Kota secara fisik dapat didefinisikan sebagai area
yang terdiri atas bangunan-bangunan yang saling berdekatan yang berada di atas
tanah atau dekat dengan tanah, instalasi-instalasi di bawah tanah dan
kegiatan-kegiatan di dalam ruangan kosong di angkasa. Bangunan merupakan tempat
yang dapat memberikan perlindungan bagi manusia untuk dapat bertahan hidup.
Oleh karenanya, bangunan merupakan unsur pertama yang dibangun di kota setelah
air dan makanan tersedia.
Kategori utama penggunaan bangunan yang terdiri atas
permukiman, komersial, industri, pemerintahan, transportasi merupakan
unsurunsur pembentuk pola penggunaan tanah kota. Selain tersusun atas bangunan seperti
kategori di atas, kota juga berisikan struktur atau bangunan yang lain yang bukan
berupa bangunan gedung, yaitu: jembatan, gardu-gardu listrik, pengilangan minyak,
dan berbagai instalasi lain yang tidak lazim disebut sebagai bangunan, karena
struktur bangunan tersebut tidak sebagaimana bangunan umumnya dalam hal
menutupi tanah yang ada dibawahnya. Struktur-struktur yang bukan berupa bangunan
juga memiliki fungsi yang penting bagi sebuah kota, sebagaimana pentingnya
bangunan gedung. Kota juga tersusun atas jaringan utilitas yang berada di bawah
permukaan tanah. Bangunan gedung di atas baik yang digunakan untuk permukiman,
komersil, industri, pemerintahan maupun transportasi akan terhubung dengan
jaringan utilitas umum yang ada di bawah tanah seperti jaringan air bersih, kabel
telepon, saluran pengolahan limbah, bak-bak penampungan, gorong-gorong, saluran
irigasi dan pengendali banjir (Branch, 1996).
Secara sosial kota dapat dilihat sebagai komunitas
yang diciptakan pada awalnya untuk meningkatkan produktivitas, melalui
konsentrasi dan spesialiasi tenaga kerja dan memungkinkan adanya diversitas
intelektual, kebudayaan, dan kegiatan rekreatif di kota-kota. Suatu wilayah
disebut sebagai kota jika wilayah tersebut mampu untuk menyediakan kebutuhan/pelayanan
yang dibutuhkan oleh penduduk pada komunitas tersebut.
1.
Masalah Permukiman
Pada dasarnya kota terdiri dari bangunan
tempat tinggal, perkantoran dan perniagaan. Gambaran tentang satu kota selalu
berupa susunan bangunan fisik yang berjejer sepanjang jalan ekonomi, gugus
perkantoran pemerintahan dan perniagaan, perkampungan atau permukiman warga
kota, rumah ibadah dan pertamanan. Seluruh bangunan fisik ini biasanya
berkembang lebih lambat dibanding dengan pertambahan penduduk kota, baik
pertambahan penduduk kota secara alami maupun karena derasnya arus urbanisasi
(Marbun, 1994).
Permukiman sebagai bagian dari
lingkungan hidup dan merupakan lingkungan hidup buatan adalah salah satu hasil
kegiatan manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Permukiman terdiri
dari kumpulan rumah yang dilengkapi dengan prasarana lingkungan, dan berfungsi
sebagai sarana tempat tinggal untuk beristirahat setelah melakukan tugas
sehari-hari, tempat bernaung dan melindungi diri maupun keluarganya untuk
mencapai kesejateraan dan kebahagiaan lahir dan batin.
Permukiman sebagai wadah kehidupan
manusia bukan hanya menyangkut aspek fisik dan teknis saja tetapi juga aspek
sosial, ekonomi dan budaya dari para penghuninya. Tidak hanya menyangkut
kuantitas melainkan juga kualitas. Selama ini kawasan pemukiman baru lebih
ditekankan pada aspek fisik bangunannya saja. Sedangkan permukiman lama yang
sudah ada tumbuh dan berkembang dengan pesat tanpa terkendali karena kurang
adanya tertib dan pengawasan pembangunan. Kedua hal di atas tersebut
mengakibatkan semakin menurunnya kualitas permukiman dalam arti (Marbun, 1994):
a. Kepadatan
bangunan yang terlalu tinggi.
b. Lenyapnya
taman-taman dan ruang terbuka.
c. Tidak
mencukupinya jaringan air bersih, listrik dan pembuangan air kotor.
d. Berkurangnya
tingkat pelayanan dan fasilitas umum seperti sekolah, tempat pertemuan dan
olahraga, rekreasi, dan lain-lain.
e. Hilangnya
ciri-ciri khas atau karakter spesifik dari daerah permukiman tertentu.
Menurunnya kualitas permukiman yang
disertai dengan meningkatnya pencemaran lingkungan dan menipisnya sumber daya
alam merupakan masalah penting bagi seluruh negara di dunia. Pembangunan dan
pengembangan kawasan permukiman merupakan prakondisi untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Sebab produktivitas manusia terutama sekali
tergantung pada tersedianya wadah yang memadai untuk bekerja, beristirahat
sekeluarga dan bermasyarakat.
Agar suatu permukiman dapat dikatakan
baik, maka suatu permukiman harus memenuhi syarat-syarat tertentu, antara lain
(Departemen Pekerjaan Umum dalam Nasoetion, 1997):
a. Lokasi
kawasan yang baik, seperti tidak terganggu polusi, tidak berada di bawah
permukaan air setempat, mempunyai kemiringan rata-rata, memberikan kemungkinan
untuk perkembangan selanjutnya, ada keterpaduan antara tatanan kegiatan alam
yang mewadahinya.
b. Kualitas
hunian yang baik, seperti kualitas bahan bangunan yang memenuhi syarat,
ventilasi yang cukup, kepadatan bangunan, perbandingan antara luas bangunan
dengan kepadatan penghuni, tersedianya penampungan dan pembuangan kotoran
manusia.
c. Ada
prasarana lingkungan yang baik, seperti jalan, air bersih, saluran air minum,
saluran air limbah, salurran air hujan, pembuangan sampah, dan tersedianya
jaringan listrik. Sarana lingkungan yang sesuai dengan kepadatan penduduk,
seperti sarana pendidikan, kesehatan, peribadatan, ruang terbuka hijau, dan
lain-lain.
2.
Masalah Lingkungan
Laju urbanisasi dan pembangunan kota
yang tinggi akan membawa dampak tersendiri bagi lingkungan hidup di dalam
maupun di sekitar kota. Perkembangan aktivitas ekonomi, social, budaya dan
jumlah penduduk membawa perubahan besar dalam keseimbangan lingkungan hidup di
kota. Aktivitas kota dan pertumbuhan penduduk tersebut telah menyita areal
taman, tanah kosong, hutan ladang di sekelilingnya untuk tempat tinggal, tempat
usaha, tempat pendidikan, kantor, ataupun tempat berolahraga dan untuk jalan.
Hal ini otomatis memperburuk keseimbangan lingkungan mulai dari menciutnya
areal tanaman, merosotnya daya absorbsi tanah yang kemudian sering berakibat
banjir apabila hujan, sampai masalah sampah dengan segala akibatnya.
Demikian pula dengan perkembangan
industri dan teknologi mencemari lingkungan dengan asap knalpopt kendaraan
bermotor, jelaga dari cerobong pabrik, air buangan pabrik dan segala buangan
produk obat-obatan anti hama seperti DDT dan lain-lain. Sampah plastik juga
turut menambah permasalahan bagi lingkungan hidup karena tidak hancur lebur
dengan tanah seperti sampah daun atau sampah lainnya yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan. Akibat dari pembangunan kota dan perkembangan teknologi ini
adalah timbulnya pencemaran lingkungan yang berupa (Marbun, 1994):
a. Pencemaran
udara;
b. Pencemaran
air;
c. Pencemaran
tanah;
d. Kebisingan.
Akibat atau bahaya yang ditimbulkan oleh
pencemaran lingkungan secara garis besar merugikan manusia, terutama mereka
yang tinggal di kota. Kota-kota di Indonesia dan beberapa kota dunia, umumnya
menjadi pelanggan penyakit menular seperti kolera, thypus, sesak nafas dan
lain-lain. Udara di kota menjadi panas dan berdebu. Air minum tercemar oleh
berbagai macam bakteri dan zat kimia yang merugikan kesehatan (Marbun, 1994).
Bahaya pencemaran lingkungan hidup di
kota-kota Indonesia semakin hari semakin serius dan akan memberi dampak yang
berbahaya pada jangka panjang jika tidak segera diambil langkah-langkah konkrit
dalam menanggulangi masalah lingkungan hidup. Beberapa langkah yang dapat
diambil oleh pemerintah dan masyarakat dalam menanggulangi masalalah lingkungan
hidup antara lain (Marbun, 1994):
a. Menciptakan
peraturan standar yang mengatur segala seluk beluk persyaratan pendirian pabrik
atau industri;
b. Adanya
perencanaan lokasi industri yang tepat dan relokasi bagi industry yang pada
saat ini dirasa sudah kurang tepat;
c. Memilih
proses industri yang minim polusi dilihat dari segi bahan baku, reaksi kimia,
penggunaan air, asap, peyimpanan bahan baku dan barang jadi, serta transportasi
dan penyaluran cairan buangan;
d. Pengelolaan
sumber-sumber air secara berencana disertai pengamatan terhadap segala aspek
yang berhubungan dengan pengolahan air tersebut berikut saluran irigasi yang
teratur. Cairan buangan yang berasal dari pabrik yang belum dijernihkan jangan
beracmpu dengan sungai yang biasanya banyak dipakai untuk kepentingan air minum
dan air cuci;
e. Pembuatan
sistem pengolahan air limbah secara kolektif dari seluruh industri yang berada di
daerah industri tertentu;
f. Penanaman
pohon-pohon secara merata dan berencana di seluruh kota yang diharapkan dapat
mengurangi debu, panas dan sekaligus menghisap zat kimia yang beterbangan
diudara yang kalau mendarat di paru-paru atau bahan makanan dapat menimbulkan
penyakit.
g. Peraturan
dan penggunaan tanah berdasar rencana induk pembangunan kota sesuai dengan
peruntukannya secara berimbang.
h. Perbaikan
lingkungan sosial ekonomi masyarakat hingga mencapai taraf hidup yang memenuhi
pendidikan, komunikasi dan untuk belanja seharihari.
Penduduk kota tidak akan sempat berpikir
tentang masalah lingkungan hidup kalau tingkat kesejateraan mereka masih di
bawah ratarata.
3.
Masalah Pendidikan dan Kesehatan
Pendidikan dan kesehatan merupakan
tujuan pembangunan yang mendasar. Kesehatan merupakan inti dari kesejahteraan,
dan pendidikan adalah hal pokok untuk menggapai kehidupan yang memuaskan dan
berharga; keduanya adalah hal yang fundamental untuk membentuk kemampuan
manusia yang lebih luas yang berada pada inti pembangunan. Pendidikan memainkan
peranan utama dalam membentuk kemampuan sebuah negara berkembang untuk menyerap
teknologi modern untuk mengembangkan kapasitas agara tercipta pertumbuhan serta
pembangunan yang berkelanjutan. Demikian pula halnya dengan kesehatan, kesehatan
merupakan prasyarat bagi peningkatan produktivitas, sementara keberhasilan
pendidikan juga bertumpu pada kesehatan yang baik. Oleh karena itu kesehatan
dan pendidikan juga dapat dilihat sebagai komponen pertumbuhan dan pembangunan
yang vital sebagai input fungsi produksi agregat. Peran gandanya sebagai input
maupun output menyebabkan kesehatan dan pendidikan sangat penting dalam
pembangunan ekonomi (Todaro dan Smith, 2006).
Karena perannya yang sangat penting maka
pelayanan pendidikan dan kesehatan harus senantiasa ditingkatkan baik kuantitas
maupun kualitasnya. Todaro dan Smith (2006) mengatakan pada tahun 1950,
sebanyak 280 dari setiap 1.000 anak di semua negara berkembang meninggal
sebelum mencapai usia lima tahun. Pada tahun 2002, angka tersebut telah menurun
menjadi 120 per 1.000 di negara-negara miskin, dan 37 per 1.000 di
negara-negara berpendapatan menengah, sementara negara-negara berpendapatan
tinggi berhasil menekan angka tersebut menjadi 7 per 1.000 anak. Demikian pula
halnya dengan pendidikan, sejak beberapa dekade terakhir kemampuan baca tulis (literacy)
dan pendidikan dasar sudah dinikmati secara meluas oleh sebagian besar orang di
negara-negara berkembang. PBB melaporkan bahwa walaupun masih terdapat 857 juta
orang berusia di atas 15 tahun yang buta huruf di dunia pada tahun 2000, namun
sekarang 80 persen penduduk dunia telah mampu membaca dan menulis dibandingkan
dengan 63 persen pada tahun 1970.
Jhingan (2004) memasukkan pendidikan dan
kesehatan sebagai salah satu unsur modal manusia. Menurut Jhingan (2004) modal
manusia adalah pengetahuan, keterampilan dan kemampuan seluruh rakyat suatu
negara, termasuk juga kesehatan. Menurut Jhingan (2004) dalam proses
pertumbuhan, lazimnya orang lebih menekankan arti penting akumulasi modal
fisik. Harbison dan Meyers dalam Jhingan (2004) menjelaskan bahwa sekarang
makin disadari bahwa pertumbuhan persediaan modal nyata sampai batas-batas
tertentu tergantung pada pembentukan modal manusia yaitu proses peningkatan
pengetahuan, keterampilan dan kemampuan seluruh rakyat suatu negara. Penanaman
modal pada modal manusia (pendidikan dan kesehatan) sangatlah penting. Jhingan (2004)
mengatakan kebutuhan investasi pada pembentukan modal manusia di dalam
perekonomian terutama di negara terbelakang dan berkembang menjadi penting
karena ternyata investasi modal fisik secara besar-besaran ternyata tidak mampu
mempercepat laju pertumbuhan, lantaran sumber manusianya terbelakang.
Pertumbuhan sudah barang tentu dapat
juga terjadi melalui pembentukan modal kovensional meskipun tenaga buruh yang
ada kurang terampil dan kurang pengetahuan. Tetapi laju pertumbuhan tersebut
akan sangat terbatas tanpa adanya faktor modal manusia. Karena itu, modal
manusia diperlukan untuk menyiapkan tenaga-tenaga pemerintahan yang semakin
penting untuk memperkenalkan system baru penggunaan lahan dan metode baru
pertanian, untuk membangun peralatan baru komunikasi, untuk melaksanakan
industrialisasi, dan untuk membangun sistem pendidikan. Dengan kata lain,
pembaharuan atau proses perubahan dari masyarakat statis atau tradisional,
memerlukan sejumlah besar modal manusia strategis.
terimakasih, sangat membantu dalam mengerjakan tugas. tapi ada yang kurang, yaitu daftar pustaka
BalasHapus