Gas-gas rumah kaca telah dibicarakan
sejak abad ke-19, atau sejak 180 tahun terakhir. Jean Bapstite Fourier (1822
atau 1827), ahli matematika Perancis, merupakan orang pertama yang mengungkap tentang
”efek rumah kaca.” John Tyndall (1861), ilmuwan kelahiran Irlandia, menunjukkan
bahwa penyerapan terhadap panas matahari oleh uap air di udara semakin
meningkat dan telah mencapai 15 kali lebih besar dibandingkan oleh udara
kering. Svante Arrhenius (1896), ilmuwan Swiss, telah menghitung dampak dari
peningkatan jumlah karbondioksida (CO2) dalam atmosfir.
Apa yang dimaksud gas rumah
kaca? Apa yang dimaksud efek rumah kaca? Apa dampaknya? Bagaimana menyikapinya?
Pertanyaan-pertanyaan ini akan dijawab dalam tulisan ini. Untuk maksud tersebut
penulis mengacu pada buku PEMANASAN GLOBAL: Siapakah yang Merasa Panas? (Gerald
Foley, 1993), PENCEMARAN UDARA (Moestikahadi S., 2001) dan berita-berita terkini.
EFEK RUMAH KACA
Apa yang dimaksud efek rumah
kaca (ERK)? ERK adalah proses di mana energi panas matahari yang diterima oleh amosfir
dekat permukaan bumi lebih banyak dibanding energi panas yang dilepaskan kembali
ke angkasa. Efeknya ialah temperatur bumi akan semakin meningkat dari yang sebelumnya.
Hal ini terjadi karena pencemaran udara oleh gas-gas rumah kaca yang melebihi
kadarnya.
ERK, disebut demikian karena
kemiripannya dengan apa yang terjadi dalam sebuah rumah kaca ketika ditimpa
sinar matahari. Sinar yang masuk melalui atap dan dinding kaca menghangatkan
ruangan di dalamnya sehingga suhu di dalam ruangan menjadi lebih tinggi
daripada di luar. Hal ini disebabkan kaca menghambat sebagian panas untuk
keluar. Dengan kata lain, rumah kaca berfungsi sebagai perangkap panas. ERK
terjadi di atmosfir pada lapisan troposfir (ketinggian rata-rata mencapai 10 km
di atas permukaan laut).
SUHU BUMI
Dua planet terdekat dengan bumi,
yaitu mars dan venus, memberikan ERK yang sangat kontras. Di mars, gas rumah
kaca (GRK) telah hilang sama sekali, sehingga suhunya sangat rendah, sekitar -600
C, terlalu dingin untuk sebuah kehidupan. Sebaliknya, venus mempunyai
konsentrasi GRK yang tinggi, sehingga suhunya mencapai 4800 C, terlalu
panas untuk sebuah kehidupan, bahkan bisa melelehkan seng. Suhu bumi, berada di
antara kedua kondisi ekstrem ini, rata-rata sekitar 150 C. Karena
adanya GRK alami dalam atmosfir, suhu rata-ratanya menjadi sekitar 330 C.
ERK alami ini memberi bumi sebuah iklim di mana tumbuhan, hewan, dan manusia
dapat hidup. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, terutama sejak revolusi
industri di Inggeris (abad ke-17), jumlah GRK dalam atmosfir meningkat secara teratur.
Akibatnya, suhu di permukaan bumi juga mengalami peningkatan, lebih tinggi
daripada masa pra-revolusi industri.
GAS-GAS RUMAH KACA
Apa yang dimaksud GRK? Adalah
gas-gas yang tertimbun di atmosfir yang sifatnya ”menyerap” radiasi gelombang
panjang (sinar infra merah) dan menyebabkan naiknya suhu di bumi. Atau, gas-gas
di atmosfir yang bertindak sebagai rumah kaca. Namun, penting untuk dibedakan
antara ”ERK yang merupakan sebuah proses alami” dengan ”ancaman yang disebabkan
oleh berbagai aktivitas manusia yang memicu emisi GRK ke atmosfir.”
Gas-gas tertentu seperti
karbon dioksida (CO2), karbon monooksida (CO), metana (CH4),
nitrat oksida (N2O), klorofluorokarbon (CFC) buatan manusia, dan gas
lainnya serta uap air telah membuat atmosfir bekerja sepeti rumah kaca. Selama
beberapa dekade terakhir, emisi GRK meningkat, dan karenanya konsentrasi gas
tersebut di atmosfir meningkat. Akibatnya, suhu di bumi meningkat. Planet bumi
akan semakin panas. Hal ini dapat
merusak kehidupan secara keseluruhan. Permukaan laut naik. Banyak pulau-pulau
kecil dan dataran rendah di beberapa negara akan tenggelam. Frekuensi banjir
dan gelombang pasang akan semakin meningkat. Perubahan iklim yang menggangu
hampir semua aktivitas manusia akan semakin drastis terjadi. Lebih dari separuh
manusia akan merasakan dampak ini, belum termasuk yang diakibatkan oleh dampak
turunannya, misalnya akan terjadi gangguan ekologis, kekurangan pangan, yang
semuanya akan berujung pada dampak sosial dan politik.
Sumber-sumber GRK sangat
beragam tetapi dapat dikelompokkan dalam 2 kelompok, yakni: sumber yang
bersifat alami dan akibat aktivitas manusia (antropogenik). Jenis GRK sangat beragam. Namun, hanya ada
beberapa yang penting yang menangkap panas dari dalam atmosfir yakni: uap air
dan CO2, metana, nitrat oksida dan ozon. Selain itu ada juga gas
buatan, seperti klorofluorokarbon (CFC) yang mempunyai ERK sangat kuat.
Karbondioksida (CO2) adalah GRK terpenting yang sedang ditimbun dalam atmosfir oleh berbagai
aktivitas manusia. Umurnya di atmosfir 50 - 200 tahun. Laju peningkatannya
dalam atmosfir 0,5% per tahun.
Metana (CH4) terdapat secara alami, mudah
terbakar dan menghasilkan CO2 sebagai sampingan. CH4
relatif mudah diuraikan dan diperkirakan mempunyai masa hidup sekitar 10 tahun
dalam atmosfir. Laju peningkatannya dalam atmosfir 0,9% per tahun.
Nitrat Oksida (N2O) juga terdapat secara
alami. Umurnya sangat
panjang, sekitar 150 tahun. Karenanya, sekecil apapun emisinya dapat
meningkatkan konsentrasi GRK. Laju peningkatannya dalam atmosfir 0,2% per tahun.
Klorofluorokarbon (CFC) adalah gas buatan, tidak
beracun, tidak mudah terbakar dan amat stabil sehingga banyak digunakan dalam
berbagai alat. Ada 2 jenis
CFC yang umum digunakan, yakni CFC-11 dan CFC-12. Gas CFC-11 dapat tetap berada
dalam atmosfir sekitar 65 tahun dan CFC-12 sekitar 130 tahun. Keduanya
merupakan GRK yang amat kuat. Laju peningkatannya dalam atmosfir 0,4% per tahun.
Ozon (O3) terdapat secara alami di atmosfir.
O3 pada stratosfer, yang sering disebut ”lapisan ozon,” menyerap
radiasi ultraviolet. Radiasi ini
menyebabkan kanker kulit, merusak mata dan diduga dapat melemahkan sistem
kekebalan tubuh. Juga dapat menurunkan hasil panen dan merusak ganggang laut. O3
merupakan GRK yang tidak stabil, hanya tahan beberapa minggu dalam atmosfir.
Walaupun demikian, ozon mempunyai efek penting yang makin meningkat. Laju
peningkatannya dalam atmosfir 1% per tahun.
Uap air dan gas lain. Uap air dan sejumlah gas buatan lainnya seperti
karbontetraklorida dan halokarbon juga menimbulkan ERK. Uap merupakan faktor
penting dalam menentukan efek akhir dari peningkatan emisi GRK yang disebabkan
oleh kegiatan manusia. Jika bumi
menjadi lebih panas, jumlah uap air dalam atmosfir akan meningkat. Ini akan
meningkatkan ERK serta makin memicu pemanasan global yang sedang terjadi. Sedangkan
gas-gas buatan tersebut, efeknya masih kecil. Namun demikian, tetap penting
untuk mengetahui emisi yang ditambahkan ke atmosfir.
EFEK GABUNGAN
Cukup rumit menghitung efek gabungan
dari berbagai GRK tersebut. Efek dari masing-masing gas tersebut tidak hanya tergantung
pada sifat-sifat rumah kacanya, tetapi juga pada masa hidupnya dalam atmosfir. ERK
dari sejumlah tertentu metana, misalnya, yang ditambahkan pada atmosfir saat
ini akan menurun dengan relatif cepat karena terurai oleh proses alami. Tetapi,
jumlah CFC-N yang sama masih akan tetap aktif sampai awal abad ke-22. Dampak
keseluruhan dari sebuah GRK, dengan mempertimbangkan efek radioaktif dan masa
hidupnya, disebut sebagai potensi pemanasan globalnya.
Efek gabungan dari berbagai
GRK yang sejauh ini ditambahkan pada atmosfir akibat kegiatan manusia setara dengan
50% peningkatan konsentrasi CO2. Dari jumlah ini, sekitar setengah
ditimbulkan oleh CO2 sendiri, sisanya oleh GRK yang lain.
Di atas telah dijelaskan
sumber-sumber GRK, ERK dan kemungkinan dampaknya yang sangat luas. Hal ini
adalah masalah global, masalah seluruh umat manusia di planet bumi. Bagaimana
menyikapinya? Setiap negara, setiap daerah dalam setiap negara, setiap kelompok,
bahkan perorangan, harus mempunyai komitmen yang sama untuk menurunkan emisi
GRK sampai ke tingkat yang sama dengan kondisi pra industri. Meskipun kondisi
ini hampir mustahil bisa dicapai, tetapi tetap harus diupayakan.
Bagaimana caranya? Sosalisasikan
bahaya emisi GRK; tekan seminimal mungkin penggundulan hutan dan tanam
tumbuh-tumbuhan sebanyak mungkin; kurangi penggunaan energi fosil dan pada saat
yang bersamaan cari energi altenatif yang bersumber pada energi matahari,
energi angin, energi air dan/atau energi nuklir (sumber-sumber energi ini
sangat minim mengeluarkan emisi GRK); cari pengganti CFC yang masa hidupnya di
atmosfir lebih pendek; kembangkan varietas padi dan ternak yang minim
menghasilkan gas metana, dan lain-lain.
Kutipan dari Dosen Fisika dan Ka. Pusat Penelitian Kebumian dan Mitigasi
Bencana Alam - Lembaga Penelitian UNTAD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar