Jumat, 20 September 2013

Ruang Sebagai Wilayah



Wilayah dapat dilihat sebagai suatu ruang pada permukaan bumi. Pengertian permukaan bumi adalah menunjuk pada tempat/lokasi yang dilihat secara horizontal dan vertikal. Di dalamnya termasuk apa yang ada pada, di atas dan di bawah permukaan bumi. Karena yang dibicarakan ruang dalam kaitannya dengan kepentingan manusia, perlu dibatasi bahwa ruang pada permukaan bumi itu adalah sejauh manusia bisa menjangkau atau masih berguna bagi manusia (ditinjau dari pandangan anthropocentris). Menurut Glasson (1974) dalam Tarigan, R. (2009) terdapat 2 (dua) cara pandang tentang wilayah yaitu pandangan subyektif dan pandangan obyektif. Cara pandang subyektif, yaitu wilayah adalah alat untuk mengidentifikasi suatu lokasi yang didasarkan atas kriteria tertentu/tujuan tertentu. Dengan demikian banyaknya wilayah tergantung pada kriteria yang digunakan. Wilayah hanyalah suatu model agar bisa dibedakan satu lokasi dengan lokasi yang lainnya.
Hal ini diperlukan untuk membantu manusia mempelajari dunia ini secara sistematis. Sedangkan pandangan obyektif menyatakan bahwa wilayah itu benar-benar ada dan dapat dibedakan dari ciri/gejala alam di setiap wilayah (misalnya dari unsur musim/temperatur, topografi, jenis tumbuhan, kepadatan penduduk, dan sebagainya atau gabungan dari unsur/ciri tersebut). Menggunakan pandangan obyektif membuat jenis analisis atas ruang menjadi terbatas.
Dalam rangka kepentingan studi maka pandangan subyektif lebih sering digunakan karena dapat disesuaikan dengan tujuan studi itu sendiri. Pandangan obyektif melihat ruang itu sebagai sesuatu yang nyata/konkret, yang jelas batas-batasnya. Akan tetapi hal ini tidak menyatakan bahwa pandangan subyektif berarti ruang itu khayal. Pandangan subyektif menyatakan bahwa pengelompokkan ruang didasarkan atas kriteria yang digunakan. Memang batas ruang wilayah di lapangan seringkali bukan kasat mata, akan tetapi dengan melakukan pengamatan seksama, perhitungan, dan bantuan peralatan tertentu kita masih bisa menyatakan sesuatu lokasi itu masuk ke dalam wilayah mana dari pengelompokkan yang sudah dibuat. Setidaknya batas tersebut dapat digambarkan dalam peta. Menurut Hanafiah (1982) unsur-unsur ruang yang terpenting adalah: jarak, lokasi, bentuk, dan ukuran/skala. Artinya pada setiap wilayah harus memiliki keempat unsur tersebut. Unsur-unsur tersebut secara bersama-sama membentuk/menyusun suatu unit ruang yang disebut wilayah yang dapat dibedakan dari wilayah lainnya.
Glasson (1974) menyatakan bahwa wilayah dapat dibedakan berdasarkan kondisinya atau berdasarkan fungsinya. Berdasar kondisinya, wilayah dapat dikelompokkan atas keseragaman isi (homogenity), misalnya: wilayah perkebunan, wilayah peternakan, wilayah industri, dan sebagainya, sedangkan berdasarkan fungsinya suatu wilayah dapat dibedakan misalnya kota dengan wilayah di belakangnya, lokasi produksi dengan wilayah pemasarannya, susunan orde perkotaan, jenjang/hierarkhi jalur transportasi, dan sebagainya. Hartshorn (1988) menggunakan istilah uniform dan nodal dengan pengertian yang sama untuk kondisi dan fungsi dari Glasson.
Menurut Haggett (1977), terdapat 3 (tiga) jenis wilayah yaitu: homogeneous regions, nodal regions, dan planning/ programming regions. Sedangkan Adisasmita, H.R. (2005) dengan mengacu pada logika Aristoteles (yaitu dari segi tinjauan material, hubungan formal, dan tujuan akhirnya) membedakan wilayah menjadi 4 (empat), yaitu: wilayah homogen (homogeneous region), wilayah polarisasi (polarization region) atau wilayah nodal (nodal region), dan wilayah perencanaan (planning region) atau wilayah program (programming region).
Wilayah homogen diartikan sebagai suatu konsep yang menganggap bahwa wilayah-wilayah geografis dapat dikaitkan bersama-sama menjadi sebuah wilayah tunggal, apabila wilayah-wilayah tersebut mempunyai karakteristik yang serupa. Ciri-ciri atau karakteristik tersebut dapat bersifat ekonomi (misalnya struktur produksinya hampir sama, atau pola konsumsinya homogen), bersifat geografis (misalnya keadaan topografi atau iklim yang serupa), dan bahkan dapat pula bersifat sosial/politis (misalnya kepribadian masyarakat yang khas sehingga mudah dibedakan dengan karakteristik wilayah-wilayah lainnya).
Wilayah-wilayah nodal/pusat atau wilayah-wilayah polarisasi/ berkutub terdiri dari satuan-satuan wilayah yang heterogen. Misalnya distribusi penduduk yang terkonsentrasi pada tempat-tempat tertentu akan mengakibatkan lahirnya kota-kota besar, kotamadya, dan kotakota kecil lainnya, sedangkan penduduk di daerah-daerah perdesaan relatif jarang. Sedangkan wilayah perencanaan atau wilayah program sangat penting artinya apabila dikaitkan dengan masalah-masalah kebijaksanaan wilayah. Pada tingkat nasional atau wilayah, tata ruang perencanaan oleh penguasa nasional, wilayah difungsikan sebagai alat untuk mencapai sasaran pembangunan yang telah ditetapkan.
Pembagian wilayah perencanaan disusun berdasarkan pada analisis kegiatan pembangunan sektoral yang terlokalisasi pada satuan lingkungan geografis. Wilayah perencanaan merupakan suatu wilayah pengembangan, dimana program-program pembangunan dilaksanakan. Dalam hal ini penting untuk diperhatikan adalah persoalan koordinasi dan desentralisasi sehingga pembangunan wilayah dapat ditingkatkan dan dikembangkan. Misalnya dalam pembangunan nasional Indonesia, pengambil keputusan untuk program-program pembangunan tertentu dilakukan di Jakarta, akan tetapi dapat saja pelaksanaannya dilakukan di daerah atau pusat-pusat pembangunan di luar Jakarta (Adisasmita, H.R., 2005).
Menurut Hanafiah (1982), wilayah dapat pula dibedakan atas konsep absolut dan konsep relatif. Konsep absolut didasarkan pada keadaan fisik, sedangkan konsep relatif selain memperhatikan factor fisik juga sekaligus memperhatikan fungsi sosial-ekonomi dari ruang tersebut. Beberapa definisi ruang secara absolut (Tarigan, R., 2009):
1.    Wilayah adalah sebutan untuk lingkungan permukiman bumi yang tentu batasnya (Purnomo Sidi, 1981);
2.    Sesuatu ruang di permukaan bumi mempunyai lokasi yang tetap dan tepat, jarak terdekat antara dua titik adalah garis lurus (Immanuel Kant dalam Hanafiah (1982);
3.    Wilayah adalah suatu area dengan lokasi spesifik dan dalam aspek tertentu berbeda dengan area lain (jadi berupa mosaik) (Hartshorn dalam Hanafiah (1982).

Konsep ruang secara relatif, selain keadaan fisik juga diperhatikan aspek sosial-ekonomi, misalnya: jarak diukur secara fungsional berdasarkan unit waktu, ongkos, dan usaha. Unsur persepsi manusia atas dunia nyata (real world) sudah dimasukkan. Konsep ruang yang digunakan tergantung pada masalah yang dibahas. Permasalahan sosial dan ekonomi umumnya menggunakan konsep ruang relatif, sedangkan dalam perencanaan fisik (terutama untuk ruang sempit) umumnya menggunakan konsep ruang absolut (Tarigan, R., 2009).

Sumber:
Perencanaan Pengembangan Wilayah (Aziz Budianta S.Si, MT dkk, 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar