Teknik
adalah alat khusus untuk melaksanakan metode. Teknik dapat pula diartikan
sebagai cara melakukan sesuatu secara ilmiah. Teknik interpretasi citra
dimaksudkan sebagai alat atau cara khusus untuk melaksanakan metode
penginderaan jauh. Teknik juga merupakan cara untuk melaksanakan sesuatu secara
ilmiah. Sesuatu itu tidak lain ialah interpretasi citra. Bahwa interpretasi
citra dilakukan secara ilmiah, kiranya tidak perlu diragukan lagi. Interpretasi
citra dilakukan dengan metode dan teknik tertentu, berlandaskan teori tertentu
pula. Mungkin kadang-kadang ada orang yang menyebutnya sebagai dugaan, akan
tetapi berupa dugaan ilmiah (scientific
guess). Teknik interpretasi citra antara lain dengan:
A. Data Acuan
Citra menyajikan gambaran lengkap yang
mirip ujud dan letak sebenarnya. Kemiripan ujud ini memudahkan pengenalannya
pada citra, sedang kelengkapan gambarannya memungkinkan penggunaannya oleh
beragam pakar untuk beragam keperluan. Meskipun demikian, masih diperlukan data
lain untuk lebih meyakinkan hasil interpretasi dan untuk menambah data yang
diperlukan, tetapi tidak diperoleh dari citra. Data ini disebut data acuan yang
dapat berupa pustaka, pengkuran, analisis laboratorium, peta, kerja lapangan,
foto terrestrial maupun foto udara selain citra yang digunakan. Data acuan
dapat berupa tabel statistik tentang meteorologi atau tentang penggunaan lahan yang
dikumpulkan oleh perorangan maupun oleh instansi pemerintah. Penggunaan data
acuan yang ada akan meningkatkan ketelitian hasil interpretasi yang akan
memperjelas lingkup, tujuan, dan masalah sehubungan dengan proyek tertentu.
Meskipun citra menyajikan gambaran
lengkap, pada umumnya masih diperlukan pekerjaan medan yang dimaksudkan untuk
menguji atau meyakinkan kebenaran hasil interpretasi citra bagi obyek yang
perlu diuji. Pekerjaan ini disebut uji medan (field check) yang terutama digunakan di beberapa tempat yang
interpretasinya meragukan. Karena uji medan dapat dilakukan pada tempat-tempat
yang mudah dicapai untuk mewakili perujudan sama yang terletak di tempat yang
jauh dari jalan, untuk obyek yang tidak meragukan interpretasinya pun sebaiknya
dilakukan pula kebenarannya. Karena dapat diambil tempat yang mudah dicapai,
pekerjaan ini pada umumnya tidak menambah waktu, tenaga, dan biaya yang
berarti, akan tetapi keandalan hasil interpretasinya jadi meningkat cukup
berarti.
Jumlah pekerjaan medan yang diperlukan di dalam interpretasi citra sangat beraneka dan bergantung pada (a) kualitas citra yang meliputi skala, resolusi, dan informasi yang harus diinterpretasi, (b) jenis analisis atau interpretasinya, (c) tingkat ketelitian yang diharapkan, baik yang menyangkut penarikan garis batas atau delineasi maupun klasifikasinya, (d) pengalaman penafsir citra dan pengetahuannya tentang sensor, daerah, dan obyek yang harus diinterpretasi, (e) kondisi medan dan kemudahan mencapai daerah, yang untuk alasan tertentu ada daerah yang tidak dapat dijangkau untuk uji medan, dan (f) ketersediaan data acuan.
Jumlah pekerjaan medan yang diperlukan di dalam interpretasi citra sangat beraneka dan bergantung pada (a) kualitas citra yang meliputi skala, resolusi, dan informasi yang harus diinterpretasi, (b) jenis analisis atau interpretasinya, (c) tingkat ketelitian yang diharapkan, baik yang menyangkut penarikan garis batas atau delineasi maupun klasifikasinya, (d) pengalaman penafsir citra dan pengetahuannya tentang sensor, daerah, dan obyek yang harus diinterpretasi, (e) kondisi medan dan kemudahan mencapai daerah, yang untuk alasan tertentu ada daerah yang tidak dapat dijangkau untuk uji medan, dan (f) ketersediaan data acuan.
Untuk verifikasi hasil interpretasi
citra sering harus dilakukan cara sampling dalam pekerjaan medan. Untuk ini
perlu dipertimbangkan sampling mana yang terbaik dan kemudian merancang
strategi sampling yang cocok. Pada umumnya dipilih sampling multitingkat untuk
perkiraan tepat terhadap parameter lingkungan.
Seperti pekerjaan medan yang
dimaksudkan untuk maksud ganda, data acuan pun bermanfaat ganda pula yaitu
untuk
a.
Membantu proses interpretasi dan analisis,
dan
b.
Verifikasi hasil interpretasi dan analisis.
Van der Meer (1965) menyatakan
pentingnya uji medan. Pekerjaan pemetaan tanah memerlukan penentuan jenis tanah
di tiap tempat dan delineasi batasnya. Penentuan jenis tanah meliputi 15% - 20%
volume pekerjaan, sedang delineasi jenis tanah meliputi 80% - 85% volume
pekerjaan. Penentuan jenis tanah tetap dilakukan di medan dan di laboratorium,
tetapi delineasi batas jenis tanahnya dapat dilakukan pada foto udara berdasarkan
pada agihan lereng, vegetasi, dan perujudan lain yang sering erat kaitannya
dengan pola agihan jenis tanah.
Contoh lain, di dalam pemetaan
penggunaan lahan pun diperlukan gabungan antara interpretasi citra dan
pekerjaan terrestrial. Untuk ketelitiannya, tidak ada cara yang menyamai
apalagi melebihi pekerjaan terrestrial. Perlu dicamkan bahwa yang dimaksud
dengan pekerjaan terrestrial di dalam pemetaan penggunaan lahan yaitu pekerjaan
medan untuk mengidentifikasi jenis penggunaan lahan, mengukur lokasi, bentangan,
luasnya serta menggambarkannya pada peta dasar yang andal ketelitiannya.
Masalah akan segera timbul bagi wilayah seperti Indonesia yaitu tidak
tersedianya peta andal untuk tiap daerah, dan tidak dimungkinkannya untuk
menjangkau tiap jenis penggunaan lahan, mengukurnya, dan memasukannya ke dalam
peta untuk daerah kita yang luas ini. Pekerjaan itu mungkin memerlukan waktu
beberapa dasawarsa untuk menyelesaikannya bila seluruh armada yang bersangkutan
dikerahkan ke medan. Waktunya terlalu lama di samping biayanya yang sangat
tinggi. Pekerjaan ini dapat dipercepat dengan mendeteksi tiap jenis penggunaan
lahan berdasarkan citra. Untuk meyakinkan kebenaran hasil interpretasinya,
diterjunkan sebagian kecil armada pemetaan penggunaan lahan ke beberapa tempat.
Paduan pekerjaan medan dan interpretasi citra ini akan mempercepat pemetaan
penggunaan lahan dan menyusutkan biaya pelaksanaannya.
B. Kunci Interpretasi
Citra
Kunci interpretasi citra pada umumnya
berupa potongan citra yang telah diinterpretasi serta diyakinkan kebenarannya,
dan diberi keterangan seperlunya. Keterangan ini meliputi jenis obyek yang
digambarkan, unsur interpretasinya, dan keterangan tentang citra yang
menyangkut jenis, skala, saat perekaman, dan lokasi daerahnya. Kunci
interpretasi citra dimaksudkan sebagai pedoman dalam melaksanakan interpretasi
citra, dapat berupa kunci interpretasi citra secara individual maupun berupa
kumpulannya. Kunci interpretasi citra dibedakan atas dasar ruang lingkupnya dan
atas dasar lainnya.
1.
Atas dasar ruang lingkupnya
Berdasarkan ruang lingkupnya, kunci
interpretasi citra dibedakan menjadi empat jenis, yaitu:
a. Kunci individual (item key), yaitu kunci interpretasi citra yang digunakan untuk
obyek atau kondisi individual. Misalnya kunci interpretasi untuk tanaman karet.
b.
