Terdapat beberapa cara untuk menetapkan suatu
perwilayahan/regionalisasi. Esensi perwilayahan adalah membagi/mengelompokkan/mengklasifikasi
suatu wilayah yang luas (misal wilayah negara) ke dalam beberapa wilayah
yang lebih kecil dalam suatu kesatuan. Suatu perwilayahan dapat
diklasifikasikan berdasar tujuan pembentukan wilayah itu sendiri. Dasar perwilayahan
dapat dibedakan sebagai berikut (Tarigan, R., 2009):
1. Berdasar wilayah administrasi
pemerintahan, di Indonesia dikenal wilayah kekuasaan pemerintahan provinsi,
kabupaten/kota, kecamatan, desa/ kelurahan, dan dusun/lingkungan;
2. Berdasar kesamaan kondisi (homogenity),
yang paling umum adalah berdasarkan kesamaan kondisi fisik/sosial-budaya;
3. Berdasar ruang lingkup pengaruh ekonomi.
Pewilayahan dengan pendekatan ini perlu ditetapkan terlebih dulu beberapa pusat
pertumbuhan (growth pole/growth centre) yang kira-kira sama besar/rankingnya,
selanjutnya ditetapkan batas-batas pengaruhnya dari setiap pusat pertumbuhan.
Perwilayahan seperti ini biasanya dibutuhkan apabila menggunakan pendekatan
regional dalam perencanaan pengembangan wilayah (regional planning);
4. Berdasar wilayah perencanaan/program.
Dalam hal ini ditetapkan batas-batas wilayah/daerah yang terkena suatu
program/proyek dimana wilayah tersebut termasuk dalam suatu perencanaan untuk
tujuan khusus (bisa meliputi di dalamnya beberapa wilayah administrasi).
Masing-masing cara perwilayahan/regionalisasi
mempunyai kelebihan dan kekurangan sendiri-sendiri. Cara perwilayahan mana yang
paling cocok diterapkan tergantung pada tujuan studi/perencanaan yang dilakukan.
Beberapa kelebihan dan kekurangan model perwilayahan diantaranya (Tarigan, R.,
2009):
1. Perwilayahan berdasarkan administrasi
pemerintahan meskipun dirasa kurang efisien tetapi tidak mudah diganti karena
menyangkut sejarah, ditetapkan dengan undang-undang dan terdapat fanatisme kedaerahan
dalam masyarakatnya. Perubahan perwilayahan membutuhkan ketetapan undang-undang
dan mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Pemerintah
Pusat. Salah satu keunggulan model perwilayahan ini adalah dapat ditetapkannya
batas wilayah secara jelas dan terstruktur;
2. Perwilayahan berdasarkan homogenitas
terutama berguna bagi perencana sektoral. Daerah-daerah yang memiliki kesamaan dalam
sektor yang dibahas dapat dijadikan satu wilayah. Dapat dibuat satu pusat
pelayanan dan program yang sama/sejenis sebagai pemecahan masalah yang tepat
dan efisien, meskipun pada beberapa kasus seringpula terjadi tumpang-tindih (overlaping)
terutama pada daerah-daerah yang mempunyai lebih dari satu sektor
potensial. Kelemahan model perwilayahan ini adalah batas luar sulit ditentukan
sehingga umumnya juga memanfaatkan batas wilayah administratif. Hal ini juga
mempermudah pengumpulan data dan pengaturan kebijakan pengembangan
masing-masing wilayah;
3. Perwilayahan berdasarkan pengaruh
ekonomi mengenal adanya pusat-pusat pertumbuhan yang masing-masing memiliki
daerah belakang (hinterland). daerah belakang (hinterland) merupakan
wilayah pengaruh sebuah pusat pertumbuhan/kota dimana dalam memenuhi
kebutuhannya dan menjual hasil produksinya cenderung bergantung kepada
pusat/kota tersebut, termasuk pemenuhan kebutuhan pendidikan, kesehatan atau
rekreasi. Cara perwilayahan ini bersifat makroregional (tidak atas dasar
melihat sektor yang ada di wilayah tersebut secara satu per satu), artinya
seluruh sector yang beroperasi di wilayah tersebut memiliki ketergantungan
antara pusat pertumbuhan dan hinterland-nya. Perwilayahan model ini lebih
tepat untuk Perencanaan ekonomi daerah, karena menyangkut seluruh aspek
pengembangan wilayah dan mengandung aspek keterikatan/ketergantungan antar
wilayahnya. Kelemahan model ini adalah sulitnya menetapkan batas pengaruh dari
suatu pusat pertumbuhan dan perubahannya karena perkembangan daerah sendiri dan
daerah tetangga yang ada di sekitarnya;
4. Perwilayahan berdasarkan program/suatu
perencanaan khusus sering bersifat insidentil dan sementara. Sifat perwilayahan
berorientasi pada suatu program yang disusun untuk suatu tujuan khusus
tertentu. Misalnya penanggulangan banjir di salah satu/beberapa alur sungai,
wilayah yang diikutkan dalam perencanaan tersebut adalah mulai dari muara
sungai, daerah kiri-kanan alur sungai sampai dengan pegunungan yang merupakan
sumber mata air dari sungai tersebut. Pewilayahan akan sirna apabila program tersebut
berakhir dan tidak ada tindak lanjut (follow up) program tersebut.
Sumber:
Perencanaan
Pengembangan Wilayah (Aziz Budianta S.Si, MT dkk, 2011)