Ruang
yang meliputi ruang darat, ruang laut, ruang udara, termasuk ruang di dalam
bumi, sebagai tempat manusia dan makhluk hidup lain melakukan kegiatan dan
memelihara kelangsungan hidupnya, pada dasarnya ketersediaannya tidak tak
terbatas. Berkaitan dengan hal tersebut dan untuk mewujudkan ruang wilayah
nasional yang aman , nyaman produktif dan berkelanjutan maka diperlukan penataan
ruang yang dapat mengharmonisasikan lingkungan alam dan lingkungan buatan yang
mampu mewujudkan keterpaduan penggunaan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan,
serta dapat memberikan perlindungan terhadap fungsi ruang serta yang dapat
memberikan perlindungan terhadap fungsi ruang dan pencegahan dampak negative terhadap
lingkungan hidup akibat pemanfaatan ruang.
Kaidah
penataan ruang ini termuat dalam UU No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang,
yang secara substansial memuat hal-hal sebagai berikut (Dirjen Penataan Ruang,
2008):
1. Strategi umum dan strategi implementasi
penyelenggaraan penataan ruang. Strategi umum merupakan rumusan visi yang
dituangkan dalam produk legal peraturan pemerintah dan peraturan daerah berupa
rencana umum tata ruang dengan muatan rencana struktur ruang dan rencana pola
ruang. Produk rencana umum tersebut secara hirarkis dan komplementer, meliputi
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi, dan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.
2. Strategi Implementatif memberikan produk
legal rencana operasional berupa rencana rinci/detail dan peraturan zonasi yang
ditetapkan dalam peraturan daerah. Dengan demikian akan terdapat kejelasan
pengaturan kawasan, blog, dan/atau sub-blog yang ditetapkan untuk tidak boleh
dibangun dan yang boleh dibangun dengan berbagai persyaratannya, seperti
persentase ruang yang boleh dibangun (koefisien dasar bangunan) maupun
koefisien daerah hijau yang harus tersedia.
3. Penegasan sifat produk rencana tata ruang,
bukan hanya yang bersifat administratif, seperti Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional, rencana tata ruang propinsi, dan rencana tata ruang wilayah
kabupaten/kota, melainkan dapat pula bersifat fungsional seperti rencana tata
ruang kawasan strategis nasional, rencana tata ruang kawasan strategis propinsi,
dan rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota. Rencana tata ruang
kawasan strategis nasional yang ditetapkan melaui Peraturan Presiden dapat
berupa rencana tata ruang kawasan perbatasan negara, rencana tata ruang kawasan
metropolitan Jabodetabekjur, dan rencana tata ruang kawasan daerah aliran
sungai lintas propinsi. Sedangkan rencana tata ruang kawasan strategis daerah
ditetapkan melalui perturan daerah. Sebagai contoh dapat berupa rencana tata
ruang daerah aliran sungai dalam satu propinsi/kabupaten yang ditetapkan khusus
dengan perda, antara lain untuk memulihkan DAS kritis dengan menjaga
keseimbangan neraca air dan tutupan lahan hijau.
4. Pembagian kewenangan yang jelas dan tegas
antara Pemerintah, pemerintah daerah propinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota
dalam penyelenggaraan penataan ruang untuk memberikan kejelasan tugas dan
tanggung jawab masing-masing tingkat pemerintahan, termasuk peran Pemerintah
dan pemerintah propinsi dalam pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap
pelaksanaan penataan ruang nasional, propinsi dan kabupaten/kota.
5. Penekanan terhadap hal-hal yang bersifat
sangat strategis sesuai perkembangan lingkungan strategis dan kecenderungan yang
ada, misalnya proporsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik di kota/perkotaan yang
ditetapkan minimal 20%, proporsi kawasan hutan dalam suatu DAS minimal 30%, dan
penetapan tentang pentingnya standar pelayanan minimal.
6. Penataan ruang yang mencakup ruang darat,
ruang laut, dan ruang udara termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan.
Seluruh permukaan bumi baik di daratan maupun di dasar laut pada hakikatnya
memiliki batasan kapasitas sehingga perlu diatur. Demikian pula di atasnya di
ruang udara maupun ruang laut dan di bawahnya yaitu di dalam bumi sebagai satu
kesatuan dengan permukaan bumi perlu pula di atur pemanfaatannya.
7.
Pengaturan ruang pada kawasan-kawasan yang
dinilai rawan bencana, seperti kawasan rawan bencana letusan gunung api, gempa
bumi, longsor, elombng pasang dan banjir, dan dampak dari keberadaan jaringan
listrik tegangan tinggi.
8. Pengaturan penataan ruang kawasan perkotaan dan kawasan pedesaan,
termasuk kawasan metropolitan dan kawasan agropolitan.
9. Pengaturan penataan ruang kawasan strategis
nasional dari sudut pandang ekonomi, antara lain Kawasan Ekonomi Khusus, Kerjasama
Ekonomi Sub Regional, Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas, serta Kawasan
Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET), dan Pengaturan untuk penataan ruang
kawasan perbatasan sebagai kawasan strategis nasional dari sudut pandang
pertahanan keamanan, termasuk pulau-pualu kecil terluar/terdepan.
10. Penegsan mengenai hak, kewajiban dan peran
masyrakat dalam penataan ruang, serta pengaturan dalam penyelesaian sengketa
penataan ruang yang pada tahap pertama diupayakan berdasarkan prinsip
musyawarah untuk mufakat.
11. Penguatan aspek pelestarian lingkungan
hidup dalam penyelenggaraan penataan ruang, antara lain penekanan bahwa
penataan ruang diselengggrakan untuk memperkokoh ketahanan nasional bukan hanya
dari aspek politik, sosial-budaya, pertahanan dan keamanan saja, tetapi juga
dari aspek lingkungan hidup dan IPTEK.
12. Penegasan pengaturan pemberian insentif dan
disinsensif dalam penataan ruang, baik dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah, dari pemerintah satu kepada pemerintah daerah lainnya, maupun dari
pemerintah kepada masyarakat.
13. Pengaturan sanksi, dalam hal ini selain
diatur sanksi administratif, juga diatur sanksi pidana, baik kepada pelanggar maupun
pemberi izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku, termasuk
pula pengaturan mengenai pembentukan pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil
(PPNS).
14.
Pengaturan jangka waktu penyelesaian
peraturan-peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Penataan Ruang, sebagai
dasar hukum implementasi penyelenggaraan penataan ruang, undang-undang tersebut
menghadapi banyak permasalahan, kendala dan tantangan sehingga diperlukan
dudkungan implementasi yang kuat.
Sumber:
Penataan Ruang Wilayah dan Kota (Lutfi Muta’ali, 2013)