A. Pola
Kegiatan Ekonomi Kabupaten Morowali
Secara
administratif hingga tahun 2009, luas wilayah ± 15.490,12 Km² dan
terbagi dalam 14 kecamatan, 230 desa dan 10 kelurahan. Kabupaten Morowali
merupakan daerah trofis memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim
hujan.
Pembangunan
ekonomi kabupaten Morowali masih bertumpuh pada sektor pertanian dengan
kontribusi utama pada sub sektor tanaman pangan dan perkebunan. Pada sub sektor
tanaman pangan, khususnya produksi padi di Kabupaten Morowali cukup tinggi.
Pada tahun 2009 total produksi adalah 51.017 ton dengan tingkat produktivitas 40,08 kw/ha, dengan luas panen sebesar 12.700 Ha. Produksi ini meliputi padi sawah dengan jumlah produksi sebesar 49.442 ton dengan produktivitas 40,74 kw/ha dan padi ladang sebesar 1.457 ton dengan produktivitas 25,84 ton.
Pada tahun 2009 total produksi adalah 51.017 ton dengan tingkat produktivitas 40,08 kw/ha, dengan luas panen sebesar 12.700 Ha. Produksi ini meliputi padi sawah dengan jumlah produksi sebesar 49.442 ton dengan produktivitas 40,74 kw/ha dan padi ladang sebesar 1.457 ton dengan produktivitas 25,84 ton.
Di
sektor perkebunan daerah ini memiliki komoditi utama nasional, yaitu kelapa
sawit, kakao, kelapa dan jambu mete. Pada tahun 2009 jumlah produksi
kelapa sawit mencapai 117.340 ton dengan luas areal tanam 6.114 Ha, produksi
kakao mencapai 10.600 ton dengan luas areal tanam 12.617 Ha, Produksi
kelapa mencapai 698 ton dengan luas areal tanam 1.638 Ha dan produksi jambu
mete mencapai 258 ton dengan luas areal tanam 1.417 Ha.
Kabupaten Morowali memiliki potensi sumberdaya hutan yang cukup besar. Pada tahun 2009 Kabupaten Morowali memiliki hutan seluas 1.158.846 Ha, terdiri dari Hutan Lindung seluas 436.756 Ha, Hutan Produksi Biasa Tetap seluas 181.366 Ha, Hutan Produksi Terbatas seluas 238.177 Ha, Hutan yang dapat Dikonversi seluas 61.216 Ha dan Hutan Suaka Alam serta Hutan Wisata seluas 241.331 Ha. Hasil hutan non kayu, kulit dan daun mencapai 29.777,185 Ton, dan hasil perbaruan (madu) 23.604 liter.
Kabupaten Morowali memiliki potensi sumberdaya hutan yang cukup besar. Pada tahun 2009 Kabupaten Morowali memiliki hutan seluas 1.158.846 Ha, terdiri dari Hutan Lindung seluas 436.756 Ha, Hutan Produksi Biasa Tetap seluas 181.366 Ha, Hutan Produksi Terbatas seluas 238.177 Ha, Hutan yang dapat Dikonversi seluas 61.216 Ha dan Hutan Suaka Alam serta Hutan Wisata seluas 241.331 Ha. Hasil hutan non kayu, kulit dan daun mencapai 29.777,185 Ton, dan hasil perbaruan (madu) 23.604 liter.
Berdasarkan
kondisi geografi dan topografinya, Kabupaten Morowali memiliki potensi
perikanan yang sangat besar. Penggunaan sarana transportasi dan alat tangkap
yang masih sederhana berpengaruh terhadap hasil tangkapan. Jenis ikan ekonomis
tinggi, seperti kakap, cakalang, dan tuna, tentu saja masih sulit ditangkap.
Selama ini jenis ikan pelagis ekonomis rendah seperti kembung, teri, dan layang
yang banyak ditangkap nelayan. Hasil tangkapan dalam bentuk segar dan kering
umumnya untuk konsumsi lokal atau luar daerah. Pada tahun 2009 produksi
perikanan tangkap laut dan umum mencapai 6.741,46 ton dengan nilai produksi
sebesar Rp. 54.581.000.000,-, produksi perikanan
budidaya tambak mencapai 3.703,10 ton
dengan nilai produksi Rp. 12.736.000.000,-, produksi perikanan
budidaya laut mencapai 216.960 ton dengan nilai produksi Rp. 542.400.000.000,-,
produksi perikanan budidaya jaring apung dan sawah mencapai 90,50 ton dengan
nilai produksi sebesar Rp. 1.175.000.000, dan produksi perikanan budidaya kolam
mencapai 890,20 ton dengan nilai produksi sebesar Rp 1.339.000.000.
Pengembangan
potensi sumberdaya ternak di Kabupaten Morowali memiliki prospek yang cukup
baik. Populasi ternak besar dan ternak kecil relatif cukup memadai dalam
memenuhi kebutuhan gizi masyarakat maupun untuk keperluan perdagangan
antardaerah.
Pada tahun 2009 jumlah populasi sapi sebanyak 17.564 ekor dengan produksi daging mencapai 357,01 ton, populasi kerbau sebanyak 794 ekor dengan nilai produksi daging mencapai 3,04 ton, populasi babi sebanyak 13.461 ekor dengan nilai produksi daging sebesar 287,36 ton dan populasi kambing sebanyak 4.115 ekor dengan nilai produksi daging mencapai 17,22 ton, populasi. Sedangkan populasi ayam kampung sebanyak 212.213 ekor dengan nilai produksi telur mencapai 127,33 ton, populasi ayam ras pedaging sebanyak 52.000 ekor, dan populasi itik sebanyak 9.245 ekor dengan nilai produksi telur mencapai 107,41 ton.
Pada tahun 2009 jumlah populasi sapi sebanyak 17.564 ekor dengan produksi daging mencapai 357,01 ton, populasi kerbau sebanyak 794 ekor dengan nilai produksi daging mencapai 3,04 ton, populasi babi sebanyak 13.461 ekor dengan nilai produksi daging sebesar 287,36 ton dan populasi kambing sebanyak 4.115 ekor dengan nilai produksi daging mencapai 17,22 ton, populasi. Sedangkan populasi ayam kampung sebanyak 212.213 ekor dengan nilai produksi telur mencapai 127,33 ton, populasi ayam ras pedaging sebanyak 52.000 ekor, dan populasi itik sebanyak 9.245 ekor dengan nilai produksi telur mencapai 107,41 ton.
Selain
itu, Kabupaten Morowali memiliki potensi wisata yang beragam. Mulai dari wisata
alam sampai dengan wisata budaya yang cukup beragam, salah satunya adalah:
Ø Suku
Wana. Suku ini memiliki karakteristik budaya yang khas dan sangat alami. Berada
di wilayah kecamatan Bungku Utara dan suku ini menjadi salah satu tujuan
kunjungan wisata lokal maupun asing.
Ø Cagar
Alam Morowali. Cagar alam Morowali ini terletak di Kecamatan Bungku Utara
dengan luas ± 225.000 Ha. Memiliki panorama alam yang lengkap serta beraneka
ragam flora dan fauna, kawasan lindung ini terletak di Kecamatan Bungku Utara
dan merupakan tempat bermukimnya Suku Wana, sehingga Cagar alam ini menjadi
lebih lengkap. Pada wilayah ini juga terdapat dua buah danau besar yaitu
Danau Rano Bae dan Danau Rano Kodi. Bagi wisatawan yang senang menjelajahi
gua-gua pada wilayah ini terdapat gua-gua karst dengan ornamen stalagtit dan
stalagnit yang terpahat alam.
B. Perubahan
Ekonomi Kabupaten Morowali
Morowali
merupakan daerah dengan sejumlah potensi yang menjanjikan. Data tahun 2004
menunjukkan bahwa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kabupaten Morowali
masih didominasi oleh sektor pertanian (64%). Beberapa perusahaan besar seperti
Astra Agro dan Sinar Mas bahkan membuka perkebunan kelapa sawit skala besar di
Morowali dengan memberdayakan petani-petani lokal dalam kerangka kerjasama yang
saling menguntungkan.
Untuk
mengejar ketertinggalan dari daerah lain dan demi kesejahteraan, masyarakatnya
Pemerintah Kabupaten Morowali memberikan izin kepada beberapa investor untuk
membuka lahan perkebunan kelepa sawit dimana perkebunan kelapa sawit menjadi
salah satu sektor unggulan Kabupaten Morowali sekarang ini dan untuk mendongkrak
pertumbuhan ekonomi daerah. Empat tahun terhitung sejak pematangan lahan
perkebunan, warga sudah dapatkan keuntungan meskipun belum dalam bentuk rupiah.
Mereka berkesempatan bekerja sambil belajar mengelola kelompok tani dan
koperasi. Sementara, investasi bermodal besar yang bertanggung jawab
menggerakkan pekerjaan “menyulap” puluhan ribu hektar lahan, menjadi tanah
harapan berburu rejeki dan kesejahteraan. Ada ribuan keluarga yang mengandalkan
komoditi sawit sebagai sumber penghasilan, bahkan banyak petani padi yang
menginvestasikan tanahnya untuk perkebunan kelapa sawit. Hal tersebut dilakukan
karena beberapa daerah di Morowali merupakan daerah langganan banjir. Ketika
banjir melanda daerahnya, maka tanaman padi yang menjadi andalan pendapatan masyarakat
terancam gagal panen. Oleh karena itu banyak masyarakat yang menginvestasikan
tanahnya untuk perkebunan kelapa sawit.
Terlepas
dari beberapa persoalan di daerah yang mengiringi arus investasi perkebunan
sawit, tak bisa dipungkiri banyak perubahan dan kemajuan didapat masyarakat.
Sebagai pembanding, empat hingga enam tahun silam, kebanyakan rumah warga di
desa-desa yang menjadi areal perkebunan sawit, hanya berdinding papan dan
berlantai semen kasar tanpa keramik. Perabot di dalam rumah pun sangat seadanya.
Jarang yang bisa memiliki sepeda motor, apalagi mobil. Namun kini, dengan
pendapatan petani sawit berkisar Rp3 juta hingga Rp5 juta per bulan, kondisi
suram beberapa tahun lalu tak nampak lagi. Kalau pun ada yang masih terbelit
dengan kemiskinan, mereka masih bisa memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, dari
upah buruh perkebunan sawit. Bagi warga yang tidak memiliki lahan sawit,
memilih berwirausaha dan mendapat keuntungan dari meningkatnya pendapatan
petani sawit dan tenaga kerja di sektor perkebunan. Di sekitar areal
perkebunan, berdiri pusat-pusat perekonomian warga. Rumah makan, kios dan toko,
bengkel, dan pasar yang ramai di sekitar perkebunan sawit, menjadi bukti bahwa
sektor ini mampu menjadi lokomotif, menggerakkan roda ekonomi di Kabupaten Morowali.
Seiring
perjalanan waktu, daerah ini juga membuka diri terhadap investasi untuk
mengolah potensi yang ada. Potensi tersebut antara lain pertambangan minyak
bumi, nikel, chromite, biji besi sampai batubara. Saat ini tercatat sekitar 21
perusahaan baik PMA maupun PMDN yang telah memperoleh izin eksplorasi tambang
di daerah Morowali.
Selanjutnya,
skema pertambangan pun memasuki babak baru setelah perusahaan negara dan swasta
China terlibat. Diawali oleh Kabupaten Morowali yang sejak tahun 2008 hingga
kini telah menerbitkan sebanyak 183 izin pertambangan. Dipastikan masih akan
terus berlanjut setelah tahun 2011 dikeluarkannya “Master Plan Percepatan
dan Perluasan Ekonomi Indonesia (MP3EI)”. Dalam nota ekonomi tersebut
disebutkan bahwa 22 kegiatan ekonomi berbasisi Sumber Daya Alam (SDA) akan
digenjot. Sementara bagi koridor Sulawesi pada umumnya akan terus meningkatkan
produksi tambang, terutama nikel. Telah ditetapkan pada tahun 2013 kegiatan
pertambangan akan diintegrasikan ditingkat lokal berbasis pengelolaan hilir.
Kebijakan ini disahkan melalui perangkat aturan resmi yakni; Peraturan Presiden
No 32 Tahun 2011 yang dikeluarkan tanggal 20 Mei 2011.
Kebijakan
ini merupakan korelasi antara visi pembangunan nasional yang tertuang dalam
Undang-Undang No. 17 tahun 2007. Yang merupakan paket implementasi kerjasama
pasar bebas lintas negara melalui sejumlah instrumen resmi seperti: G20, ACFTA,
APEC, FTA, EPA serta sejumlah kerjasama luar negeri lainnya. Secara umum
kebijakan ini mengandung beberapa hal: Pertama, prinsip neoliberalisme
berupa liberalisasi sekaligus privatisasi sumber daya alam (baik yang renewble
maupun non renewble) berbasis perangkat legal instrument; Kedua,
penghancuran dan pemagaran secara privat oleh korporasi terhadap ruang-ruang produksi
publik, baik masyarakat adat maupun petani pra –kapitalis melalui percepatan
dan perluasan ekonomi melalui pembangunan fasilitas bagi kebutuhan
industrialiasi berbasis kapital. Yang dikukuhkan secara serius melalui
penerapan jalur koridor eksploitasi nikel di Pulau Sulawesi. Ketiga,
kebijakan ini menempatkan negara sebagai pemandu resmi terhadap pertarungan dan
ekspansi kapital global. Pada level lokal mengingat, produksi izin pertambangan
menjadi bagian dari belanja Politik daerah diwilayah itu. Terutama suksesi
kepala daerah (Bupati), sehingga perluasan geografi tersebut masih akan terus
berlanjut. Secara keseluruhan hingga tahun 2011, setidaknya Sulawesi Tengah
telah menerbitkan 333 izin pertambangan berskala IUP yang terbagi pada 10
kabupaten kota. Sementara itu, terdapat enam perusahaan skala Trans Nasional
Corporation berbasis Kontrak Karya (KK) dan Production Sharing Contract (PSC).
Struktur
bisnis pertambangan bersifat oligopoli yang terintegrasi secara vertikal
dinegara-negara pusat datangnya investasi. Mereka mencacah perusahaan dengan
berbagai macam tingkatan dan pembagian komoditi. Selanjutnya perusahaan
tersebut bekerja meluaskan investasi pada negara-negara yang kaya sumber daya
alam, termasuk mendorong lahirnya paket instrument bisnis pertambangan yang
memudahkan, misalnya Tax Holiday, kompensasi pengurangan pajak dalam
waktu tertentu.
Menononjol
dalam beberapa tahun terakhir adalah keterlibatan perusahaan-perusahaan negara
maupun swasta China dalam pasar nikel Indonesia melalui beberapa nama
perusahaan yang terbagi dalam dua kategori: pertama, melakukan investasi
secara tidak langsung melalui join venture atau konsorsium misalnya,
Dingxin Group yang bekerjasama dengan PT Bintang Delapan Mineral membentuk PT
Sulawesi Mining Investement (SMI); Kedua, dan yang melakukan investasi
secara langsung melalui pemecahan izin dalam level Kabupaten, misalnya PT. PAN
China, dan Jinxiang Group. Meski demikian, pola hubungan bisnis keduanya tetap
bertemu dalam pola konsorsium, bahkan seringkali ditemukan berafiliasi
bisnis dengan Trans Nasional Corporations (TNCs) yang relatif besar
misalnya, PT INCO, dan Victory West Limited Australia.
Dalam
konteks Sulawesi Tengah, permintaan
nikel banyak terserap untuk kebutuhan aneka industri tekhnologi China. Rentang tahun 2000-2009, permintaan nikel China tumbuh kian pesat rata-rata
25% per tahun. Pada 1995 konsumsi nikel China baru mencapai 4% dari total
konsumsi nikel dunia, Namun di tahun 2008, pasar China telah menyerap 30% pasar
nikel global. Sementara pada 2009, produksi stainless steel China naik 26,8%
juta ton. Sementara konsumsi stainless steel China hanya sebesar 8,22 juta ton.
Sejak tahun
2009, pasar stainless steel China mengalami over supply sebesar 600.000
ton, hal ini tentunya akan mempengaruhi permintaaan nikel dalam jangka pendek.
Di tahun tersebut produksi dan net impor nikel oleh China termasuk nikel
kualitas rendah naik 66% menjadi sebesar 430.000 ton, sehingga terdapat
inventory nikel yang cukup besar di pasar. Namun demikian, produksi nikel China
di tahun 2010 diperkirakan akan meningkat 20% menjadi 10,5 juta ton sehingga
akan menyerap inventory nikel dalam jumlah besar. Sehingga
transportasi nikel menjadi jalur bisnis baru yang menggiurkan bagi para
pedagang perantara, para broker tambang, pialang saham, hingga spekulan tanah
tingkat lokal.
Pertikaian
antara perusahaan-perusahaan ini tidak saja berlaku pada level internasional,
tapi juga hingga langsung ke lokasi-lokasi pertambangan. Namun karena
prinsipnya keduanya seringkali ketemu dalam negosiasi-negosiasi tertentu
misalnya, konsorsium, subtitusi projek, hingga praktek akuisisi dan merger.
Ambil contoh misalnya, Kasus gugatan PT. Rio Tinto terhadap Bupati Morowali
yang mengeluarkan izin pertambangan pada PT. Bintang Delapan Mineral. Yang
sekarang publik tidak tahu ujungnya kemana. Belakangan diketahui ada proses
penciutan lahan disana. Kasus lainnya yang marak adalah gugatan Bupati Morowali
terhadap PT INCO. Yang belakangan
ketahuan, bahwa dibelakang Bupati Morowali terdapat sejumlah nama perusahaan
China, salah satunya adalah PT. PAN China. Akhir dari episode ini, PT INCO
mensubtitusi rencana projek pembangunan pabrik feronikel pada PT. PAN China.
Persaingan
antara perusahaan ini juga kerapkali memanfaatkan penduduk setempat. Mereka
memobilisasi kekuatan masyarakat sekitar tambang untuk melakukan penolakan
dengan janji CSR, Comdev, dan macam-macam fasilitas lips service
yang tinggi. Kasus PT. TPI yang mendorong mobilisasi massa melakukan desakan
pada Pemda untuk mencabut izin PT. Heng Jaya dengan berbagai alasan, misalnya
lingkungan. Hal itu dilakukan masyarakat karena sudah terikat kontrak
pembebasan lahan dengan PT. TPI. Kasus tumpang tindih lahan semacam ini
sekaligus sebagai pemicu pragmatisme rakyat terhadap tanah diwilayah itu.
Namun ekspansi
pertambangan di Sulawesi Tengah mesti ditinjau kembali dengan didasari pada
beberapa hal, diantaranya; Pertama, peran dan tanggung jawab pemerintah
dalam pengelolaan sumber daya alam mesti ditingkatkan. Berbagai polemik dan
masalah yang timbul dari aktivitas pertambangan harus dilihat sebagai bagian
dari tanggung jawab, dan tidak menyerahkan aneka perkara itu sebagai hubungan
langsung antara masyarakat dengan pemilik korporasi tambang. Termasuk
didalamnya, segera menghentikan pengerahan aparat keamanan yang memberikan jasa
pengamanan pada korporasi. Pemerintah harus berperan lebih aktif, dimana
polisi-polisi dan tentara mesti mengabdi pada kepentingan masyarakat sipil,
bukan sebaliknya dikontrol oleh pasar atau korporasi tambang;
Kedua,pemerintah
baik ditingkat Provinsi dan Kabupaten harus bertindak affirmatif untuk
mendorong proses pengusutan terhadap sejumlah pelanggaran HAM yang terjadi
akibat ekspansi pertambangan dimasa lampau dan sekarang ini. Tindakan yang
dimaksud adalah pemerintah harus melakukan pencarian fakta terutama bagi
pelanggaran hak ekonomi sosial dan budaya, serta sipil politik. Pemerintah
harus aktif mengupayakan tindakan politik untuk mengakomodir aneka macam
tuntutan masyarakat untuk diselesaikan dalam tempo yang secepat mungkin.
Ketiga, penyerapan
surflus disektor pertambangan harus lebih banyak terserap bagi peningkatan
ekonomi dalam daerah (nasional) terutama bagi peningkatan ekonomi rakyat. Izin
pertambangan harus menjadi sarana untuk melegalkan proses imbal balik yang
setimpal dengan tingkat kerusakan lingkungan dan penghancuran alam. Oleh karena
itu, diperlukan upaya tegas: 1) Merapikan kembali struktur perijinan dan
pengetatan prosedur pertambangan serta menghentikan produksi perijinan,
terutama yang menyangkut dengan masalah ke-agrarian dan lingkungan; 2)
mengupayakan peran dan tanggungjawab pemerintah yang siginifikan terutama dalam
soal peruntukan ruang untuk melindungi kepentingan publik atas accesbilitas
yang berlandaskan pada pasal 33 UU dasar 1945 dan menyupayakan kepemilikan saham
yang lebih besar ketimbang penanam modal; 3) mengupayakan road map
mineral jangka panjang bagi kebutuhan terbangunnya industri nasional, yang
berorientasi politik kerakyatan dan tidak dikontrol oleh kepentingan pasar
kapitalisme.
Meski
memiliki potensi yang menjanjikan, kabupaten Morowali masih memerlukan
pembenahan untuk mendukung masuknya investasi. Sejumlah pekerjaan yang
menghadang adalah penyediaan infrastruktur jalan yang memadai. Perjalanan darat
dari Kabupaten Poso atau dari arah Sulawesi Tenggara ke Morowali merupakan
perjalanan yang melelahkan karena kondisi jalan yang sebagian besar rusak.
Kondisi makin parah bila musim hujan datang. Dapat dipastikan beberapa ruas
jalan akan terputus bahkan hilang tersapu banjir atau longsor.
Masalah lainnya
infrastruktur pelabuhan juga masih sangat seadanya. Setiap perusahaan tambang
berusaha mengatasi hal ini dengan membangun pelabuhan-pelabuhan sendiri yang
lokasinya berjauhan satu sama lain.
Sarana
kelistrikan dan komunikasi di Morowali masih sangat minim. Padahal listrik
sangat vital untuk menggerakkan industry, baik skala rumah tangga, apalagi
skala indurstri. Untuk komunikasi, boleh dikata masih sangat buruk. Bahkan di
daerah kota seperti Kolonedale dan BUngku, komunikasi seluler masih kurang jelas
dan sering terputus. Kondisi makin parah saat posisi kita berada di
lokasi-lokasi tambang yang kebanyakan jauh dari kedua kota tersebut.
Dari
indikator makro ekonomi, laju pertumbuhan pembangunan atau
pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita Kabupaten Morowali dapat dilihat
dari capaian produk domestik regional bruito (pdrb) yang merupakan suatu
dasar pengukuran atas nilai tambah yang mampu diciptakan akibat
timbulnya berbagai aktifitas ekonomi dalam suatu wilayah. Pada tahun 2007
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Morowali mencapaii 16,5% (dengan migas) dan (7,21
% tanpa migas). Dengan melihat gejolak ekonomi dunia khususnya harga
minyak mentah dunia sampai akhir tahun 2008 terjadi penurunan yang sangat
drastis dan cukup berdampak terhadap penerimaan sektor migas sehingga
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Morowali diperkirakan hanya mencapai rata-rata
9,98%*) namun masih lebih diatas dibanding pertumbuhan ekonomi nasional yang
hanya ditargetkan 6-7%. Berdasarkan data pdrb tahun 2007-2008, pdrb
Kabupaten Morowali atas dasar harga berlaku tahun 2007 mencapai Rp 2.088.257
juta meningkat menjadi Rp 2.603.392 juta *) tahun 2008. Sedangkan pdrb
atas dasar harga konstan tahun 2000 mencapai Rp 1.394.560 juta tahun 2007 dan
tahun 2008 diperkirakan Rp 1.542.571 juta *). Dari
hasil analisis data pdrb tahun 2007 secara sektoral terdapat empat sektor
yang dominan memberikan porsi terhadap pembentukan perekonomian Kabupaten
Morowali yakni sebagai berikut:
Sektor
pertanian, memiliki potensi terbesar memberikan andil 46,32 % terhadap total
pdrb atas dasar harga berlaku. Beberapa subsektor yang mendukung sektor
pertanian adalah subsektor perkebunan, perikanan, kehutanan dan tanaman
bahan makanan, masing-masing memberikan andil sebesar 25,93%, 7,04%, 6,17% dan
5,89%. Untuk subsektor tanaman bahan makanan seperti padi dan palawija hanya
mengalami sedikit peningkatan produksi. Hal ini perlu diwaspadai bahwa
dengan tingginya biaya produksi pada sub sektor ini menyebabkan sebagian petani
pindah berusaha ke sektor lain atau terjadi alih fungsi lahan dari tanaman
pangan ke perkebunan yang bisa memberikan pendapatan yang lebih baik. Investasi
pada sektor perkebunan seperti kelapa, kelapa sawit, coklat serta lainnya
telah memberikan hasil nyata dalam mendukung perkembangan ekonomi
masyarakat di Kabupaten Morowali dari tahun ke tahun. Subsektor pertanian
lainnya yang mempunyai prospek pengembangan kedepan adalah subsektor perikanan.
Sektor
pertambangan dan penggalian, memberikan kontribusi 20,90 % terhadap total pdrb
dimana peran subsektor pertambangan mencapai 20,45%. Sektor perdagangan, hotel
dan restoran, memberikan kontribusi 12,71% terhadap total pdrb dimana
peran subsektor perdagangan besar dan eceran mencapai 12,10%. Sektor
jasa-jasa, secara keseluruhan didominasi oleh subsektor jasa pemerintahan umum
6,43% sedangkan jasa swasta 2,57%. Sektor jasa-jasa memberikan
andil sebesar 9%.
Jika
dilihat dari pertumbuhannya, sektor yang mengalami lonjakan pertumbuhan
fantastis dalam kurun waktu 2006-2007 yakni sektor pertambangan dan penggalian
masing-masing 141,77% tahun 2006 dan 105,93% tahun 2007. Hal ini terutama
karena adanya sumbangan dari sektor migas yang dikelola oleh job pertamina
medco expan tomori di kecamatan mamosalato yang telah beRproduksi selama tiga
tahun. Sektor kedua adalah sektor angkutan dan telekomonikasi. Dengan
telah beroperasinya telepon selluler di wilayah morowali mampu mendongkrak
pertumbuhan sektor komunikasi sebesar 28,45 %.
v
Perubahan atau Transformasi ekonomi
Keberlanjutan
pembangunan masyarakat agraris menjadi masyarakat industriTransformasi
struktural merupakan prasyarat dari peningkatan dan
kesinambungan pertumbuhan dan penanggulangan kemiskinan, sekaligus
pendukung bagi kelanjutan pembangunan. Pada kenyataannya, pertumbuhan
ekonomi di Indonesia tidak disertai dengan perubahan struktur tenaga kerja yang
berimbang. Artinya titik balik untuk aktivitas ekonomi tercapai lebih dahulu
dibanding titik balik penggunaan tenaga kerja. Sehingga terjadi masalah-masalah
yang seringkali diperdebatkan diantaranya apakah pangsa PDB sebanding dengan
penurunan pangsaserapan tenaga kerja sektoral dan industri mana yang berkembang
lebih cepat, agroindustri atauindustri manufaktur.
Apabila
transformasi kurang seimbang dikuatirkan akan terjadi proses pemiskinan
dan eksploitasi sumber daya manusia pada sektor primer.Dalam lingkup yang lebih
kecil, misalnya pemerintah kabupaten, prinsip dasar atastrasformasi ekonomi
masih dapat diberakukan. Peningkatan PDB dalam lingkup nasional dapatdilihat
dari peningkatan PDRB dalam lingkup Kabupaten. PDRB merupakan indikator untuk menghitung
dan mengetahui bagaimana transformasi yang terjadi dalam kabupaten tersebut. Apakah
masih terkonsentrasi pada sektor Pertanian atau sudah mulai beralih pada sektor
industridan jasa.Transformasi
struktur ekonomi ditandai dengan mulai beralihnya konsentrasi ekonomi dariyang
tadinya bertumpu pada sektor pertanian mulai beralih pada sektor industri. Di
negara maju,tarsformasi yang terjadi sudah pada level dimana sektor industri
mulai mengambil peran yangmengecil digantikanoleh sektor jasa yang artinya
pemerintah berorientasi pada pelayanan publik tidak lagi pada peningkatan
penghasilan masyarakat.Penulis mengambil sampel Kabapeten Morowali dalam
mengidentifikasi transformasi padastruktur ekonomi.
C.
Faktor yang Mempengaruhi Perubahan
Ekonomi Kabupaten Morowali
PDRB Kabupaten
Morowali mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dalam hal ini dari
tahun 2004 sampai dengan tahun 2008. Peningkatan ini merupakan imbas dari
peningkatan dari semua sektor ekonomi yang dimiliki oleh Kabupaten Morowali
meliputi sektor pertanian sampai dengan pelayanan jasa terhadap masyarakat.
Peningkatan PDRB dapat diartikan sebagai bentuk peningkatan kegiatan-kegiatan yang
dijalankan oleh masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya. Sesuai Kriteria Bank
Dunia sektor ekonomi dibagi menjadi 3 sektor, yaitu sektor Pertania, Industri,
dan Jasa. Hal ini juga akan memudahkan dalam mengidentifikasi transformasi
yangterjadi pada Kabupetan Morowali.
Dengan indikator
yang disederhanakan menjadi 3 sektor yangsemula dari 9 sektor akan ssedikit
membantu mempermudah bagaimana sebenarnya tarnsformasitersebut terjadi. Hal ini
dikarenakan akan terlalu kompleks dan mencakup banyak indikator apabila
tidak disederhanakan menjadi 3 sektor.