Rencana
pemerintah di tahun 2012 ini adalah untuk menyatukan 3 zona waktu di indonesia,
yakni WIB, WIT, & WITA menjadi GMT +8 atau menjadi Waktu Indonesia Bagian
Tengah (WITA). Penyatuan zona waktu ini didukung oleh beberapa pihak,
diantaranya adalah mulai dari menteri Koordinator Perekonomian, menteri
Keuangan, menteri Perhubungan, Bursa Efek Indonesia (BEI), Bank Indonesia (BI),
dan bahkan Menteri Agama.
Berdasarkan
waktu rotasi bumi yang dibulatkan, 24 jam, dan derajat bumi, 360˚,
Fleming membagi bumi ke dalam 24 zona waktu. Titik nol atau toloknya berasal
dari Greenwich yang berada di bujur 0o. Ini berarti, waktu di tiap
garis bujur selebar 15˚ dapat berbeda satu jam lebih lambat atau
lebih cepat dari Greenwich. Semakin ke timur, waktu berbeda satu jam lebih
cepat daripada Greenwich (+). Sebaliknya, semakin ke barat, waktu berbeda satu
jam lebih lambat (-). Selisih waktu
paling cepat dari Greenwich adalah 12 jam, pun jua dengan selisih paling
lambatnya. Usul ini disepakati secara internasional melalui sebuah Konferensi
Meridian Internasional di Washington DC pada Oktober 1884.
Awal mulanya pembagian
wilayah waktu di Indonesia adalah pada tahun 1963 dengan dikeluarkanya Kepres
RI No. 243 tahun 1963. Isi dari Kepres tersebut membagi wilayah waktu di
Indonesia menjadi 3 bagian dan keputusan tersebut berlaku mulai tangal 1
Januari 1964. Adapun prinsip yang digunakan dalam proses pembagian wilayah
waktu Indonesia tersebut antara lain :
1. Menuju terbentuknya peraturan yang sesederhana mungkin2. Perbedaan waktu matahari jangan terlalu besar dengan waktu tolok, terutama bagi kota-kota besar atau penting
3. Batas wilayah jangan sampai membelah suatu propinsi atau pulau
4. Memperhatikan factor-faktor agama, politik, kegiatan masyarakat dan
ekonomi, kepadatan penduduk, lalu lintas/perhubungan, sosio-psikologis serta
perkembangan pembangunan.
Semenjak itu, diputuskan pembagian wilayah waktu sebagai berikut :
1. Waktu Indonesia Barat meliputi daerah-daerah Tingkat I dan Istimewa
di Sumatera, Jawa, Madura dan Bali dengan waktu tolok GMT+07.00 jam dan derajat
tolok 105° BT.
2. Waktu Indonesia Tengah meliputi daerah -daerah Tingkat I di
Kalimanatan, Sulawesi dan Nusa Ternggara dengan waktu tolok GMT+08.00 jam dan
derajat tolok 120° BT.
3. Waktu Indonesia Timur meliputi daerah-daerah Tingkat I di Maluku dan
Irian Jaya dengan waktu tolok GMT+09.00 jam dan derajat tolok 135° BT.
Tentunya dengan adanya penyatuan waktu di
Indonesia akan membawa berbagai keuntungan dan kerugian. Berbagai keuntungan
penyatuan waktu di Indonesia dalam berbagai bidang, diuraikan sebagai berikut :
1.
Perekonomian
Indonesia yang memiliki tiga zona waktu dinilai menghambat kenaikan
produktivitas. Dengan penyatuan zona waktu diharapkan produktivitas ekonomi
bisa meningkat. Selain itu, penyatuan waktu ini akan
memberikan waktu lebih banyak pada perdagangan bursa. Selama ini bursa di
Indonesia rutin mengikuti pembukaan di beberapa negara, seperti Hongkong Stock
Exchange, Singapura, Jepang dan negara-negara lain yang semuanya menggunakan
patokan waktu GMT +8. Selama ini, perdagangan
Indonesia kalah oleh Singapura dan Malaysia, salah satunya karena Jakarta
terlambat satu jam jika dibandingkan dengan Singapura dan Kuala Lumpur. Ketika
posisi Indonesia secara keseluruhan menjadi GMT+8, standar waktu Indonesia akan
sama dengan Singapura, Malaysia, dan Hongkong.
Penyatuan zona
waktu dari tiga zona menjadi satu zona akan mengucurkan triliunan rupiah untuk
Indonesia, sebab penggunaan energi lebih hemat, negara akan cepat terkoneksi
dengan luar negeri, dunia bisnis, dan biaya usaha lebih efisien.
2.
Birokrasi / Pemerintahan
Dalam bidang
birokrasi, ternyata waktu efektif kegiatan pemerintahan dalam sehari hanya 180
menit atau 3 jam saja. Padahal, jam kerja tersedia dalam satu hari adalah 480
menit (8 jam). Pegawai di wilayah timur Indonesia baru efektif bekerja pada
pukul 10.00 WIT. Soalnya, mereka menunggu rekan di wilayah barat yang baru
mulai buka pintu kantor pada saat sama (08.00 WIB). Atau di sektor pasar modal.
Para pedagang surat berharga Indonesia bagian timur ternyata hanya bisa
efektif bekerja selama 1 jam. Sementara di wilayah tengah 3 jam. Padahal, Bursa
Efek Indonesia yang bermarkas di Jakarta, beroperasi selama 5 jam mulai pukul
9.30 hingga 16.00 WIB.
Penyamaan waktu
antara Indonesia Barat, Tengah dan Timur diyakini akan dapat mengangkat 20% PDB
Indonesia. Sebab ada angkatan kerja berjumlah 190 juta orang yang akan
melakukan pekerjaannya secara bersama-sama. Sementara saat ini angkatan kerja
di Indonesia bekerja dalam waktu yang tidak sama. Saat penyatuan waktu, maka
dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi karena ada produktivitas yang sama-sama
bergerak. Selain itu, transsaksi di Bank Indonesia, para pelaku pasar uang di
Papua dan Maluku tidak memiliki waktu yang cukup untuk saling bertransaksi
dengan pelaku pasar di daerah Indonesia barat. Karena pusat bursa efek dan
perbankan berada di wilayah Barat, pelaku bisnis Papua dan Maluku harus
merelakan waktunya terbuang dua jam secara percuma menunggu lapak transaksi.
3.
Sosial
Dalam penyatuan waktu ini, umat Islam mudah menyesuaikan sebab shalat lima
waktu patokannya matahari, bukan jarum jam. Selama ini tiga zona memang menyulitkan penduduk Kalimantan. Bagi
yang tinggal di Kalimantan Barat dan ingin ke Kalimantan Timur, mereka harus
mengatur waktunya satu jam. Padahal, mereka satu dataran.
Pemakaian energi
listrik pada waktu beban puncak sekitar pukul 6-9 malam akan berkurang jika
pelanggan lebih cepat istirahat. Dengan mengubah WIB mengikuti WITA,
rentang waktu beban puncak berjalan mulai pukul 7 sampai 10 malam, secara tak
langsung berkurang. Masyarakat lebih cepat tidur. Beban listrik di pagi
hari juga akan berkurang karena pelanggan terbesar PLN dari golongan tarif R-1
lebih cepat bangun untuk berkegiatan di luar rumah.
Dalam bidang
pariwisata, contohnya pusat industri dan pariwisata kepulauan Riau yaitu Batam.
Jika Indonesia menerapkan GMT+8, maka eksekutif Singapura yang senang berlibur
ke Batam dan membeli kenyamanan di hotel-hotel pulau Batam akan menghabiskan
waktu lebih lama.
Secara keseluruhan, Kementerian Perhubungan mendukung rencana penyatuan
waktu ini untuk memperkuat jaringan Indonesia dengan negara-negara
lain karena dapat meningkat daya saing, sehingga konektivitas di ASEAN semakin
baik. Dunia penerbangan yang menyasar kawasan timur juga diuntungkan jika
terjadi penyesuaian zona waktu. Penerbangan Jakarta-Jayapura yang ditempuh
dalam 7 jam, membuat maskapai harus berangkat lebih dini untuk menghindari
kesorean tiba di Jayapura karena waktu Jayapura yang lebih lambat 2 jam. Dengan
asumsi, zona waktu disederhanakan jadi dua, akan dapat tambahan pertumbuhan
penerbangan 10 persen. Kemudian kawasan timur yang hanya berselisih satu jam
akan tumbuh pendapatan domestiknya karena ada mobilisasi yang lebih massif.
Jika wilayah yang
sekarang WIB mengikuti Wita, Kementerian telah meriset, ada penurunan pemakaian
energi di empat provinsi di pulau Jawa. Jika konsumsi menurun, maka biaya
perawatan instalasi energi juga akan berkurang, polusi juga berkurang, dan
biaya investasi juga berkurang.
Bagi dunia media
massa televisi nasional dan telekomunikasi, penyesuaian zona waktu juga
memunculkan keuntungan sendiri. Kawasan timur tak perlu menyesuaikan pola
istirahatnya mengikuti pola tayangan yang berbasis WIB yang lebih lambat dua
jam.
4.
Kerugian
Deputi Sains,
Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan Lembaga Penerbangan Antariksa (Lapan)
Thomas Djamaluddin menuturkan satu zona waktu justru berpotensi inefisiensi jam
kerja, khususnya di wilayah barat Indonesia yang banyak penduduknya sehingga
jika waktu menjadi lebih cepat satu jam, maka akan mengganggu aktivitas utama.
Inefisiensi terjadi terutama untuk komunikasi dinas atau bisnis. Sebab,
di Indonesia yang mayoritas muslim ada faktor salat lima waktu yang harus
dipertimbangkan. Kalau kawasan barat mengikuti zona waktu Indonesia bagian
tengah, otomatis pekerja di Indonesia bagian barat akan membutuhkan waktu lebih
lama untuk istirahat dan ibadah. Istirahat bagi pekerja di barat yang biasanya
pukul 12.00-13.00 WIB akan menjadi 11.00-12.00 WIB atau 12.00-13.00 WITA.
Adapun waktu salat Zuhur yang disatukan dengan istirahat tentu belum masuk.
Karena istirahat berakhir pukul 12.00 WIB atau 13.00 WITA. Maka pekerja tentu
akan minta tambahan waktu untuk ibadah. Selain itu, waktu produktif masyarakat
tak sesuai dengan aktivitas matahari, terutama bagi yang terbiasa dengan jam
matahari.
Menjadikan Satu
zona waktu untuk negara sepanjang ini tentu tidaklah tepat secara geografis.
Matahari terbit di papua pukul 07.00 WIT, di Lombok pukul 06.00 Wita, dan di
Aceh pukul 05.00 WIB. Zona waktu saat ini sudah sesuai dengan perjalanan
matahari yang berkisar, terbit pukul 06.00 dan terbenam pukul 18.00 walau ada
selisih di beberapa daerah dalam 1 zona. Jika semua daerah akan dijadikan satu
zona waktu (menggunakan WITA), maka pukul 06.00 di Lombok tepat matahari
baru terbit, sedangkan di Papua pukul 06.00 sudah siang, dan di Aceh pukul
06.00 masih gelap.
Penyatuan waktu
di Indonesia perlu dikaji secara komprehensif potensi dampak positif dan
negatif penyatuan zona waktu ini. Asumsi yang digunakan perlu diuji akurasinya
sebelum digunakan sebagai tolok ukur kajian plus-minus penyatuan zona waktu
ini.