A.Pengertian karst
Karst merupakan istilah dalam bahasa Jerman yang diturunkan dari bahasa Slovenia (kras) yang berarti lahan gersang berbatu. Istilah ini di negara asalnya sebenarnya tidak berkaitan dengan batugamping dan proses pelarutan, namun saat ini istilah kras telah diadopsi untuk istilah bentuklahan hasil proses perlarutan. Ford dan Williams (1989) mendefini-sikan karst sebagai medan dengan kondisi hidrologi yang khas sebagai akibat dari batuan yang mudah larut dan mempunyai porositas sekunder yang berkembang baik. Karst dicirikan oleh:
1. Terdapatnya sejumlah cekungan (depresi) dengan bentuk dan ukuran yang bervariasi, cekungan tersebut digenangi air atau tanpa air dengan kedalaman dan jarak yang berbeda-beda.
2. Bukit-bukit kecil dalam jumlah banyak yang merupakan sisi-sisi erosi akibat pelarutan kimia pada batu gamping, sehingga terbentuk bukit-bukit (conical hills).
3. Sungai-sungai tidak mengalami perkembangan pada permukaan. Sungai pada daerah karst umumnya terputus-putus, hilang kedalam tanah dan begitu saja muncul dari dalam tanah.
4.Terdapatnya sungai-sungai di bawah permukaan, adanya gua-gua kapur pada permukaan atau di atas permukaan.
5. Terdapatnya endapan sedimen lumpur berwarna merah (terrarosa) yang merupakan endapat resedual akibat pelapukan batu gamping.
6. Permukaan yang terbuka mempunyai kenampakan yang kasar, pecah-pecah atau lubang-lubang mapun runcing-runcing (lapies).
Topografi karst adalah bentukan rupa bumi yang unik dengan kenampakan atau fenomena khas akibat proses pelarutan dan pengendapan kembali CaCO3 diatas dan dibawah permukaan bumi. Selain itu, bentang alam seperti karst juga dapat terjadi dari proses pelapukan, hasil kerja hidrolik misalnya pengikisan, pergerakan tektonik, pencairan es dan evakuasi dari batuan beku (lava). Karena proses utama pembentukanya bukan pelarutan, maka bentang alam demikian disebut pseudokarst. Sementara itu karst yang terbentuk oleh pelarutan disebut truekarst.
Pengklasifikasian daerah karst berdasarkan pada keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral 1456.k/20/MEM/2000 tentang pedoman pengelompokan kawasan karst:
1. Kawasan karst
kelas 1
Berfungsi
sebagai kawasan yang menyimpan air, terdapat gua-gua dan sungai bawah tanah
yang aktif, gua-gua yang ada peninggalan sejarah. Berdasarkan hasil penelitian
dari pola kelurusan lembah (sturktur) dapat dilihat bahwa kelurusan di daerah
ini umumnya panjang dan lebar, pola demikian dapat diterangkan bahwa proses
pelarutan di daerah ini berjalan sangat intensif, dengan lembah yang luas akan
sangat mudah untuk menampung air hujan yang kemudian diteruskan melalui
pori-pori gerowong yang pada akhirnya akan membentuk sistem pola pengaliran
dibawah tanah. Pantai yang masuk ke daratan akan mempunyai flora dan fauna yang
khas. Terdapatnya sungai permukaan yang tiba-tiba hilang merupakan salah satu
ciri adanya sungai bawa tanah.
2. Kawasan karst
kelas 2
Kawasan ini
mempunyai kritreria sebagai pengimbuh air bawah tanah, mempunyai jaringan
gua-gua yang tidak aktif. Kawasan ini terdapat di daerah Purwosari dan Girisobo
dari citra bahwa pola kelurusan lembah pendek dan sempit yang
menidenditikasikan bahwa daerah ini bukan merupakan daerah penyimpan air.
Keberadaan batugamping di sini berbeda dengan batugamping di kawasan kelas 1,
dikawasan kelas 2 batugampingnya relatif lebih tipis karena berada di daerah
tinggian, sehingga proses pelarutan pada daerah lembah tidak seintensif pada
kawasan kelas 1.
3. Kawasan karst
kelas 3
Kawasan ini
tidak memiliki kriteria seperti diatas, kawasan ini terletak di daerah Wonosari
yang dicirikan olah adanya bukit-bukit yang bentuknya melengkung. Bentuk bukit
yang demikian disebabkan karena daerah ini terdiri dari perselingan batugamping
berlapis, batupasir gampingan dan napal. Yang mempunyai tingkat pelarutan yang
berbeda.
Ada beberapa
factor yang mempengaruhi topografi karst sehingga kawasan karst yang satu
dengan yang lainnya bisa berbeda. Adapun perbedaan tersebut ditimbulkan oleh :
1. Perbedaan litologi atau susunan Batu
Gamping. Ada yang tersusun 100 % dari mineral Kalsit (CaCO3), adapula yang
tercampur dengan mineral lain seperti Dolomit (CaMGCO3), Gypsum (CaSO4.2H2O),
Mangan, Aluminium atau kwarsa dll.
2. Perbedaan Ketebalan lapisan Batu Gamping.
3. Perbedaan Compactness (Kemampatan).
4. Perbedaan system celah rekah yang ada sejak
terbentuknya lapisan Batu Gamping.
5. Pengaruh Intensitas curah hujan daerah
sekitar.
6. Pengaruh Jenis Vegetasi yang berbeda.
7.Pengaruh Manusia yang membongkar Batu
Gamping atau menanaminya setelah membabat habis Vegetasi Primer.
8. Pengaruh titik elevasi kawasan atau ketinggian
dari permukaan air laut.
9. Pengaruh ketebalan lapisan tanah penutup
(Top Soil) pada kawasan tersebut.
10. Pengaruh Tektonisme terhadap bentuk fisik
dan system celah rekah.
B. Karakteristik
Bentuk Lahan Karst
Bentuk lahan
kawasan karst memiliki karakteristik berupa bentukan negative yang tertutup
dengan berbagai ukuran dan susunan, pola drainase yang terputus–putus, gua–gua
dan aliran sungai bawah tanah. Bentukan alam permukaan kawasan karst sangat
beragam dan tiap daerah memiliki ciri atau bentukan yang berbeda. Ada yang
berbentuk seperti menara atau disebut Tower Karst, ada yang berbentuk Cawan
Terbalik atau biasa disebut Conical Hill. Antara bukit–bukit Karst Tower dan
Conical bisa terlihat lembah–lembah yang lebar atau sempit. Bukit–bukit
tersebut terkadang terpisah oleh suatu dataran yang luas akan tetapi terkadang
juga ada yang saling berdempetan dengan bentuk yang simetris atau asimetris
dengan tinggi yang relative hampir sama. Kawasan Karst yang belum dijamah oleh
manusia (Agraris dan Pertambangan) biasanya masih tertutup Vegetasi yang lebat
bahkan bisa tidak terlihat dari kejauhan bahwa daerah tersebut adalah daerah
karst. Terkecuali Vegetasi tersebut telah dibabat oleh aktivitas manusia
seperti, Pertanian, Pertambangan, Penebangan Liar. Vegetasi kawasan karst juga
bisa habis akibat gerakan Gletser yang menerjang kawasan tersebut beberapa juta
tahun yang lalu. Akibat dari aktivitas tersebut maka timbullah penggundulan dan
pengikisan permukaan karst.
Perkembangan bentuklahan karst sangat bervariasi dari satu tempat ke tempat
lain. Variasi tersebut disebabkan oleh faktor-faktor yang mengontrol
perkembangannya, seperti batuan, struktur geologi, vegetasi, dan iklim.
Faktor-faktor tersebut secara bersama-sama menentukan intensitas dan kecepatan
karstifikasi. Hasil dari proses karstifikasi tersebut adalah bentuklahan karst.
1. Bentuklahan karst makro
Morfologi karst
makro di suatu wilayah dapat meliputi beberapa kombinasi dari bentukan negatif
berupa dolin, uvala, polje, atau ponor; dan bentukan positif berupa kegel,
mogote, atau pinacle (Sweeting, 1972, Trudgil, 1985; White, 1988; dan Ford dan
williams, 1996).
2. Bentuklahan karst mikro
Morfologi mikro
daerah karst dalam literatur dan artikel karst diistilahkan dengan karren
(bahasa Jerman) atau lapies (bahasa Prancis). Dimensi karren
bervariasi dari 1 hingga 10 meter, sedangkan mikro karen mempunyai demensi
kurang dari 1 cm (Ford dan Williams, 1996). Karren dapat diklasifikasikan
menjadi empat kelompok, yaitu bentuk membulat, bentuk memanjang yang terkontrol
oleh kekar, bentuk linier yang terkontrol proses hidrolik, dan bentuk poligonal.
C. Klasifikasi karst
Klasifikassi
karst secara umum telah dikategorikan menjadi tiga kelompok, antara lain :
1. Klasifikasi Cvijic
a. Holokarst,
merupakan karst dengan perkembangan sempurna, baik dari sudut pandang
bentuklahannya maupun hidrologi bawah permukaannya. Terjadi bila perkembangan
karst secara horizontal dan vertical tidak terbatas,batuan karbonat masif dan
murni dengan kekar vertikal yang menerus dari permukaan hingga batuan dasarnya,
serta tidak terdapat batuan impermeable yang berarti. Di Indonesia karst tipe
ini jarang ditemukan karena besarnya curah hujan menyebabkan sebagian besar
karst terkontrol oleh proses fluvial.
b. Merokarst,
merupakan karst dengan perkembangan tidak sempurna atau parsial dengan hanya
mempunyai sebagian ciri bentuklahan karst. Merokarst berkembang di batugamping
yang relatif tipis dan tidak murni, serta khususnya nila batugamping diselingi
oleh lapisan batuan napalan. Perkembangan secara vertical tidak sedalam
perkembangan holokarst dengan evolusi relief yang cepat. Erosi lebih dominan
dibandingkan pelarutan dan sungai permukaan berkembang. Merokarst pada umunya
tertutup oleh tanah, tidak ditemukan dolin, goa, swllow hole berkembang hanya
setempat-setempat. Sistem hidrologi tidak kompleks, alur sungai permukaan dan
bawah permukaan dapat dengan mudah diidentifikasi. Drainase bawah tanah
terhambat oleh lapisan impermeable. Contoh karst tipe ini yang terdapat di
indonesia adalah karst disekitar Rengel Kabupaten Tuban.
c. Karst Transisi,
berkembang di batuan karbunat relatif tebal yang memungkinkan perkembangan
karst bawah tanah, akan tetapi batuan dasar yang impermeable tidak sedalam di
holokarst, sehingga evolusi karst lebih cepat. Lembah fluvial lebih banya
dijumpai dan polje hamper tidak ditemukan. Contoh karst transisi di Indonesia
adalah Karst Gunung Sewu (Gunungkidul, Wonogiri, dan Pacitan), Karst
Karangbolong (Gombong), dan Karst Maros (Sulsel).
2. Klasifikasi Gvozdeckij
(1965)
a. Bare karst, lebih kurang
sama dengan karst Dinaric (holokarst)
b. Covered karst, merupakan
karst yang terbentuk apabila batuan karbonat tertutup alluvium, material
fluvio-glasial, atau batuan lain seperti batu pasir.
c. Soddy karst / soil covered karst, merupakan
karst yang berkembang di batu gamping yang tertutup oleh tanah atai terarossa
yang berasal dari pelarutan batugamping.
d. Burried karst, merupakan
karst yang telah tertutup oleh batuan lain, sehingga bukti karst hanya dapat
dikenali melalui data bor.
e. Tropical karst of cone karst, merupakan
karst yang terbentuk di daerah tropis.
f. Permaforst karst, merupakan
karst yang terbentuk di daerah bersalju.
3. Klasifikasi
Sweeting
a. True karst, merupakan
karst dengan perkembangan sempurna. Karst yang sebenarnya harus meupakan karst
dolin yang disebabkan oleh pelarutan karst secara vertical. Semua kast yang
bukan tipe karst dolin dikatakan sebagai deviant. Contohnya adalah karst
Dinaric.
b. Fluvio karst, dibentuk oleh
kombinasi proses fluvial dan proses pelarutan. Fluvio karst pada umumnya terjadi pada daerah batugamping yang
dilalui oleh sungai alogenik (sungai berhilir di daerah non karst). Sebaran
batu gamping baik secara vertical maupun lateral jauh lebih kecil dari pada
true karst. Permukaan batugamping pada umumnya tertutup oleh tanah yang
terbentuk oleh proses erosi dan sedimentasi proses fluvial. Singkapan
batugamping ditemukan bila telah terjadi erosi yang terjadi karena penggundulan
hutan. Lembah sungai permukaan dan ngarai banyak ditemukan. Bentukan hasil dari
proses masuknya sungai permukaan ke bawah tanah dan keluarnya kembali sungai
bawah ke permukaan merupakan fenomena yang banyak dijumpai (lembah buta dan
lembah saku).
c. Glasio karst, merupakan
karst yang terbentuk karena karstifikasi yang didominasi oleh proses glasiasi
dan pross glacial di daerah batugamping. Terdapat di daerah berbatugamping yang
pernah ,mengalami proses glasiasi. Dicirikan oleh kenampakan hasil penggogosan,
erosi, dan sedimentasi glacier. Hasil erosi glacier pada umumnya membentuk
limstoe pavement. Erosi lebih intensif terjadi disekitar kekar menghasilkan
cekungan dengan lereng terjal memisahkan pavement satu dengan yang lainnya.
Dolin terbentuk terutama oleh hujan salju. Contohnya karst di lereng atas
pegunungan alpen.
d. Nival karst, merupakan
karst yang terbentuk karena karstifikasi oleh hujan salju pada lingkunagn
glacial dan periglasial.
e. Tropical karst,
merupakan karst yang terbentuk pada daerah tropis. Tropical karst secara umum
dibedakan menjadi kegelkarst dan turmkarst. Kegelkarst dicirikan oleh kumpulan
bukit-bukit berbentuk kerucut yang sambung menyambung. Sela antar bukit kerucut
membentuk cekungan dengan bentuk seperti bintang yang dikenal dengan cockpit.
Cockpit sering membentuk pola kelurusan sebagai akibat control kekar atau
sesar. Contoh di Indonesia adalah Karst Gunung sewu dan Karst Karanagbolong.
Turmkarst, dicirikan dengan bukit-bukit dengan lereng terjal, biasanya
ditemukan dalam kelompok yang dipisahkan satu sama lain dengan sungai atau dataran
alluvial. Beberapa ahli beranggapan bahwa turmkarst merupakan bentukan lebih
lanjut dari kegelkarst karena kondisi hidrologi tertentu. Distribusi sebaran
bukit dan menara pada umumnya dikontrol oleh kekar atau sesar dengan ukuran yag
bervariasi. Kontak dari menara dengan dataran alluvium merupakan tempat
pemunculan mata air dan perkembangan gua.
4. Tipe karst yang
lain
a. Labyrint karst, karst yang
dicirikan oleh koridor-koridor memanjang yang terkontrol oleh adanya kekar atau
sesar. Morfologi karst tersusun oleh blok-blok batugamping yang dipisahkan satu
sama lain oleh koridor karst. Terbentuk karena pelarutan yang jaul lebih
intensif di jalur sesar dan patahan. Contoh di Indonesia adalah di Papua dan
sebagian Gunungsewu.
b. Karst polygonal, merupakan
penamaan yang didasarjan dari sudut pandang morfometri dolin. Dapat berupa
kerucut karst maupun menara karst. Karst dikatakan poligonal apabila semua
batuan karbonat telah berubah menjadi kumpulan dolin-dolin dan dolin telah
bersambung dengan lainnya.
c. Karst fosil,
merupakan karst yang terbentuk pada masa geologi lampau dan saat ini proses
karstifikasinya sudah berhenti. Tipe ini dapat dibedakan menjadi dua. Pertama,
bentuklahan tinggalan (relict landform) yaitu karst yang dibentuk pada waktu
geologi sebelumnya dan tidak tertutupi batuan lainnya. Kedua, bentuklahan
tergali (exhumed landform) yaitu karst yang dibentuk pada waktu geologi
sebelumnya dan tidak tertutupi batuan non karbonat yang selanjutnya muncul ke
permukaan karena batuan ataonya telah tersingkap oleh proses denudasi.
D.Permasalahan di
Daerah Karst
Seperti yang
telah kita ketahui bahwa 25 % permukaan bumi merupakan kawasan karst, sehingga
25 % kehidupan dunia pun tergantung pada kawasan ini. Keunikan kawasan karst
itu sendiri terletak pada fenomena melimpahnya air bawah permukaannya yang membentuk
jaringan sungai bawah tanah, namun di sisi lain, kekeringan tampak di permukaan
tanahnya. Kawasan karst merupakan kawasan yang mudah rusak. Batuan dasarnya
mudah larut sehingga mudah sekali terbentuk gua-gua bawah tanah dari celah dan
retakan. Mulai banyaknya permukiman penduduk yang terdapat di daerah ini akan
berpengaruh terhadap tingginya tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Serta bahaya dari alam sendiri berupa bencana alam guguran batuan dan runtuhnya
gua bawah tanah.
Keberadaan
air tanah ini sangat dipengaruhi karakteristik wilayah baik faktor dari luar
cuaca-iklim dan manusia maupun faktor dari dalam yaitu kondisi geologi. Pada daerah
karst,
dimana daerahnya tersusun dari batuan kapur yang kemampuan meloloskan airnya
relatif tinggi, sehigga pada musim kemarau penduduk sering kesulitan untuk
mendapatkan air tanah. Selama ini penduduk setempat belum mempunyai perhitungan
secara tepat untuk menentukan sumber air yang potensial. Karakteristik
wilayah di ekosistem karst sangat
spesifik menimbulkan berbagai permasalahan terutama
menyangkut fungsi dan daya dukung ekosistem karst terhadap
aktivitas kehidupan manusia yang berada di dalamnya.
Berbagai permasalahan yang muncul
utamanya disebabkan oleh kurang tersedianya air terutama pada musim kemarau.
Karakteristik fisik formasi karst memberikan
sistem drainase yang unik dan didominasi oleh aliran bawah permukaan. Dengan
kondisi tersebut pada musim penghujan, air hujan yang jatuh di daerah karst tidak dapat
tertahan di permukaan
tanah tetapi akan langsung masuk ke jaringan sungai bawah tanah. Sumber air
permukaan hanya diperoleh dari sisa-sisa air hujan yang belum sempat meresap
kedalam tanah sehingga pada musim kemarau sering terjadi kekeringan dan
kekurangan pasokan air untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Kawasan karst yang
didominasi batuan dengan solum yang sangat tipis membentuk suatu kawasan lahan
kritis yang luas.
Di kalangan
ahli lingkungan, kawasan karst merupakan kawasan yang sangat peka terhadap
perubahan lingkungan. Hal ini disebabkan kawasan karst memiliki daya dukung
yang rendah, dan sukar diperbaiki jika sudah terlanjur rusak. Kegiatan-kegiatan
manusia yang menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan karst antara lain
adalah kegiatan penambangan, pertanian, peternakan, penebangan hutan,
pembangunan jalan dan pariwisata. Kegiatan tersebut mengakibatkan terjadinya
perubahan bentang alam karst, hilangnya mata air, menurunnya keanekaragaman
hayati, banjir dan pencemaran air permukaan.
Kawasan karst memiliki fungsi yang beragam termasuk ekonomi, ekologi,
maupun sosial budaya khususnya masyarakat yang ada di sekitar kawasan. Sebagian
besar kawasan karst telah mengalami degradasi lingkungan akibat belum jelasnya
status untuk kawasan itu sendiri. Permasalahan yang kerap terjadi di kawasan
karst adalah persepsi dan apresiasi pemerintah dan masyarakat yang masih
rendah, dan ahli karst di Indonesia yang masih sangat minim. Ahli hidrologi,
arkeologi, paleontologi karst masih sangat langka di Indonesia. Pandangan ahli
geologi di Indonesiapun masih cenderung menganggap kawasan karst sebagai bahan
galian khususnya untuk bahan baku industri semen dan marmer.