Sampai menjelang berakhirnya abad ke-20,
pembangunan perumahan dan permukiman di Indonesia telah mencapai keberhasilan
melalui kebijakan pembangunan perumahan massal yang dikenal sebagai pola
pasokan. Pola pasokan tersebut diawali dengan penugasan kepada Perum Perumnas
untuk menyediakan perumahan sederhana pada tahun 1974, dan kemudian juga
dikembangkan oleh para pengembang swasta yang juga melayani masyarakat golongan
berpenghasilan menengah keatas. Namun demikian, dapat diakui bahwa masih
terdapat sekitar 85% perumahan yang diupayakan sendiri oleh masyarakat secara
informal.
Sektor perumahan dan permukiman telah
menjadi salah satu sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Investasi
di sektor perumahan berkisar antara 2 - 8 % dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Kontribusi investasi perumahan terhadap PDB tersebut akan semakin meningkat
sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Peran penting
sektor perumahan dan permukiman dalam pembangunan perekonomian nasional
terutama karena terkait dengan efek multiplier yang dapat diciptakan, baik
terhadap penciptaan lapangan kerja maupun terhadap pendapatan nasional, yang
ditimbulkan oleh setiap investasi yang dilakukan di sektor perumahan.
Efek investasi di sektor perumahan atas
penciptaan lapangan kerja di Indonesia adalah setiap milyar rupiah yang
diinvestasikan di bidang perumahan dapat menghasilkan sekitar 105 orang-tahun
pekerjaan secara langsung, sedangkan multiplier pekerjaan secara tidak langsung
sekitar 3,5 kali. Sedangkan efek investasi perumahan terhadap nasional
pendapatan di Indonesia sekitar 1,7 kali, yaitu untuk setiap milyar rupiah
investasi di bidang perumahan dapat menghasilkan pendapatan nasional sebesar
1,7 milyar rupiah.
Pada akhir abad dua puluh keterpurukan
perekonomian yang terjadi di Indonesia tidak dapat terelakkan, dan hal ini
kemudian berdampak pada merosotnya kemampuan finansial pemerintah, dunia usaha,
dan masyarakat termasuk di dalam menyelenggarakan perumahan dan permukiman,
serta yang sekaligus juga berdampak pada kinerja sektor perumahan dan
permukiman, yang sebenarnya dapat berperan sebagai salah satu lokomotif
kebangkitan ekonomi nasional.
Selanjutnya seiring dengan perubahan
kondisi sosial politik yang diantaranya mengamanatkan desentralisasi di dalam
penyelenggaraan tugas pembangunan, maka penyelenggaraan perumahan dan
permukiman mulai menerapkan secara lebih intensif pola pembangunan yang
terdesentralisasi. Hal ini sebetulnya sangat sejalan dengan karakteristik
persoalan perumahan dan permukiman yang memang khas lokal kontekstual, serta
kondisi pengembangan potensi kemampuan masyarakat di dalam merespon persoalan
di bidang perumahan dan permukiman yang semakin memadai, disamping sangat
sesuai dengan tuntutan kebijakan pembangunan nasional dan perundangundangan
yang menekankan pada pelaksanaan otonomi daerah secara nyata dan
bertanggung-jawab.
Isu Strategis Perumahan dan Permukiman
Isu strategis penyelenggaraan perumahan
dan permukiman di Indonesia sesungguhnya tidak terlepas dari dinamika yang
berkembang di dalam kehidupan masyarakat, dan kondisi kebijakan pemerintah di
dalam mengelola persoalan perumahan dan permukiman yang ada, antara lain
sebagai berikut:
1.
Isu Kesenjangan Pelayanan
Isu kesenjangan pelayanan muncul karena
terbatasnya peluang untuk memperoleh pelayanan dan kesempatan berperan di
bidang perumahan dan permukiman, khususnya bagi kelompok masyarakat miskin dan
berpendapatan rendah. Di samping itu juga dapat dikarenakan adanya konflik
kepentingan akibat implementasi kebijakan yang relatif masih belum sepenuhnya
dapat memberikan perhatian dan keberpihakan kepada kepentingan masyarakat
secara keseluruhan. Oleh karenanya ke depan perlu dikembangkan kepranataan dan
instrumen penyelenggaraan perumahan dan permukiman yang lebih berorientasi
kepada kepentingan seluruh lapisan masyarakat secara berkeadilan sosial;
peningkatan dan pengembangan kapasitas profesional di bidang perumahan dan
permukiman baik bagi aparat pemerintah pusat dan daerah maupun bagi pelaku
pembangunan permukiman lainnya; dan pengembangan fungsi, sistem dan jejaring
informasi serta diseminasi mengenai hidup bermukim yang layak bagi seluruh
lapisan masyarakat.
2.
Isu Lingkungan
Isu lingkungan pada kawasan perumahan
dan permukiman umumnya muncul karena dipicu oleh tingkat urbanisasi dan
industrialisasi yang tinggi, serta dampak pemanfaatan sumber daya dan teknologi
yang kurang terkendali. Kelangkaan prasarana dan sarana dasar, ketidakmampuan
memelihara dan memperbaiki lingkungan permukiman yang ada, dan masih rendahnya
kualitas permukiman baik secara fungsional, lingkungan, maupun visual wujud
lingkungan, merupakan isu utama bagi upaya menciptakan lingkungan permukiman
yang sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan. Isu tersebut juga menjadi lebih
berkembang dikaitkan dengan belum diterapkannya secara optimal pencapaian
standar pelayanan minimal perumahan dan permukiman yang berbasis indeks
pembangunan berkelanjutan di masing-masing daerah.
3.
Isu Manajemen Pembangunan
Isu manajemen pembangunan muncul
umumnya karena dipengaruhi oleh keterbatasan kinerja tata pemerintahan di
seluruh tingkatan, sehingga berdampak pada lemahnya implementasi kebijakan yang
telah ditetapkan, inkonsistensi di dalam pemanfaatan lahan untuk perumahan dan
permukiman, dan munculnya dampak negatif terhadap lingkungan. Di samping itu
terjadinya proses marjinalisasi sektor lokal oleh sektor nasional dan global
juga berdampak potensial terhadap meningkatnya kemiskinan serta tersisihnya
komunitas informal setempat berikut terbatasnya peluang usaha. Urbanisasi di
daerah yang tumbuh cepat juga merupakan tantangan bagi pemerintah, baik
nasional maupun lokal, untuk menjaga agar pertumbuhannya lebih merata, termasuk
dalam upaya pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman. Dengan demikian,
pengelolaan pembangunan perumahan dan permukiman harus memungkinkan
berkembangnya prakarsa masyarakat melalui mekanisme yang dipilihnya sendiri. Di
pihak lain kemampuan membangun perumahan dan permukiman oleh komunitas harus
direspon secara lebih tepat oleh pemerintah di dalam kerangka tata pemerintahan
yang baik, sehingga kebutuhan akan identitas lokal masih tetap dapat terjaga di
dalam kerangka pembangunan perumahan dan permukiman yang lebih menyeluruh.