Home » , » Implementasi Kebijakan Penataan Wilayah Pesisir

Implementasi Kebijakan Penataan Wilayah Pesisir

Written By Tasrif Landoala on Sabtu, 05 Oktober 2013 | 22.25



Kebijakan penataan ruang wilayah pesisir pada dasarnya ditempuh untuk memenuhi tujuan-tujuan sebagai berikut: Mewujudkan pembangunan berkelanjutan pada kawasan pesisir, termasuk kota-kota pantai dengan segenap penghuni dan kelengkapannya (prasarana dan sarana) sehingga fungsi-fungsi kawasan dan kota sebagai sumber pangan (source of nourishment) dapat tetap berlangsung; Mengurangi kerentanan (vulnerability) dari kawasan pesisir dan para pemukimnya (inhabitants) dari ancaman kenaikan muka air laut,  banjir, abrasi, dan ancaman alam (natural hazards) lainnya; Mempertahankan berlangsungnya proses ekologis esensial sebagai sistem pendukung kehidupan dan keanekaragaman hayati pada wilayah pesisir agar tetap lestari yang dicapai melalui keterpaduan pengelolaan sumber daya alam dari hulu hingga ke hilir (integrated coastal zone management) (Darwanto, 2000).
Menurut Nurlia (1999), hal-hal yang perlu dilakukan dalam penataan ruang kelautan dan pesisir adalah sebagai berikut :
1.   Pengenalan kondisi pemanfaatan ruang laut dan pesisir yang ada mencakup kegiatan analisis sumberdaya di laut, batasan wilayah laut dimana suatu wilayah atau negara mempunyai wewenang,  analisis pendekatan teknologi yang mungkin dibutuhkan dalam pengembangan sumberdaya yang ada, identifikasi sektor-sektor dalam pemanfaatan ruang dan sumberdaya kelautan, identifikasi kesepakatan nasional dan konvensi internasional mengenai pemanfaatan ruang laut serta analisis hubungan fungsional secara sosial ekonomi antara pemanfaatan ruang laut dan udara.
2.  Pengenalan dimensi spasial pembangunan suatu daerah meliputi analisis tujuan dan sasaran makro pembangunan daerah, analisis pola ekonomi ruang darat dan laut yang sesuai untuk mewujudkan tujuan pembangunan serta analisis skenario pembangunan laut dalam konstelasi pengembangan ruang darat dan laut secara menyeluruh dan pemilihan alternatif yangada.

Penjabaran pola pembangunan ruang laut, kawasan-kawasan pesisir dan kawasan konservasi di laut dan pantai. Untuk mencapai pembangunan wilayah pesisir dsn lautan secara optimal dan berkelanjutan maka diperlukan kebijakan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan laut secara terpadu (Integrated Coastal and Marine Zone Management). Pada dasarnya arahan kebijakan pembangunan sumebrdaya wilayah pesisir dan laut meliputi empat aspek kutama yaitu (1) aspek teknis dan sosial, (2) aspek sosial ekonomi dan budaya, (3) aspek sosial politik, dan (4) aspek hukum serta kelembagaan termasuk pertahanan dan keamanan.
Implementasi kebijakan menurut Grindle (1980) dalam Wibawa (1994) ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Ide dasar Grindle adalah bahwa kebijakan ditransformasikan menjadi program aksi maupun proyek individual dan biaya telah disediakan, maka implementasi kebijakan dilakukan. Tetapi ini tidak berjalan mulus, tergantung pada implementability dari program itu, yang dapat dilihat pada isi dan konteks kebijakannya.
Secara sederhana tujuan implementasi kebijakan adalah untuk menetapkan arah agar tujuan kebijakan dapat direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan pemerintah. Karena itu, hal ini akan menyangkut penciptaan sistem pelaksanaan kebijakan yang juga merupakan alat khusus yang disusun untk mencapai tujuan khusus. Dengan demikian, kebijakan adalah suatu pernyataan tujuan secara luas, sasaran dan cara-cara, yang ekmudian diterjemahkan kedalam program-program tindakan yang dimaksudkann untuk mencapai tujuan yang ditetapkan dalam kebijakan (Wibawa, 1994).
Selanjutnya Salusu (2005) menyatakan bahwa implementasi adalah seperangkat kegiatan yang dilakukan menyusul suatu keputusan. Suatu keputusan selalu dimaksudkan untuk mencapai sasaran tertentu, guna merealisasikan pencapaian sasaran itu, sehingga diperlukan serangkaian aktivitas. Jadi dapat dikatakan bahwa implementasi adalah operasionalisasi dari berbagai aktivitas guna mencapai sasaran tertentu.
Menurut Abdullah (1988), pengertian dan unsur-unsur pokok dari proses implementasi adalah sebagai berikut :
1. Proses implementasi program (kebijakan) adalah rangkaian tindak lanjut (setelah sabuah program atau kebijakan diterapkan), yang terdiri atas pengambilan keputusan, langkah-langkah strategis maupun operasional yang ditempuh guna mewujudkan suatu program atau kebijakan menjadi kenyataan guna mencapai sasaran dari program yang ditetapkan semula.
2.  Proses implementasi dalam kenyataan sesungguhnya dapat berhasil, kurang berhasil ataupun gagal sama sekali, ditinjau dari sudut hasil yang dicapai atau out come, karena dalam proses tersebut turut bermain dan terlibat sebagai unsur yang pengaruhnya dapat bersifat mendukung maupun menghambat pencapaian sasaran program.
3.    Dalam proses implementasi sekurang-kurangnya terdapat tiga unsur yang penting dan mutlak yaitu: (1) adanya program/kebijakan yang dilaksanakan; (2) “target group” yaitu kelompok masyarakat yang menjadi sasaran dan diharapkan akan menerima manfaat dari program tersebut, perubahan atau peningkatan; dan (3) unsur pelaksana (implementer) baik organisasi maupun perorangan yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan dan pengawasan dari implementasi tersebut.

Jones (1991) mengemukakan pendapat tentang pilar implementasi sebagai berikut :
1. Pengorganisasian; yakni penataan kembali sumberdaya unit-unit serta metode untuk menjalankan program.
2.    Interpretasi; yakni aktivitas menafsirkan agar program menjadi rencana dan pengarahan yang tepat dan dapat diterima serta dilaksanakan.
3. Aplikasi; yaitu memberikan kelengkapan rutin bagi pelayanan, pembayaran, atau aktivitas lainnya sesuai dengan tujuan program.

Ada beberapa strategi yang harus ditempuh dalam proses implementasi, strategi tersebut meliputi: (a) persiapan implementasi, dan (b) implementasi program. Persiapan implementasi meliputi rencana program, pengumpulan data, sentralisasi atau desentralisasi keputusan penentuan agen-agen pelaksana, sedangkan implementasi program ada yang bersifat spasial atau sektoral.
Dalam proses implementasi ada banyak kenyataan yang dihadapi yang ikut mempengaruhi keberhasilan program yaitu: (1) karakteristik lingkungan dimana program tersebut dilaksanakan, (2) aparat pelaksana program menyangkut keterampilan, pengetahuan, komitmen dan loyalitas, (3) otoritas yang berlaku dalam program, (4) dukungan masyarakat, dan (5) sistem administrasi yang berlaku dalam program (Keban, 1994).
Allison dalam Tangkilisan (2003) dalam menilai konteks implementasi kebijakan, menampilkan tiga model pembuatan keputusan untuk implementasi yaitu: aktor rasional, proses organisasional, dan model politik birokrasi. Kedua dan ketiga model ini berfokus pada prosedur operasi standar (Standard Operating Procedure/SOP) dan politik birokrasi secara berurutan dan telah memberi banyak perhatian untuk pembuatan keputusan. Pendekatan dilakukan sesuai dengan kondisi lingkungan masing-masing intitusi, namun tetap berfokus pada pentingnya faktor dalam pembuatan keputusan. Dengan demikian, penekanan terhadap faktor tersebut adalah bagaimana faktor-faktor domian tersebut mempengaruhi implementasi secara khusus.
Mempelajari masalah implementasi kebijakan berarti berusaha untuk memahami apa kenyataan yang terjadi sesudah program diberlakukan atau dirumuskan, yakni peristiwa dan kegiatan terjadi setelah proses pengesahan kebijakan, baik itu menyangkut usaha-usaha untuk memberikan dampak tertentu pada masyarakat. Beberapa model dalam pengkajian implementasi kebijakan, dikemukakan sebagai berikut (Pressman dan Wildavsky, 1984): implementation problem approach, mengemukakan dua pertanyaan pokok, yaitu: (i) hal-hal apa saja yang merupakan prasyarat bagi suatu implementasi yang berhasil? (ii) apa saja yang merupakan penghambat utama terhadap berhasilnya implementasi program?. Berdasarkan kedua pertanyaan tersebut dapat dirumuskan empat faktor atau variabel yang merupakan prasyarat penting guna berhasilnya implementasi, yaitu :
1.    Komunikasi menjadi penting karena suatu program hanya dapat dilaksanakan dengan baik apabila jelas bagi pelaksana. Hal ini menyangkut penyampaian informasi, kejelasan informasi dan konsistensi informasi yang dibutuhkan.
a. Sumberdaya; meliputi: staf yang cukup dalam arti jumlah dan mutu, informasi yang dibutuhkan guna pengambilan keputusan, kewenangan yang cukup untuk melaksanakan tugas serta fasilitas yang dibutuhkan dalam pelaksanaan.
b.  Sikap birokrasi dan pelaksanaan; sikap dan komitmen para birokrasi terhadap program khususnya bagi implementasi dari suatu program dalam hal ini aparatur birokrasi.
c.   Struktur birokrasi; adanya suatu SOP yang mengatur tata aliran pekerjaan program. Apabila tidak ada SOP maka akan sulit mencapai hasil yang memuaskan karena penyelesaian masalah yang timbul akan bersifat ad-hoc. Dengan demikian, penyelesaian masalah tanpa pola yang baku.
2. Transactional model, merupakan suatu model yang memadai karena cukup komprehensif sifatnya, sbagai kerangka pemikiran guna memahami masalah yang dihadapi dalam proses pelaksanaan pembangunan. Pada prinsipnya model ini bertolak dari pandangan bahwa guna memahami berbagai masalah pada tahap pelaksanaan suatu rencana atau kebijakan, keterikatan antara perencanaan dan implementasi tak dapat diabaikan. Proses perencanaan itu sendiri tidak dapat dilihat sebagai suatu proses terpisah dari pelaksanaan. Pada tahap implementasi berbagai kekuatan akan berpengaruh baik faktor yang mendorong maupun menghambat pelaksanaan program.
3. Faktor-faktor untuk dipertimbangkan dalam implementasi (Chuse dalam Abdullah, 1988) mengemukakan bahwa hambatan dalam proses implementasi  program yang terkait dengan masyarakat dapat dibedakan dalam tiga kategori, yaitu:
a.    Masalah yang timbul karena kebutuhan operasional yang melekat pada progam itu sendiri.
b. Masalah yang timbul dalam kegiatan dengan sumberdaya yang dibutuhkan guna pelaksanaan program.
c.   Masalah lain yang timbul karena keterikatan dengan organisasi lainnnya untuk memberikan dukungan, bantuan dan persetujuaan guna melaksanakan program tersebut.
Share this article :
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Catatan Kuliah Geografi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger