Unsur interpretasi citra disusun secara
berjenjang atau secara hirarkis dan disajikan pada gambar:
1. Rona
dan Warna
Rona (tone/color tone/grey tone) adalah tingkat kegelapan atau tingkat
kecerahan obyek pada citra. Rona pada foto pankromatik merupakan atribut bagi
obyek yang berinteraksi dengan seluruh spektrum tampak yang sering disebut
sinar putih, yaitu spektrum dengan panjang gelombang (0,4 – 0,7) ฮผm. Berkaitan
dengan penginderaan jauh, spektrum demikian disebut spektrum lebar, jadi rona
merupakan tingkatan dari hitam ke putih atau sebaliknya.
Warna merupakan ujud yang tampak oleh
mata dengan menggunakan spektrum sempit, lebih sempit dari spektrum tampak.
Sebagai contoh, obyek tampak biru, hijau, atau merah bila hanya memantulkan
spektrum dengan panjang gelombang (0,4 – 0,5) ฮผm, (0,5 – 0,6) ฮผm, atau (0,6 –
0,7) ฮผm. Sebaliknya, bila obyek menyerap sinar biru maka ia akan memantulkan
warna hijau dan merah. Sebagai akibatnya maka obyek akan tampak dengan warna
kuning
Berbeda dengan rona yang hanya
menyajikan tingkat kegelapan, warna menunjukkan tingkat kegelapan yang lebih
beraneka. Ada tingkat kegelapan di dalam warna biru, hijau, merah, kuning,
jingga, dan warna lainnya. Meskipun tidak menunjukkan cara pengukurannya, Estes
et al. (1983) mengutarakan bahwa mata manusia dapat membedakan 200 rona dan
20.000 warna. Pernyataan ini mengisyaratkan bahwa pembedaan obyek pada foto
berwarna lebih mudah bila dibanding dengan pembedaan obyek pada foto hitam
putih. Pernyataan yang senada dapat diutarakan pula, yaitu pembedaan obyek pada
citra yang menggunakan spektrum sempit lebih mudah daripada pembedaan obyek
pada citra yang dibuat dengan spektrum lebar, meskipun citranya sama-sama tidak
berwarna. Asas inilah yang mendorong orang untuk menciptakan citra multispektral.
Rona dan warna disebut unsur dasar. Hal
ini menunjukkan betapa pentingnya rona dan warna dalam pengenalan obyek. Tiap
obyek tampak pertama pada citra berdasarkan rona atau warnanya. Setelah rona
atau warna yang sama dikelompokkan dan diberi garis batas untuk memisahkannya
dari rona atau warna yang berlainan, barulah tampak bentuk, tekstur, pola,
ukuran dan bayangannya. Itulah sebabnya maka rona dan warna disebut unsur
dasar.
2. Bentuk
Bentuk merupakan variabel kualitatif
yang memerikan konfigurasi atau kerangka suatu obyek (Lo, 1976). Bentuk
merupakan atribut yang jelas sehingga banyak obyek yang dapat dikenali
berdasarkan bentuknya saja.
Bentuk, ukuran, dan tekstur pada Gambar 1 dikelompokkan sebagai susunan keruangan rona sekunder dalam segi kerumitannya. Bermula dari rona yang merupakan unsur dasar dan termasuk primer dalam segi kerumitannya. Pengamatan atas rona dapat dilakukan paling mudah. Oleh karena itu bentuk, ukuran, dan tekstur yang langsung dapat dikenali berdasarkan rona, dikelompokkan sekunder kerumitannya.
Bentuk, ukuran, dan tekstur pada Gambar 1 dikelompokkan sebagai susunan keruangan rona sekunder dalam segi kerumitannya. Bermula dari rona yang merupakan unsur dasar dan termasuk primer dalam segi kerumitannya. Pengamatan atas rona dapat dilakukan paling mudah. Oleh karena itu bentuk, ukuran, dan tekstur yang langsung dapat dikenali berdasarkan rona, dikelompokkan sekunder kerumitannya.
Ada dua istilah di dalam bahasa Inggris
yang artinya bentuk, yaitu shape dan form. Shape ialah bentuk luar atau bentuk umum, sedang form merupakan susunan atau struktur
yang bentuknya lebih rinci.
Contoh shape atau bentuk luar:
a.
Bentuk bumi bulat
b.
Bentuk wilayah Indonesia memanjang
sejauh sekitar 5.100 km.
Contoh form atau bentuk rinci:
a. Pada bumi yang bentuknya bulat terdapat
berbagai bentuk relief atau bentuk lahan seperti gunungapi, dataran pantai,
tanggul alam, dsb.
b. Wilayah Indonesia yang bentuk luarnya
memanjang, berbentuk (rinci) negara kepulauan. Wilayah yang memanjang dapat
berbentuk masif atau bentuk lainnya, akan tetapi bentuk wilayah kita berupa
himpunan pulau-pulau.
Baik bentuk luar maupun bentuk rinci,
keduanya merupakan unsur interpretasi citra yang penting. Banyak bentuk yang
khas sehingga memudahkan pengenalan obyek pada citra. Contoh pengenalan obyek
berdasarkan bentuk:
a. Gedung sekolah pada umumnya berbentuk
huruf I, L, U, atau berbentuk empat segi panjang.
b. Tajuk pohon palma berbentuk bintang,
tajuk pohon pinus berbentuk kerucut, dan tajuk bambu berbentuk bulu-bulu.
c. Gunungapi berbentuk kerucut, sedang
bentuk kipas alluvial seperti segi tiga yang alasnya cembung.
d. Batuan resisten membentuk topografi
kasar dengan lereng terjal bila pengikisannya telah berlangsung lanjut.
e. Bekas meander sungai yang terpotong
dapat dikenali sebagai bagian rendah yang berbentuk tapal kuda.
3. Ukuran
Ukuran ialah atribut obyek berupa
jarak, luas, tinggi, lereng, dan volume. Karena ukuran obyek pada citra
merupakan fungsi skala, maka di dalam memanfaatkan ukuran sebagai unsur
interpretasi citra harus selalu diingat skalanya. Contoh pengenalan obyek
berdasarka ukuran:
a. Ukuran rumah sering mencirikan apakah
rumah itu rumah mukim, kantor, atau industri. Rumah mukim umumnya lebih kecil
bila dibanding dengan kantor atau industri.
b.
Lapangan olah raga di samping dicirikan
oleh bentuk segi empat, lebih dicirikan oleh ukurannya, yaitu sekitar 80 m x
100 m bagi lapangan sepak bola, sekitar 15 m x 30 m bagi lapangan tennis, dan
sekitar 8 m x 10 m bagi lapangan bulu tangkis.
c. Nilai kayu di samping ditentukan oleh
jenis kayunya juga ditentukan oleh volumenya. Volume kayu bisa ditaksir
berdasarkan tinggi pohon, luas hutan serta kepadatan pohonnya, dan diameter
batang pohon.
4. Tekstur
Tekstur adalah frekuensi perubahan rona
pada citra (Lillesand dan Kiefer, 1979) atau pengulangan rona kelompok obyek
yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual (Estes dan Simonett,
1975). Tekstur sering dinyatakan dengan kasar, halus, dan belang-belang. Contoh
pengenalan obyek berdasarkan tekstur:
a.
Hutan bertekstur kasar, belukar
bertekstur sedang, semak bertekstur halus.
b. Tanaman padi bertekstur halus, tanaman
tebu bertekstur sedang, dan tanaman pekarangan bertekstur kasar.
c.
Permukaan air yang tenang bertekstur
halus.
5. Pola
Pola, tinggi, dan bayangan pada gambar
1 dikelompokkan ke dalam tingkat kerumitan tertier. Tingkat kerumitannya
setingkat lebih tinggi dari tingkat kerumitan bentuk, ukuran, dan tekstur
sebagai unsur interpretasi citra. Pola atau susunan keruangan merupakan ciri
yang menandai bagi banyak obyek bentukan manusia dan bagi beberapa obyek
alamiah. Contoh:
a. Pola aliran sungai sering menandai
struktur geologi dan jenis batuan. Pola aliran trellis menandai struktur
lipatan. Pola aliran yang padat mengisyaratkan peresapan air kurang sehingga
pengikisan berlangsung efektif. Pola aliran dendritik mencirikan jenis tanah
atau jenis batuan serba sama, dengan sedikit atau tanpa pengaruh lipatan maupun
patahan. Pola aliran dendritik pada umumnya terdapat pada batuan endapan lunak,
tufa vokanik, dan endapan tebal oleh gletser yang telah terkikis (Paine, 1981)
b.
Permukaan transmigrasi dikenali dengan
pola yang teratur, yaitu dengan rumah yang ukuran dan jaraknya seragam, masing-masing
menghadap ke jalan.
c.
Kebun karet, kebun kelapa, kebun kopi
dan sebagainya mudah dibedakan dari hutan atau vegetasi lainnya dengan polanya
yang teratur, yaitu dari pola serta jarak tanamnya.
6. Bayangan
Bayangan bersifat menyembunyikan detail
atau obyek yang berada di daerah gelap. Obyek atau gejala yang terletak di daerah
bayangan pada umumnya tidak tampak sama sekali atau kadang-kadang tampak
samar-samar. Meskipun demikian, bayangan sering merupakan kunci pengenalan yang
penting bagi beberapa obyek yang justru lebih tampak dari bayangannya. Contoh:
a. Cerobong asap, menara, tangki minyak,
dan bak air yang dipasang tinggi lebih tampak dari bayangannya.
b. Tembok stadion, gawang sepak bola, dan
pagar keliling lapangan tenis pada foto berskala 1: 5.000 juga lebih tampak
dari bayangannya.
c.
Lereng terjal tampak lebih jelas dengan
adanya bayangan.
7. Situs
Bersama-sama dengan asosiasi, situs
dikelompokkan ke dalam kerumitan yang lebih tinggi pada Gambar diatas. Situs
bukan merupakan ciri obyek secara langsung, melainkan dalam kaitannya dengan
lingkungan sekitarnya. Situs diartikan dengan berbagai makna oleh para pakar,
yaitu:
a. Letak suatu obyek terhadap obyek lain
di sekitarnya (Estes dan Simonett, 1975). Di dalam pengertian ini, Monkhouse
(1974) menyebutnya situasi, seperti misalnya letak kota (fisik) terhadap
wilayah kota (administratif), atau letak suatu bangunan terhadap parsif
tanahnya. Oleh van Zuidam (1979), situasi juga disebut situs geografi, yang
diartikan sebagai tempat kedudukan atau letak suatu daerah atau wilayah
terhadap sekitarnya. Misalnya letak iklim yang banyak berpengaruh terhadap
interpretasi citra untuk geomorfologi.
b.
Letak obyek terhadap bentang darat
(Estes dan Simonett, 1975), seperti misalnya situs suatu obyek di rawa, di
puncak bukit yang kering, di sepanjang tepi sungai, dsb. Situs semacam ini oleh
van Zuidam (1979) disebutkan situs topografi, yaitu letak suatu obyek atau tempat
terhadap daerah sekitarnya.
Situs ini berupa unit terkecil dalam
suatu sistem wilayah morfologi yang dipengaruhi oleh faktor situs, seperti:
a.
Beda tinggi,
b.
Kecuraman lereng,
c.
Keterbukaan terhadap sinar,
d.
Keterbukaan terhadap angin, dan
e.
Ketersediaan air permukaan dan air
tanah.
Lima faktor situs ini mempengaruhi
proses geomorfologi maupun proses atau perujudan lainnya. Contoh:
a. Tajuk pohon yang berbentuk bintang
mencirikan pohon palma. Mungkin jenis palma tersebut berupa pohon kelapa,
kelapa sawit, sagu, nipah, atau jenis palma lainnya. Bila tumbuhnya bergerombol
(pola) dan situsnya di air payau, maka yang tampak pada foto tersebut mungkin
sekali nipah.
b. Situs kebun kopi terletak di tanah
miring karena tanaman kopi menghendaki pengaturan air yang baik.
c. Situs pemukiman memanjang umumnya pada
igir beting pantai, tanggul alam, atau di sepanjang tepi jalan.
8. Asosiasi
Asosiasi dapat diartikan sebagai
keterkaitan antara obyek yang satu dengan obyek lain. Adanya keterkaitan ini
maka terlihatnya suatu obyek pada citra sering merupakan petunjuk bagi adanya
obyek lain. Contoh:
a. Di samping ditandai dengan bentuknya
yang berupa empat persegi panjang serta dengan ukurannya sekitar 80 m x 100 m, lapangan
sepak bola di tandai dengan adanya gawang yang situsnya pada bagian tengah
garis belakangnya. Lapangan sepak bola berasosiasi dengan gawang. Kalau tidak
ada gawangnya, lapangan itu bukan lapangan sepak bola. Gawang tampak pada foto
udara berskala 1: 5.000 atau lebih besar.
b.
Stasiun kereta api berasosiasi dengan
jalan kereta api yang jumlahnya lebih dari satu (bercabang).
c. Gedung sekolah di samping ditandai oleh
ukuran bangunan yang relatif besar serta bentuknya yang menyerupai I, L, atau
U, juga ditandai dengan asosiasinya terhadap lapangan olah raga. Pada umumnya
gedung sekolah ditandai dengan adanya lapangan olah raga di dekatnya.