Kunci subyek (subject key), yaitu himpunan kunci individual yang digunakan untuk
identifikasi obyek-obyek atau kondisi penting dalam suatu subyek atau kategori
tertentu. Misalnya kunci interpretasi untuk tanaman perkebunan.
c. Kunci regional (regional key), yaitu himpunan kunci individual atau kunci subyek
untuk identifikasi obyek-obyek atau kondisi suatu wilayah tertentu. Wilayah ini
dapat berupa daerah aliran sungai, wilayah administratif atau wilayah lainnya.
d. Kunci analog (anlogues key) ialah kunci subyek atau kunci regional untuk daerah
yang terjangkau secara terrestrial tetapi dipersiapkan untuk daerah lain yang
tak terjangkau secara terrestrial. Misalnya digunakan kunci interpretasi hutan
Kalimantan untuk interpretasi hutan di Irian Jaya. Cara ini tidak dianjurkan,
kecuali di dalam keadaan darurat.
2.
Atas Dasar Lainnya
Di samping berdasarkan linmgkupnya,
kunci interpretasi citra sering dibedakan dengan beraneka dasar. Salah satu
dasar pembeda lainnya ialah pada karakter dasar atau karakter intrinsiknya.
Berdasarkan karakter intrinsiknya ini maka kunci interpretasi citra dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu:
a. Kunci langsung (direct key), yaitu kunci interpretasi citra yang disiapkan untuk
obyek atau kondisi yang tampak langsung pada citra, misalnya bentuk lahan dan
pola aliran permukaan.
b. Kunci asosiatif (associative key), yaitu kunci interpretasi citra yang terutama
digunakan untuk deduksi informasi yang tidak tampak langsung pada citra,
misalnya tingkat erosi dan kepadatan penduduk.
Kunci interpretasi citra sebaiknya
digunakan untuk daerah tertentu saja, yaitu yang dibuat untuk daerah A tidak
seyogyanya diterapkan begitu saja untuk daerah B kecuali untuk kunci analog.
C. Penanganan Data
Citra dapat berbentuk kertas cetakan
atau transparansi yang juga semakin banyak digunakan. Transparansi dapat
berujud lembaran tunggal maupun gulungan. Dalam menanganinya perlu berhati-hati
jangan sampai menimbulkan goresan atau bahkan penghapusan padanya. Untuk
transparansi gulungan lebih mudah penanganannya, akan tetapi terhadap yang
lembaran perlu lebih berhati-hati, baik lembaran transparansi maupun lembaran
kertas cetak.
Banyak citra beragam jenis, skala,
atau saat perekaman digunakan secara bersamaan untuk meningkatkan hasil
interpretasinya. Dengan demikian sering banyak citra yang dihadapi oleh
penafsir citra. Penafsir citra yang berpengalaman pun belum tentu memperhatikan
cara penanganan data, karena ia mungkin lebih tertarik pada interpretasinya.
Hal demikian tentu saja tidak baik untuk kemudahan dalam menyimpan dan mencari
kembali, dan untuk keawetan citra.
Cara sederhana untuk mengatur citra
dengan baik ialah:
1. Menyusun citra tiap satuan perekaman atau
pemotretan secara numerik dan menghadap ke atas,
2.Mengurutkan tumpukan citra sesuai dengan
urutan interpretasi yang akan dilaksanakan dan meletakkan kertas penyekat di
antaranya,
3.
Meletakkan tumpukan citra sedemikian
sehingga jalur terbang membentang dari kiri ke kanan terhadap arah pengamat,
sedapat mungkin dengan arah bayangan mengarah ke pengamat,
4. Meletakkan citra yang akan digunakan
sebagai pembanding sebelah-menyebelah dengan yang akan diinterpretasi, dan
5. Pada saat citra dikaji, tumpukan menghadap
ke bawah dalam urutannya (Sutanto, 1992).
D. Pengamatan
Stereoskopik
Pengamatan stereoskopik pada pasangan
citra yang bertampalan dapat menimbulkan gambaran tiga dimensional bagi jenis
citra tertentu. Citra yang telah lama dikembangkan untuk pengamatan
stereoskopik ialah foto udara. Citra jenis ini dapat digunakan untuk mengukur
beda tinggi dan tinggi obyek bila diketahui tinggi salah satu titik yang
tergambar pada foto. Disamping itu juga dapat diukur lerengnya. Perujudan tiga
dimensional ini memungkinkan penggunaan foto udara untuk membuat peta kontur.
Disamping foto udara, dari pasangan citra radar atau citra lain yang
bertampalan juga dapat ditimbulkan perujudan tiga dimensional bila diamati
dengan stereoskop.
Syarat pengamatan stereoskopik antara
lain adanya daerah yang bertampalan dan adanya paralaks pada daerah yang
bertampalan. Paralaks ialah perubahan letak obyek pada citra terhadap titik
atau sistem acuan. Pada umumnya disebabkan oleh perubahan letak titik
pengamatan (Wolf, 1983). Titik pengmatan ini berupa tempat pemotretan.
