkembangan selanjutnya
teori yang dikemukakan Weber ini mendapat kritikan karena melebih-lebihkan arti
penting transportasi saja, kemudian Weber memodifikasikan teorinya dengan
penambahan memperhatikan faktor ketersediaan tenaga kerja yang murah (least
labour cost) untuk pabrik/industri yang yang mempunyai kebutuhan
buruh yang banyak melokasikan pabriknya di daerah yang mempunyai supply tenaga kerja dengan upah yang
relatif murah (dalam Daldjoeni, 1997).
Selanjutnya Renner (dalam Hasvia, 2000)
menekankan aturan lokasi industri manufaktur akan lebih menguntungkan apabila
dekat dengan sumber bahan baku apabila dibutuhkan dalam jumlah yang cukup
besar. Adapun syarat yang diperlukan untuk tumbuh dan berkembangnya kegiatan
industri antara lain :
a.
Ketersediaan bahan baku.
b.
Ketersediaan sumber tenaga kerja yang
memiliki keterampilan.
c.
Adanya modal usaha yang cukup
operasionalisasi.
d.
Adanya jaringan pemasaran dan moda
transportasi yang cukup.
e.
Mempunyai manajemen organisasi
perusahaan yang efisien dan efektif.
William Alonso (dalam Yunus, 2000)
membahas tentang teori bid-rent analysis (sewa tanah), dimana
penyebaran keruangan kegiatan industri berlokasi diantara perumahan dan retail.
Semakin dekat dengan pusat kota (pusat perdagangan) maka harga (sewa) tanah
semakin tinggi, begitu juga sebaliknya. Dengan kata lain, sewa yang
ditawarkan orang untuk membayar tanah per meter perseginya, menurun mengikuti
jaraknya dari pusat kota (komersial/perdagangan). Hal ini disebabkan oleh sewa
tanah atau harga tanah yang murah dengan konpensasi aksebilitas yang tinggi walaupun
jauh dari perkotaan agar perusahaan dapat menerima dengan mudah pasokan bahan
baku dan memasarkan produknya. Seperti digambarkan dalam kurva berikut ini :
Kurva Bid Rent William Alonso
|
Menurut Losch (dalam
Daldjoeni, 1997) teori lokasi industri yang optimal berdasarkan permintaan (demand)
sebagai salah satu alasan melokasikan industri disuatu daerah agar
perusahaan tersebut dapat menguasai wilayah pemasarannya sehingga dapat
menghasilkan paling banyak pendapatan (maximum revenue).