Home » » Perekonomian Kabupaten Morowali

Perekonomian Kabupaten Morowali

Written By Tasrif Landoala on Senin, 08 Juli 2013 | 09.50



A.      Pola Kegiatan Ekonomi Kabupaten Morowali
Secara administratif  hingga tahun  2009, luas wilayah ± 15.490,12 Km² dan terbagi dalam 14 kecamatan, 230 desa dan 10 kelurahan.  Kabupaten Morowali merupakan daerah trofis memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan  musim hujan.

Pembangunan ekonomi kabupaten Morowali masih bertumpuh pada sektor pertanian dengan kontribusi utama pada sub sektor tanaman pangan dan perkebunan. Pada sub sektor tanaman pangan, khususnya produksi padi di Kabupaten Morowali cukup tinggi.
Pada tahun 2009 total produksi adalah 51.017 ton dengan tingkat produktivitas 40,08 kw/ha, dengan luas panen sebesar 12.700 Ha.  Produksi ini meliputi padi sawah dengan jumlah produksi sebesar 49.442 ton dengan produktivitas 40,74 kw/ha dan padi ladang sebesar 1.457 ton dengan produktivitas 25,84 ton.
Di sektor perkebunan daerah ini memiliki komoditi utama nasional, yaitu kelapa sawit, kakao, kelapa dan jambu mete.  Pada tahun 2009 jumlah produksi kelapa sawit mencapai 117.340 ton dengan luas areal tanam 6.114 Ha, produksi kakao mencapai  10.600 ton dengan luas areal tanam 12.617 Ha, Produksi kelapa mencapai 698 ton dengan luas areal tanam 1.638 Ha dan produksi jambu mete mencapai  258 ton dengan luas areal tanam 1.417 Ha.
Kabupaten Morowali memiliki potensi sumberdaya hutan yang cukup besar. Pada tahun 2009 Kabupaten Morowali memiliki hutan seluas 1.158.846 Ha, terdiri dari Hutan Lindung seluas 436.756 Ha, Hutan Produksi Biasa Tetap seluas 181.366 Ha, Hutan Produksi Terbatas seluas 238.177 Ha, Hutan yang dapat Dikonversi seluas 61.216 Ha dan Hutan Suaka Alam serta Hutan Wisata seluas 241.331 Ha. Hasil hutan non kayu, kulit dan daun mencapai  29.777,185 Ton, dan hasil perbaruan (madu) 23.604 liter.
Berdasarkan kondisi geografi dan topografinya, Kabupaten Morowali memiliki potensi perikanan yang sangat besar. Penggunaan sarana transportasi dan alat tangkap yang masih sederhana berpengaruh terhadap hasil tangkapan. Jenis ikan ekonomis tinggi, seperti kakap, cakalang, dan tuna, tentu saja masih sulit ditangkap. Selama ini jenis ikan pelagis ekonomis rendah seperti kembung, teri, dan layang yang banyak ditangkap nelayan. Hasil tangkapan dalam bentuk segar dan kering umumnya untuk konsumsi lokal atau luar daerah. Pada tahun 2009 produksi perikanan tangkap laut dan umum mencapai 6.741,46 ton dengan nilai produksi sebesar Rp. 54.581.000.000,-, produksi perikanan    budidaya   tambak  mencapai  3.703,10 ton   dengan   nilai produksi Rp. 12.736.000.000,-, produksi perikanan budidaya laut mencapai 216.960 ton dengan nilai produksi Rp. 542.400.000.000,-, produksi perikanan budidaya jaring apung dan sawah mencapai 90,50 ton dengan nilai produksi sebesar Rp. 1.175.000.000, dan produksi perikanan budidaya kolam mencapai 890,20 ton dengan nilai produksi sebesar Rp 1.339.000.000.
Pengembangan potensi sumberdaya ternak di Kabupaten Morowali memiliki prospek yang cukup baik. Populasi ternak besar dan ternak kecil relatif cukup memadai dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat maupun untuk keperluan perdagangan antardaerah.
Pada tahun 2009 jumlah populasi sapi sebanyak 17.564 ekor dengan produksi daging mencapai 357,01 ton, populasi kerbau sebanyak 794 ekor dengan nilai produksi daging mencapai 3,04 ton, populasi babi sebanyak 13.461 ekor dengan nilai produksi daging sebesar 287,36 ton dan populasi kambing sebanyak 4.115 ekor dengan nilai produksi daging mencapai 17,22 ton, populasi. Sedangkan populasi ayam kampung sebanyak 212.213 ekor dengan nilai produksi telur mencapai 127,33 ton, populasi ayam ras pedaging sebanyak 52.000 ekor, dan populasi itik sebanyak 9.245 ekor dengan nilai produksi telur mencapai 107,41 ton.
Selain itu, Kabupaten Morowali memiliki potensi wisata yang beragam. Mulai dari wisata alam sampai dengan wisata budaya yang cukup beragam, salah satunya adalah:
Ø Suku Wana. Suku ini memiliki karakteristik budaya yang khas dan sangat alami. Berada di wilayah kecamatan Bungku Utara dan suku ini menjadi salah satu tujuan kunjungan wisata lokal maupun asing.
Ø Cagar Alam Morowali. Cagar alam Morowali ini terletak di Kecamatan Bungku Utara dengan luas ± 225.000 Ha. Memiliki panorama alam yang lengkap serta beraneka ragam flora dan fauna, kawasan lindung ini terletak di Kecamatan Bungku Utara dan merupakan tempat bermukimnya Suku Wana, sehingga Cagar alam ini menjadi lebih lengkap.  Pada wilayah ini juga terdapat dua buah danau besar yaitu Danau Rano Bae dan Danau Rano Kodi. Bagi wisatawan yang senang menjelajahi gua-gua pada wilayah ini terdapat gua-gua karst dengan ornamen stalagtit dan stalagnit yang terpahat alam.


B.       Perubahan Ekonomi Kabupaten Morowali
Morowali merupakan daerah dengan sejumlah potensi yang menjanjikan. Data tahun 2004 menunjukkan bahwa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kabupaten Morowali masih didominasi oleh sektor pertanian (64%). Beberapa perusahaan besar seperti Astra Agro dan Sinar Mas bahkan membuka perkebunan kelapa sawit skala besar di Morowali dengan memberdayakan petani-petani lokal dalam kerangka kerjasama yang saling menguntungkan.
Untuk mengejar ketertinggalan dari daerah lain dan demi kesejahteraan, masyarakatnya Pemerintah Kabupaten Morowali memberikan izin kepada beberapa investor untuk membuka lahan perkebunan kelepa sawit dimana perkebunan kelapa sawit menjadi salah satu sektor unggulan Kabupaten Morowali sekarang ini dan untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi daerah. Empat tahun terhitung sejak pematangan lahan perkebunan, warga sudah dapatkan keuntungan meskipun belum dalam bentuk rupiah. Mereka berkesempatan bekerja sambil belajar mengelola kelompok tani dan koperasi. Sementara, investasi bermodal besar yang bertanggung jawab menggerakkan pekerjaan “menyulap” puluhan ribu hektar lahan, menjadi tanah harapan berburu rejeki dan kesejahteraan. Ada ribuan keluarga yang mengandalkan komoditi sawit sebagai sumber penghasilan, bahkan banyak petani padi yang menginvestasikan tanahnya untuk perkebunan kelapa sawit. Hal tersebut dilakukan karena beberapa daerah di Morowali merupakan daerah langganan banjir. Ketika banjir melanda daerahnya, maka tanaman padi yang menjadi andalan pendapatan masyarakat terancam gagal panen. Oleh karena itu banyak masyarakat yang menginvestasikan tanahnya untuk perkebunan kelapa sawit.
Terlepas dari beberapa persoalan di daerah yang mengiringi arus investasi perkebunan sawit, tak bisa dipungkiri banyak perubahan dan kemajuan didapat masyarakat. Sebagai pembanding, empat hingga enam tahun silam, kebanyakan rumah warga di desa-desa yang menjadi areal perkebunan sawit, hanya berdinding papan dan berlantai semen kasar tanpa keramik. Perabot di dalam rumah pun sangat seadanya. Jarang yang bisa memiliki sepeda motor, apalagi mobil. Namun kini, dengan pendapatan petani sawit berkisar Rp3 juta hingga Rp5 juta per bulan, kondisi suram beberapa tahun lalu tak nampak lagi. Kalau pun ada yang masih terbelit dengan kemiskinan, mereka masih bisa memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, dari upah buruh perkebunan sawit. Bagi warga yang tidak memiliki lahan sawit, memilih berwirausaha dan mendapat keuntungan dari meningkatnya pendapatan petani sawit dan tenaga kerja di sektor perkebunan. Di sekitar areal perkebunan, berdiri pusat-pusat perekonomian warga. Rumah makan, kios dan toko, bengkel, dan pasar yang ramai di sekitar perkebunan sawit, menjadi bukti bahwa sektor ini mampu menjadi lokomotif, menggerakkan roda ekonomi di Kabupaten Morowali.
Seiring perjalanan waktu, daerah ini juga membuka diri terhadap investasi untuk mengolah potensi yang ada. Potensi tersebut antara lain pertambangan minyak bumi, nikel, chromite, biji besi sampai batubara. Saat ini tercatat sekitar 21 perusahaan baik PMA maupun PMDN yang telah memperoleh izin eksplorasi tambang di daerah Morowali.
Selanjutnya, skema pertambangan pun memasuki babak baru setelah perusahaan negara dan swasta China terlibat. Diawali oleh Kabupaten Morowali yang sejak tahun  2008 hingga kini telah menerbitkan sebanyak 183 izin pertambangan. Dipastikan masih akan terus berlanjut setelah tahun 2011 dikeluarkannya “Master Plan Percepatan dan Perluasan Ekonomi Indonesia (MP3EI)”. Dalam nota ekonomi tersebut disebutkan bahwa 22 kegiatan ekonomi berbasisi Sumber Daya Alam (SDA) akan digenjot. Sementara bagi koridor Sulawesi pada umumnya akan terus meningkatkan produksi tambang, terutama nikel. Telah ditetapkan pada tahun 2013 kegiatan pertambangan akan diintegrasikan ditingkat lokal berbasis pengelolaan hilir. Kebijakan ini disahkan melalui perangkat aturan resmi yakni; Peraturan Presiden No 32 Tahun 2011 yang dikeluarkan tanggal 20 Mei 2011.
Kebijakan ini merupakan korelasi antara visi pembangunan nasional yang tertuang dalam Undang-Undang No. 17 tahun 2007. Yang merupakan paket implementasi kerjasama pasar bebas lintas negara melalui sejumlah instrumen resmi seperti: G20, ACFTA, APEC, FTA, EPA serta sejumlah kerjasama luar negeri lainnya. Secara umum kebijakan ini mengandung beberapa hal: Pertama, prinsip neoliberalisme berupa liberalisasi sekaligus privatisasi sumber daya alam (baik yang renewble maupun non renewble) berbasis perangkat legal instrument; Kedua, penghancuran dan pemagaran secara privat oleh korporasi terhadap ruang-ruang produksi publik, baik masyarakat adat maupun petani pra –kapitalis melalui percepatan dan perluasan ekonomi melalui pembangunan fasilitas bagi kebutuhan industrialiasi berbasis kapital. Yang dikukuhkan secara serius melalui penerapan jalur koridor eksploitasi nikel di Pulau Sulawesi. Ketiga, kebijakan ini menempatkan negara sebagai pemandu resmi terhadap pertarungan dan ekspansi kapital global. Pada level lokal mengingat, produksi izin pertambangan menjadi bagian dari belanja Politik daerah diwilayah itu. Terutama suksesi kepala daerah (Bupati), sehingga perluasan geografi tersebut masih akan terus berlanjut. Secara keseluruhan hingga tahun 2011, setidaknya Sulawesi Tengah telah menerbitkan  333 izin pertambangan berskala IUP yang terbagi pada 10 kabupaten kota. Sementara itu, terdapat enam perusahaan skala Trans Nasional Corporation berbasis Kontrak Karya (KK) dan Production Sharing Contract (PSC).

Struktur bisnis pertambangan bersifat oligopoli yang terintegrasi secara vertikal dinegara-negara pusat datangnya investasi. Mereka mencacah perusahaan dengan berbagai macam tingkatan dan pembagian komoditi. Selanjutnya perusahaan tersebut bekerja meluaskan investasi pada negara-negara yang kaya sumber daya alam, termasuk mendorong lahirnya paket instrument bisnis pertambangan yang memudahkan, misalnya Tax Holiday, kompensasi pengurangan pajak dalam waktu tertentu.
Menononjol dalam beberapa tahun terakhir adalah keterlibatan perusahaan-perusahaan negara maupun swasta China dalam pasar nikel Indonesia melalui beberapa nama perusahaan yang terbagi dalam dua kategori: pertama, melakukan investasi secara tidak langsung melalui join venture atau konsorsium misalnya, Dingxin Group yang bekerjasama dengan PT Bintang Delapan Mineral membentuk PT Sulawesi Mining Investement (SMI); Kedua, dan yang melakukan investasi secara langsung melalui pemecahan izin dalam level Kabupaten, misalnya PT. PAN China, dan Jinxiang Group. Meski demikian, pola hubungan bisnis keduanya tetap bertemu dalam  pola konsorsium, bahkan seringkali ditemukan berafiliasi bisnis dengan Trans Nasional Corporations (TNCs) yang relatif besar misalnya, PT INCO, dan Victory West Limited Australia.
Dalam konteks  Sulawesi Tengah, permintaan nikel banyak terserap untuk kebutuhan aneka industri tekhnologi China. Rentang tahun 2000-2009, permintaan nikel China tumbuh kian pesat rata-rata 25% per tahun. Pada 1995 konsumsi nikel China baru mencapai 4% dari total konsumsi nikel dunia, Namun di tahun 2008, pasar China telah menyerap 30% pasar nikel global. Sementara pada 2009, produksi stainless steel China naik 26,8% juta ton. Sementara konsumsi stainless steel China hanya sebesar 8,22 juta ton.
Sejak tahun 2009, pasar stainless steel China mengalami over supply sebesar 600.000 ton, hal ini tentunya akan mempengaruhi permintaaan nikel dalam jangka pendek. Di tahun tersebut  produksi dan net impor nikel oleh China termasuk nikel kualitas rendah naik 66% menjadi sebesar 430.000 ton, sehingga terdapat inventory nikel yang cukup besar di pasar. Namun demikian, produksi nikel China di tahun 2010 diperkirakan akan meningkat 20% menjadi 10,5 juta ton sehingga akan menyerap inventory nikel dalam jumlah besar. Sehingga transportasi nikel menjadi jalur bisnis baru yang menggiurkan bagi para pedagang perantara, para broker tambang, pialang saham, hingga spekulan tanah tingkat lokal.
Pertikaian antara perusahaan-perusahaan ini tidak saja berlaku pada level internasional, tapi juga hingga langsung ke lokasi-lokasi pertambangan. Namun karena prinsipnya keduanya seringkali ketemu dalam negosiasi-negosiasi tertentu misalnya, konsorsium, subtitusi projek, hingga praktek akuisisi dan merger. Ambil contoh misalnya, Kasus gugatan PT. Rio Tinto terhadap Bupati Morowali yang mengeluarkan izin pertambangan pada PT. Bintang Delapan Mineral. Yang sekarang publik tidak tahu ujungnya kemana. Belakangan diketahui ada proses penciutan lahan disana. Kasus lainnya yang marak adalah gugatan Bupati Morowali terhadap  PT INCO. Yang belakangan ketahuan, bahwa dibelakang Bupati Morowali terdapat sejumlah nama perusahaan China, salah satunya adalah PT. PAN China. Akhir dari episode ini, PT INCO mensubtitusi rencana projek pembangunan pabrik feronikel pada PT. PAN China.
Persaingan antara perusahaan ini juga kerapkali memanfaatkan penduduk setempat. Mereka memobilisasi kekuatan masyarakat sekitar tambang untuk melakukan penolakan dengan janji CSR, Comdev, dan macam-macam fasilitas lips service yang tinggi. Kasus PT. TPI yang mendorong mobilisasi massa melakukan desakan pada Pemda untuk mencabut izin PT. Heng Jaya dengan berbagai alasan, misalnya lingkungan. Hal itu dilakukan masyarakat karena sudah terikat kontrak pembebasan lahan dengan PT. TPI. Kasus tumpang tindih lahan semacam ini sekaligus sebagai pemicu pragmatisme rakyat terhadap tanah diwilayah itu.
Namun ekspansi pertambangan di Sulawesi Tengah mesti ditinjau kembali dengan didasari pada beberapa hal, diantaranya; Pertama, peran dan tanggung jawab pemerintah dalam pengelolaan sumber daya alam mesti ditingkatkan. Berbagai polemik dan masalah yang timbul dari aktivitas pertambangan harus dilihat sebagai bagian dari tanggung jawab, dan tidak menyerahkan aneka perkara itu sebagai hubungan langsung antara masyarakat dengan pemilik korporasi tambang. Termasuk didalamnya, segera menghentikan pengerahan aparat keamanan yang memberikan jasa pengamanan pada korporasi. Pemerintah harus berperan lebih aktif, dimana polisi-polisi dan tentara mesti mengabdi pada kepentingan masyarakat sipil, bukan sebaliknya dikontrol oleh pasar atau korporasi tambang;
Kedua,pemerintah baik ditingkat Provinsi dan Kabupaten harus bertindak affirmatif untuk mendorong proses pengusutan terhadap sejumlah pelanggaran HAM yang terjadi akibat ekspansi pertambangan dimasa lampau dan sekarang ini. Tindakan yang dimaksud adalah pemerintah harus melakukan  pencarian fakta terutama bagi pelanggaran hak ekonomi sosial dan budaya, serta sipil politik. Pemerintah harus aktif mengupayakan tindakan politik untuk mengakomodir aneka macam tuntutan masyarakat untuk diselesaikan dalam tempo yang secepat mungkin.
Ketiga, penyerapan surflus disektor pertambangan harus lebih banyak terserap bagi peningkatan ekonomi dalam daerah (nasional) terutama bagi peningkatan ekonomi rakyat. Izin pertambangan harus menjadi sarana untuk melegalkan proses imbal balik yang setimpal dengan tingkat kerusakan lingkungan dan penghancuran alam. Oleh karena itu, diperlukan upaya tegas: 1) Merapikan kembali struktur perijinan dan pengetatan prosedur pertambangan serta menghentikan produksi perijinan, terutama yang menyangkut dengan masalah ke-agrarian dan lingkungan; 2) mengupayakan peran dan tanggungjawab pemerintah yang siginifikan terutama dalam soal peruntukan ruang untuk melindungi kepentingan publik atas accesbilitas yang berlandaskan pada pasal 33 UU dasar 1945 dan menyupayakan kepemilikan saham yang lebih besar ketimbang penanam modal; 3) mengupayakan road map mineral jangka panjang bagi kebutuhan terbangunnya industri nasional, yang berorientasi politik kerakyatan dan tidak dikontrol oleh kepentingan pasar kapitalisme.
Meski memiliki potensi yang menjanjikan, kabupaten Morowali masih memerlukan pembenahan untuk mendukung masuknya investasi. Sejumlah pekerjaan yang menghadang adalah penyediaan infrastruktur jalan yang memadai. Perjalanan darat dari Kabupaten Poso atau dari arah Sulawesi Tenggara ke Morowali merupakan perjalanan yang melelahkan karena kondisi jalan yang sebagian besar rusak. Kondisi makin parah bila musim hujan datang. Dapat dipastikan beberapa ruas jalan akan terputus bahkan hilang tersapu banjir atau longsor.
Masalah lainnya infrastruktur pelabuhan juga masih sangat seadanya. Setiap perusahaan tambang berusaha mengatasi hal ini dengan membangun pelabuhan-pelabuhan sendiri yang lokasinya berjauhan satu sama lain.
Sarana kelistrikan dan komunikasi di Morowali masih sangat minim. Padahal listrik sangat vital untuk menggerakkan industry, baik skala rumah tangga, apalagi skala indurstri. Untuk komunikasi, boleh dikata masih sangat buruk. Bahkan di daerah kota seperti Kolonedale dan BUngku, komunikasi seluler masih kurang jelas dan sering terputus. Kondisi makin parah saat posisi kita berada di lokasi-lokasi tambang yang kebanyakan jauh dari kedua kota tersebut.
Dari indikator makro  ekonomi,  laju pertumbuhan pembangunan  atau pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita Kabupaten Morowali dapat dilihat dari capaian produk domestik  regional bruito (pdrb) yang merupakan suatu dasar pengukuran atas nilai tambah yang mampu diciptakan  akibat  timbulnya berbagai aktifitas ekonomi dalam suatu wilayah.  Pada tahun 2007 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Morowali mencapaii 16,5% (dengan migas) dan (7,21 % tanpa migas). Dengan melihat gejolak ekonomi dunia khususnya harga  minyak  mentah dunia sampai akhir tahun 2008 terjadi penurunan yang sangat drastis dan cukup berdampak terhadap penerimaan sektor migas sehingga  pertumbuhan ekonomi Kabupaten Morowali diperkirakan hanya mencapai rata-rata 9,98%*) namun masih lebih diatas dibanding pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya ditargetkan  6-7%.  Berdasarkan data pdrb tahun 2007-2008, pdrb Kabupaten Morowali atas dasar harga berlaku tahun 2007 mencapai Rp 2.088.257 juta meningkat menjadi Rp 2.603.392 juta *) tahun 2008. Sedangkan pdrb  atas dasar harga konstan tahun 2000 mencapai Rp 1.394.560 juta tahun 2007 dan tahun   2008 diperkirakan  Rp 1.542.571 juta *). Dari  hasil analisis data pdrb tahun 2007 secara sektoral terdapat empat  sektor yang dominan memberikan porsi terhadap pembentukan perekonomian Kabupaten Morowali yakni sebagai berikut:
Sektor pertanian, memiliki potensi terbesar memberikan andil 46,32 % terhadap total pdrb  atas dasar harga berlaku. Beberapa subsektor yang mendukung sektor pertanian adalah subsektor perkebunan, perikanan, kehutanan dan tanaman  bahan makanan, masing-masing memberikan andil sebesar 25,93%, 7,04%, 6,17% dan 5,89%. Untuk subsektor tanaman bahan makanan seperti padi dan palawija hanya mengalami sedikit peningkatan produksi.  Hal ini perlu diwaspadai bahwa dengan tingginya biaya produksi pada sub sektor ini menyebabkan sebagian petani pindah berusaha ke sektor lain atau terjadi alih fungsi lahan dari tanaman pangan ke perkebunan yang bisa memberikan pendapatan yang lebih baik. Investasi pada sektor perkebunan seperti  kelapa, kelapa sawit, coklat serta lainnya telah  memberikan hasil nyata dalam mendukung perkembangan ekonomi masyarakat di Kabupaten Morowali dari tahun ke  tahun. Subsektor pertanian lainnya yang mempunyai prospek pengembangan kedepan adalah subsektor perikanan.
Sektor pertambangan dan penggalian, memberikan kontribusi 20,90 % terhadap total pdrb dimana peran subsektor pertambangan mencapai 20,45%. Sektor perdagangan, hotel dan restoran, memberikan kontribusi 12,71% terhadap total pdrb  dimana peran  subsektor perdagangan besar dan eceran mencapai 12,10%. Sektor jasa-jasa, secara keseluruhan didominasi oleh subsektor jasa pemerintahan umum 6,43% sedangkan jasa swasta 2,57%. Sektor jasa-jasa memberikan andil   sebesar 9%.
Jika dilihat dari pertumbuhannya, sektor yang mengalami lonjakan pertumbuhan fantastis dalam kurun waktu 2006-2007 yakni sektor pertambangan dan penggalian masing-masing 141,77% tahun 2006 dan 105,93% tahun 2007.  Hal ini terutama karena adanya sumbangan dari sektor migas yang dikelola oleh job pertamina medco expan tomori di kecamatan mamosalato yang telah beRproduksi selama tiga tahun.  Sektor kedua adalah sektor angkutan dan telekomonikasi. Dengan telah beroperasinya telepon selluler di wilayah morowali mampu mendongkrak pertumbuhan sektor komunikasi sebesar 28,45 %.
v  Perubahan atau Transformasi ekonomi
Keberlanjutan pembangunan masyarakat agraris menjadi masyarakat industriTransformasi struktural merupakan prasyarat dari peningkatan dan kesinambungan pertumbuhan dan penanggulangan kemiskinan, sekaligus pendukung bagi kelanjutan pembangunan. Pada kenyataannya, pertumbuhan ekonomi di Indonesia tidak disertai dengan perubahan struktur tenaga kerja yang berimbang. Artinya titik balik untuk aktivitas ekonomi tercapai lebih dahulu dibanding titik balik penggunaan tenaga kerja. Sehingga terjadi masalah-masalah yang seringkali diperdebatkan diantaranya apakah pangsa PDB sebanding dengan penurunan pangsaserapan tenaga kerja sektoral dan industri mana yang berkembang lebih cepat, agroindustri atauindustri manufaktur.
Apabila transformasi kurang seimbang dikuatirkan akan terjadi proses pemiskinan dan eksploitasi sumber daya manusia pada sektor primer.Dalam lingkup yang lebih kecil, misalnya pemerintah kabupaten, prinsip dasar atastrasformasi ekonomi masih dapat diberakukan. Peningkatan PDB dalam lingkup nasional dapatdilihat dari peningkatan PDRB dalam lingkup Kabupaten. PDRB merupakan indikator untuk menghitung dan mengetahui bagaimana transformasi yang terjadi dalam kabupaten tersebut. Apakah masih terkonsentrasi pada sektor Pertanian atau sudah mulai beralih pada sektor industridan jasa.Transformasi struktur ekonomi ditandai dengan mulai beralihnya konsentrasi ekonomi dariyang tadinya bertumpu pada sektor pertanian mulai beralih pada sektor industri. Di negara maju,tarsformasi yang terjadi sudah pada level dimana sektor industri mulai mengambil peran yangmengecil digantikanoleh sektor jasa yang artinya pemerintah berorientasi pada pelayanan publik tidak lagi pada peningkatan penghasilan masyarakat.Penulis mengambil sampel Kabapeten Morowali dalam mengidentifikasi transformasi padastruktur ekonomi.

C.       Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Ekonomi Kabupaten Morowali
PDRB Kabupaten Morowali mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dalam hal ini dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008. Peningkatan ini merupakan imbas dari peningkatan dari semua sektor ekonomi yang dimiliki oleh Kabupaten Morowali meliputi sektor pertanian sampai dengan pelayanan jasa terhadap masyarakat. Peningkatan PDRB dapat diartikan sebagai bentuk peningkatan kegiatan-kegiatan yang dijalankan oleh masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya. Sesuai Kriteria Bank Dunia sektor ekonomi dibagi menjadi 3 sektor, yaitu sektor Pertania, Industri, dan Jasa. Hal ini juga akan memudahkan dalam mengidentifikasi transformasi yangterjadi pada Kabupetan Morowali.
Dengan indikator yang disederhanakan menjadi 3 sektor yangsemula dari 9 sektor akan ssedikit membantu mempermudah bagaimana sebenarnya tarnsformasitersebut terjadi. Hal ini dikarenakan akan terlalu kompleks dan mencakup banyak indikator apabila tidak disederhanakan menjadi 3 sektor.
Share this article :
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Catatan Kuliah Geografi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger