Jumat, 25 Oktober 2013

Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Sebagai Penunjang Pembangunan Berkelanjutan



RTH kota, khususnya pada salah satu unsur konservasi penting dalam LH kota, yaitu RTH berupa hutan kota yang dibangun sebagai daerah penyangga (buffer zone) kebutuhan akan air bersih, lingkungan alami, serta pelindung flora dan fauna di perkotaan. Kota sebagai pusat aktivitas manusia termasuk permukimannya telah terganggu kestabilan ekologisnya, di lain pihak kebutuhan masyarakat akan lingkungan yang bersih, indah, dan nyaman serta terbebas dari polusi semakin mendesak.
Pada kenyataannya pertumbuhan kota-kota di Indonesia mengesankan kurang terakomodasikannya dan terintegrasinya perencanaan. Kota seakan-akan berkembang tanpa kendali. Gedung perkantoran, perumahan, pusat perbelanjaan, sekolah, tempat ibadah, bahkan pabrik, ‘berebut ruang’. Masing-masing berusaha mencari lokasi yang paling strategis. Akibatnya semua jenis bangunan berbaur dengan fungsinya sendiri-sendiri dan menyebabkan berbagai benturan kepentingan.
Tahun 2002-2003 KLH mulai melaksanakan program kegiatan ‘Bangun Praja’ yang difokuskan pada aspek: pengelolaan sampah, RTH, fasilitas publik, dan pengendalian kualitas air, yang bertujuan mendorong pemerintah daerah mewujudkan kepemerintahan yang baik di bidang lingkungan hidup (Tata Praja Lingkungan). Dengan semangat otonomi daerah, pembangunan kota menjadi tanggungjawab pemerintah daerah, termasuk pembangunan hutan kota sebagai salah satu upaya menciptakan wilayah perkotaan yang sehat, indah, dan nyaman. Dengan pembangunan kota yang berwawasan kesehatan maka akan tercipta masyarakat yang sehat, produktif, serta bahagia lahir dan batin.
Pencemaran udara merupakan salah satu permasalahan kompleks yang timbul di lingkungan perkotaan terutama pada kota-kota metropolitan. Tingginya tingkat pencemaran udara juga semakin dipicu oleh peningkatan jumlah kendaraan bermotor dan industri yang menghasilkan asap, partikel padat dan gas berbahaya lainnya. Studi tentang pengendalian kualitas udara telah banyak dilakukan tetapi pengkajian secara sistematis tentang hubungan fungsional antara data hasil pemantauan dengan faktor-faktor yang berperan dalam transformasi emisi cemaran udara dari sumbernya, belum terealisir sebagaimana mestinya (Purnomohadi, 1995).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar