Jumat, 16 Agustus 2013

Efek Rumah Kaca



Gas-gas rumah kaca telah dibicarakan sejak abad ke-19, atau sejak 180 tahun terakhir. Jean Bapstite Fourier (1822 atau 1827), ahli matematika Perancis, merupakan orang pertama yang mengungkap tentang ”efek rumah kaca.” John Tyndall (1861), ilmuwan kelahiran Irlandia, menunjukkan bahwa penyerapan terhadap panas matahari oleh uap air di udara semakin meningkat dan telah mencapai 15 kali lebih besar dibandingkan oleh udara kering. Svante Arrhenius (1896), ilmuwan Swiss, telah menghitung dampak dari peningkatan jumlah karbondioksida (CO2) dalam atmosfir.
Apa yang dimaksud gas rumah kaca? Apa yang dimaksud efek rumah kaca? Apa dampaknya? Bagaimana menyikapinya? Pertanyaan-pertanyaan ini akan dijawab dalam tulisan ini. Untuk maksud tersebut penulis mengacu pada buku PEMANASAN GLOBAL: Siapakah yang Merasa Panas? (Gerald Foley, 1993), PENCEMARAN UDARA (Moestikahadi S., 2001) dan berita-berita terkini.

EFEK RUMAH KACA
Apa yang dimaksud efek rumah kaca (ERK)? ERK adalah proses di mana energi panas matahari yang diterima oleh amosfir dekat permukaan bumi lebih banyak dibanding energi panas yang dilepaskan kembali ke angkasa. Efeknya ialah temperatur bumi akan semakin meningkat dari yang sebelumnya. Hal ini terjadi karena pencemaran udara oleh gas-gas rumah kaca yang melebihi kadarnya.
ERK, disebut demikian karena kemiripannya dengan apa yang terjadi dalam sebuah rumah kaca ketika ditimpa sinar matahari. Sinar yang masuk melalui atap dan dinding kaca menghangatkan ruangan di dalamnya sehingga suhu di dalam ruangan menjadi lebih tinggi daripada di luar. Hal ini disebabkan kaca menghambat sebagian panas untuk keluar. Dengan kata lain, rumah kaca berfungsi sebagai perangkap panas. ERK terjadi di atmosfir pada lapisan troposfir (ketinggian rata-rata mencapai 10 km di atas permukaan laut).

SUHU BUMI
Dua planet terdekat dengan bumi, yaitu mars dan venus, memberikan ERK yang sangat kontras. Di mars, gas rumah kaca (GRK) telah hilang sama sekali, sehingga suhunya sangat rendah, sekitar -600 C, terlalu dingin untuk sebuah kehidupan. Sebaliknya, venus mempunyai konsentrasi GRK yang tinggi, sehingga suhunya mencapai 4800 C, terlalu panas untuk sebuah kehidupan, bahkan bisa melelehkan seng. Suhu bumi, berada di antara kedua kondisi ekstrem ini, rata-rata sekitar 150 C. Karena adanya GRK alami dalam atmosfir, suhu rata-ratanya menjadi sekitar 330 C. ERK alami ini memberi bumi sebuah iklim di mana tumbuhan, hewan, dan manusia dapat hidup. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, terutama sejak revolusi industri di Inggeris (abad ke-17), jumlah GRK dalam atmosfir meningkat secara teratur. Akibatnya, suhu di permukaan bumi juga mengalami peningkatan, lebih tinggi daripada masa pra-revolusi industri.

GAS-GAS RUMAH KACA
Apa yang dimaksud GRK? Adalah gas-gas yang tertimbun di atmosfir yang sifatnya ”menyerap” radiasi gelombang panjang (sinar infra merah) dan menyebabkan naiknya suhu di bumi. Atau, gas-gas di atmosfir yang bertindak sebagai rumah kaca. Namun, penting untuk dibedakan antara ”ERK yang merupakan sebuah proses alami” dengan ”ancaman yang disebabkan oleh berbagai aktivitas manusia yang memicu emisi GRK ke atmosfir.”
Gas-gas tertentu seperti karbon dioksida (CO2), karbon monooksida (CO), metana (CH4), nitrat oksida (N2O), klorofluorokarbon (CFC) buatan manusia, dan gas lainnya serta uap air telah membuat atmosfir bekerja sepeti rumah kaca. Selama beberapa dekade terakhir, emisi GRK meningkat, dan karenanya konsentrasi gas tersebut di atmosfir meningkat. Akibatnya, suhu di bumi meningkat. Planet bumi akan semakin panas. Hal ini dapat merusak kehidupan secara keseluruhan. Permukaan laut naik. Banyak pulau-pulau kecil dan dataran rendah di beberapa negara akan tenggelam. Frekuensi banjir dan gelombang pasang akan semakin meningkat. Perubahan iklim yang menggangu hampir semua aktivitas manusia akan semakin drastis terjadi. Lebih dari separuh manusia akan merasakan dampak ini, belum termasuk yang diakibatkan oleh dampak turunannya, misalnya akan terjadi gangguan ekologis, kekurangan pangan, yang semuanya akan berujung pada dampak sosial dan politik.
Sumber-sumber GRK sangat beragam tetapi dapat dikelompokkan dalam 2 kelompok, yakni: sumber yang bersifat alami dan akibat aktivitas manusia (antropogenik). Jenis GRK sangat beragam. Namun, hanya ada beberapa yang penting yang menangkap panas dari dalam atmosfir yakni: uap air dan CO2, metana, nitrat oksida dan ozon. Selain itu ada juga gas buatan, seperti klorofluorokarbon (CFC) yang mempunyai ERK sangat kuat.
Karbondioksida (CO2) adalah GRK terpenting yang sedang ditimbun dalam atmosfir oleh berbagai aktivitas manusia. Umurnya di atmosfir 50 - 200 tahun. Laju peningkatannya dalam atmosfir 0,5% per tahun.
Metana (CH4) terdapat secara alami, mudah terbakar dan menghasilkan CO2 sebagai sampingan. CH4 relatif mudah diuraikan dan diperkirakan mempunyai masa hidup sekitar 10 tahun dalam atmosfir. Laju peningkatannya dalam atmosfir 0,9% per tahun.
Nitrat Oksida (N2O) juga terdapat secara alami. Umurnya sangat panjang, sekitar 150 tahun. Karenanya, sekecil apapun emisinya dapat meningkatkan konsentrasi GRK. Laju peningkatannya dalam atmosfir 0,2% per tahun.
Klorofluorokarbon (CFC) adalah gas buatan, tidak beracun, tidak mudah terbakar dan amat stabil sehingga banyak digunakan dalam berbagai alat. Ada 2 jenis CFC yang umum digunakan, yakni CFC-11 dan CFC-12. Gas CFC-11 dapat tetap berada dalam atmosfir sekitar 65 tahun dan CFC-12 sekitar 130 tahun. Keduanya merupakan GRK yang amat kuat. Laju peningkatannya dalam atmosfir 0,4% per tahun.
Ozon (O3) terdapat secara alami di atmosfir. O3 pada stratosfer, yang sering disebut ”lapisan ozon,” menyerap radiasi ultraviolet. Radiasi ini menyebabkan kanker kulit, merusak mata dan diduga dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh. Juga dapat menurunkan hasil panen dan merusak ganggang laut. O3 merupakan GRK yang tidak stabil, hanya tahan beberapa minggu dalam atmosfir. Walaupun demikian, ozon mempunyai efek penting yang makin meningkat. Laju peningkatannya dalam atmosfir 1% per tahun.
Uap air dan gas lain. Uap air dan sejumlah gas buatan lainnya seperti karbontetraklorida dan halokarbon juga menimbulkan ERK. Uap merupakan faktor penting dalam menentukan efek akhir dari peningkatan emisi GRK yang disebabkan oleh kegiatan manusia. Jika bumi menjadi lebih panas, jumlah uap air dalam atmosfir akan meningkat. Ini akan meningkatkan ERK serta makin memicu pemanasan global yang sedang terjadi. Sedangkan gas-gas buatan tersebut, efeknya masih kecil. Namun demikian, tetap penting untuk mengetahui emisi yang ditambahkan ke atmosfir.

EFEK GABUNGAN
Cukup rumit menghitung efek gabungan dari berbagai GRK tersebut. Efek dari masing-masing gas tersebut tidak hanya tergantung pada sifat-sifat rumah kacanya, tetapi juga pada masa hidupnya dalam atmosfir. ERK dari sejumlah tertentu metana, misalnya, yang ditambahkan pada atmosfir saat ini akan menurun dengan relatif cepat karena terurai oleh proses alami. Tetapi, jumlah CFC-N yang sama masih akan tetap aktif sampai awal abad ke-22. Dampak keseluruhan dari sebuah GRK, dengan mempertimbangkan efek radioaktif dan masa hidupnya, disebut sebagai potensi pemanasan globalnya.
Efek gabungan dari berbagai GRK yang sejauh ini ditambahkan pada atmosfir akibat kegiatan manusia setara dengan 50% peningkatan konsentrasi CO2. Dari jumlah ini, sekitar setengah ditimbulkan oleh CO2 sendiri, sisanya oleh GRK yang lain.
Di atas telah dijelaskan sumber-sumber GRK, ERK dan kemungkinan dampaknya yang sangat luas. Hal ini adalah masalah global, masalah seluruh umat manusia di planet bumi. Bagaimana menyikapinya? Setiap negara, setiap daerah dalam setiap negara, setiap kelompok, bahkan perorangan, harus mempunyai komitmen yang sama untuk menurunkan emisi GRK sampai ke tingkat yang sama dengan kondisi pra industri. Meskipun kondisi ini hampir mustahil bisa dicapai, tetapi tetap harus diupayakan.
Bagaimana caranya? Sosalisasikan bahaya emisi GRK; tekan seminimal mungkin penggundulan hutan dan tanam tumbuh-tumbuhan sebanyak mungkin; kurangi penggunaan energi fosil dan pada saat yang bersamaan cari energi altenatif yang bersumber pada energi matahari, energi angin, energi air dan/atau energi nuklir (sumber-sumber energi ini sangat minim mengeluarkan emisi GRK); cari pengganti CFC yang masa hidupnya di atmosfir lebih pendek; kembangkan varietas padi dan ternak yang minim menghasilkan gas metana, dan lain-lain.

Kutipan dari Dosen Fisika dan Ka. Pusat Penelitian Kebumian dan Mitigasi Bencana Alam - Lembaga Penelitian UNTAD

Tidak ada komentar:

Posting Komentar