Pertampalan pada foto udara berupa pertampalan depan (endlap) dan pertampalan samping (sidelap). Paralaks yang terjadi karena titik pengamatan 1 dan 2
disebut paralaks x, yaitu paralaks sejajar jalur terbang. Paralaks lainnya
ialah paralaks y, yaitu paralaks yang tegak lurus paralaks x dan disebabkan
oleh perubahan tempat kedudukan pada jalur terbang yang berdampingan.
Pada citra radar mulai dikembangkan
pengamatan stereoskopik yang mendasarkan pada paralaks y. Pada citra Landsat
juga terjadi pertampalan samping dan oleh karenanya terjadi paralaks y.
Pertampalan samping ini besarnya beraneka, sesuai dengan letak lintangnya. Pada
ekuator maka pertampalan sampingnya 14%, sedangkan pada lintang 80º U dan 80º S
meningkat menjadi 85% (Paine, 1981). Pertampalan ini belum dikembangkan untuk
pengamatan stereoskopik. Pada citra SPOT yang satelitnya diorbitkan tahun 1986,
dikembangkan pengamatan stereoskopik berdasarkan paralaks y.
Karena obyek tampak dengan perujudan
tiga dimensional, pengenalannya pada citra lebih mudah dilaksanakan. Di samping
itu, pengenalan obyek juga dipermudah oleh dua hal, yaitu:
1.
Pembesaran tegak yang memperjelas relief,
dan
2.
Pembesaran (tegak dan mendatar) bila
digunakan binokuler dalam pengamatannya.
Tanpa binokuler, seluruh daerah
pertampalan dapat diamati secara stereoskopik.Dengan menggunakan binokuler,
obyek diperbesar, tetapi luas daerah pengamatan menyusut. Luas daerah
pengamatan berbanding terbalik terhadap kuadrat pembesarannya. Bagi pembesaran
tiga kali luas daerah pengamatannya menyusut menjadi sepersembilan luas daerah
pertampalan.
E. Metode Pengkajian
Pekerjaan interpretasi citra dimulai
dari pengakajian terhadap semua obyek yang sesuai dengan tujuannya. Meskipun
demikian, banyak penafsir citra yang lebih suka mulai dengan menyiam seluruh
atau sebagian besar daerah yang dikaji, kemudian dilakukan seleksi dan kajian
terhadap obyek yang dikehendaki.
Para penafsir citra umumnya sependapat
bahwa interpretasi citra sebaiknya mengikuti metodik tertentu, yaitu mulai dari
pertimbangan umum yang dilanjutkan ke arah obyek khusus atau dari yang
diketahui ke arah yang belum diketahui. Pekerjaan metodik dan interpretasi dari
perujudan yang diketahui atau mudah diketahui ke perujudan baru yang belum
diketahui atau sukar diketahui merupakan aksioma dalam kegiatan ilmiah.
Perujudan umum dapat pula diartikan perujudan regional, sedang perujudan khusus
dapat diartikan perujudan lokal. Pengkajian dari umum ke arah khusus dapat
dilakukan bila tak ada bias antara perujudan umum dan perujudan khusus.
Pada dasarnya ada dua metode pengkajian
secara umum, yaitu:
1. Fishing expedition
Citra menyajikan gambaran lengkap obyek di permukaan
bumi. Sebagai akibatnya maka bagi penafsir citra yang kurang berpengalaman
sering mengambil data yang lebih banyak dari yang diperlukan. Hal ini
disebabkan karena penafsir citra mengamati seluruh citra dan mengambil datanya
seperti orang mencari ikan di dalam air, yaitu menjelajah seluruh daerah.
Penggunaan metode ini berarti pengamatan seluruh obyek yang tergambar pada
seluruh citra.
2. Logical search
Penafsir citra mengamati citra secara menyeluruh tetapi
secara selektif hanya mengambil data yang relevan terhadap tujuan
interpretasinya. Dengan kata lain diartikan bahwa penafsir citra hanya mengkaji
obyek atau daerah secara selektif. Contoh, eksplorasi deposit minyak bumi hanya
dicari di daerah endapan marin, khususnya yang berupa daerah berstruktur
lipatan.
F.
Penerapan Konsep Multi