Kamis, 10 Oktober 2013

Sistem Perencanaan Pembangunan



Reformasi yang dimulai pada tahun 1998 telah memberikan pengaruh pada pergeseran nilai, pembangunan di seluruh wilayah Indonesia. Perubahan nilai yang terjadi setelah reformasi meliputi pergeseran dari sentralistik menjadi desentralistik, dari pendekatan top down menjadi bottom up sudah jelas dampak langsungnya adalah diberikannya kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Kewenangan tersebut dijamin dengan lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang diikuti oleh Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Selanjutnya kedua Undang-undang tersebut disempurnakan menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan diikuti Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Sejak diterbitkannya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka substansi dan esensi dari sistem perencanaan pembangunan di tingkat nasional dan daerah menjadi semakin perlu untuk dimantapkan dan disempurnakan, guna lebih menjamin penyelenggaraan pembangunan di pusat dan daerah yang lebih berhasil guna dan berdayaguna.
Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa setiap daerah harus menyusun rencana pembangunan daerah secara sistematis, terarah, terpadu dan tanggap terhadap perubahan (Pasal 2 ayat 2), dengan jenjang perencanaan jangka panjang (25 tahun), jangka menengah (5 tahun) maupun jangka pendek atau tahunan (1 tahun). Setiap daerah (propinsi/kabupaten/kota) harus menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar