A. Perkembangan
Tatanan Tektonik Indonesia
Pada 50 juta tahun yang lalu
(Awal Eosen), setelah benua kecil India bertubrukan dengan Himalaya, ujung
tenggara benua Eurasia tersesarkan lebih jauh ke arah tenggara dan membentuk
kawasan Indonesia bagian barat. Saat itu di kawasan Indonesia bagian timur
masih berupa laut (laut Filipina dan Samudra Pasifik). Lajur penunjaman yang
bergiat sejak akhir Mesozoikum di sebelah barat Sumatera, menyambung ke selatan
Jawa dan mengalir ke tenggara-timur Kalimanyan-Sulawesi Barat, mulai melemah
pada Paleosen dan berhenti pada kala Eosen.
Pada 45 juta tahun yang lalu.
Lengan Sulawesi terbentuk bersamaan dengan jalur Ofiolit Jamboles. Sedangkan
jalur Ofiolit Sulawesi Timur masih berada di belahan selatan bumi.
Pada 20 juta tahun lalu
benua-benua mikro bertubrukan dengan jalur Ofiolit Sulawesi Timur, dan Laut
Maluku terbentuk sebagian dari Laut Philipina.Laut Cina selatan mulai membuka
dan jalur tunjaman di utara Serawak-Sabahm, mulai aktif.
Pada 10 juta tahun yang lalu,
benua mikro Tukang Besi-Buton bertubrukan dengan jalur Ofiolit di Sulawesi
Tenggara, tunjaman ganda bertubrukan dengan jalur Ofiolit di Sulawesi Tengara,
tunjaman ganda terjadi di kawasan Laut Maluku, dan Laut Serawak terbentuk di
Utara Kalimantan.
Pada 5 juta tahun yang lalu,
benua mikro Banggai-Sula bertubrukan dengan jalur Ofiolit Sulawesi Timur, dan
mulai aktif tunjangan miring di utara Irian Jaya-Papua Nugini.
B. Fenomena Geotektonik di Sumatera dan Palung Jawa
Sebagian daerah tempat bertemunya
tiga lempeng dunia yaitu Australia, Eurasia, dan Pasifik, Indonesia merupakan
daerah yang rawan gempa bumi. Hampir seluruh Nusantara ini kecuali Kalimantan
kerapkali diguncang gempa bumi. Daerah yang paling rawan adalah Sumatera yang
dibelah oleh patahan Semangko yang membujur dari Aceh hingga Lampung. Karena
itu gempa dasyat berkekuatan 7 skala Richter, tercatat sering menerjang daerah
sepanjang patahan terutama Sumatera Utara, Bengkulu, dan Lampung, hingga
menimbulkan korban jiwa dan harta benda. Jalur sesar Sumatera itu diketahui
tidak hanya dibentuk di daratan tetapi hingga berlanjut hingga ke perairan
Selat Sunda.Ujung selatan Selat Sunda berjarak 50 km dari Teluk Semangko di
ujung Sumatera atau sekitar 200 km sebelah selatan kota Pelabuhan Ratu. Hal
itulah yang menyebabkan mengapa daerah di selatan sekitar Selat Sunda pun tak
luput dari guncangan gempa.
C. Patahan Besar Sumatera
Aktivitas sesar Sumatera dipicu
oleh adanya interaksi pertamuan lempeng di Samudera Hindia, yang membentang
disebelah barat Sumatera hingga ke selatan Jawa dan Bali.Dalam hal ini, Lempeng
Indo-Australia menujam lempenga Eurasia. Di barat Sumatera berdesakan lempeng Indo-Australia
yang lebih aktif mengarah ke utara dengan kecepatan 7 sentimeter per tahun,
sedangkan di serlatan Jawa kecepatannya 6 sentimeter per tahun.
Adanya Subduksi aktif dan patahan
di Sumater menyebabkan munculnya Bukit Barisan sejajar patahan, yang merupakan
lapisan permukaan tanah yang terangkat. Sementara itu, di Selat Sunda terjadi
mekanisme tekanan dan regangan, yang menimbulkan struktur geologi yang unik
seperti munculnya Gunung Krakatau di selat itu.
Sepanjang Bukit Barisan
berderet-deret lembah yang lurus memanjang, seperti lembah Semangko (Teluk
Semangko di Lampung), Lembah Kepahiang, Ketahun, Kerinci, Muara Labuh,
Singkarak Maninjau, Rokan Kiri, Gadis, Angkola, Alas , Tangse, dan Aceh.
Lembah-lembah ini merupakan zona lemah Patahan Besar Sumatera. Disini kulit
bumi retak, dan satu sisi dengan sisi lainnya bergerah horizontal. Pergerakan
pada umumnya ke kanan, yaitu blok timur bergerak ke tenggara dan blok barat
sebaliknya.
Di sepanjang Bukit Barisan
ditemukan perisai-perisai yang diatasnya terletah sejumlah besar graben-graben.
Graben-graben yang terletak diatas kulminasi Bukit barisan ini peda umumnya
berbentuk tidak memanjang, akan tetapi berupa persegi empat. Hal ini disebabkan
karena bentuk memanjang dari graben itu telah diganggu oleh aktivitas vulkanik
yang kemudian membentuk depressi vulkano-tektonik.
Zona patahan Sumatera mengandung batuan-batuan vulkanik asam, aliran tufa pasir
dan tuf berbatuapung. Hal ini disebabkan patahan-patahan ini terletak di daerah
orogen dan besar kemungkinan batuan asam lelehan ini bersumber dari batu granit
yang terletak dibawahnya.
D. Perkembangan Struktur Sesar Sumatera (Eosen-Recent)
1. Eosen Awal - Oligisen Awal
Pada jaman Eosen gerak lempeng
Hindia-Australia mencapai 18 cm/thn dengan arah utara, sedangkan menjelang
Oligosen berkurang hingga mencapai hanya 3 cm/thn saja. Kemudian terjadi
perubahan arah gerak beberapa derajat ke arah timur.
Kondisi ini mengakibatkan sesar
mendatar ‘dextral’ Sumatera yang mulai terbentuk akan menimbulkan pola rekahan
sepanjang sesar, sebagian respon terhadap gerak gesernya. Pembentukan rekahan
ini kemungkinan dimulai di Sumatera Selatan dan terus berkembang ke utara
(DAVIES, 1987). Gerak-gerak mendatar pada pasangan sesar yang bertenaga (overstepping wrench) akan membentuk
cekungan lokal (pull apart basin).
2. Oligosen Akhir - Miosen Awal
Terjadi gerak rotasi yang pertama
dari lempeng mikro sunda sebesar 20° kearah yang berlawanan dengan arah jarum
jam, disertai dengan pemisahan Sumatera dari Semenanjung Malaya.
Rotasi yang pertama ini masih
belum dapat menempatkan kedudukan sumatera kedalam keadan dimana interaksi
antar kedua lempeng akan mampu menimbulkan terjadinya tegasan ‘kompresi’.
3. Miosen Tengah
Terjadi kembali sesar-sesar,
bersamaan dengan berhentinya rotasi lempeng mikro sunda.
4. Miosen Atas sampai Sekarang
Terjadi gerak rotasi yang kedua
saebesar 20-25° kearah yang berlawanan dengan jarum jam, yang dipicu oleh
membukanya laut Adaman. Pada saat ini interaksi antara lempeng Hindia-Australia
dengan lempeng Sunda sudah meningkat dari 40° menjadi hampir 65°, yang
menimbulkan terjadinya tegasan kompresi. Keadaan ini menyebabkan pengankatan
bukit barisan Dan pengangkatan kegiatan volkanisme.
Sebagai akibat daripada rotasi
yang bekelanjutan ini, mengakibatkan terbentuknya jalur subduksi dan
sesar-sesar mendatar di barat Dan perubahan status daripada pola-pola sesar di
cekungan Sumatera Timur. Sesar-sesar Paleogen yang berarah utara-selatan,
berubah menjadi baratlaut-tenggara, sedangkan yang berarah timurlaut-baratdaya
(sesar normal), menjadi utara-selatan. Karen lingkungan tegasannya berubah,
maka sesar-sesar mendatar yang berubah menjadi baratlaut-tenggara, menjadi
aktif kembali sebagai sesar naik dengan kemirinagn curam, sedangkan sesar
normal yang berubah menjadi utara-selatan, aktif kembali menjadi sesar mendatar
(dextral).
E.
Kontinuitas
Sesar Sumatera
Posisi yang menyudut atau miring
terhadap khatulistiwa dan Jawa yang sejajar khatulistiwa menimbulkan mekanisme
tektonik yang unik. Berdasarkan catatan sejarah kebumian, Pulau sumatera
beribu-ribu tahun yang lalu pernah mengalami rotasi dari posisi sejajar ke
posisi menyudut dengan khatulistiwa, seperti yang terlihat sekarang ini.
Jalur sesar Sumatera diketahui
tidak hanya terbentuk di daratan, tetapi juga hingga keperairan Selat Sunda.
Jarak ujung patahan yang ada sekitar 50 kilometer dari teluk semangko. Secara
ilmiah, daerah Selat Sunda ini menarik karena tidak ditemui fore arc basin.
Patahan geser Sumatera (Sumatera Fault Zone) menerus keselatan
melalui Selat Sunda dan memotong daerah prisma akresi sepanjang kerang lebih
350 kilometer adapun ujung dari patahan ini berada pada jarak sekitar 200
kilometer sebelah selatan Kota Pelabuhan Ratu.