Peningkatan jumlah penduduk yang tinggi
dan perpindahan penduduk ke daerah perkotaan, merupakan penyebab utama pesatnya
perkembangan kegiatan suatu kota. Perkembangan tersebut menyebabkan terjadinya
perubahan-perubahan terhadap struktur kota. Perubahan tersebut akan mengarah
pada kemerosotan suatu lingkungan permukiman, tidak efisiennya penggunaan tanah
daerah pusat kota, dan mengungkapkan bahwa penurunan kualitas tersebut bisa
terjadi di setiap bagian kota. Kemerosotan lingkungan seringkali dikaitkan
dengan masalah sosial, seperti kriminalitas, kenakalan remaja, prostitusi dan sebagainya
(Sujarto, 1980). Meskipun sulit untuk bisa diukur, peremajaan kota diyakini
akan membawa perbaikan-perbaikan keadaan sosial pada wilayah-wilayah yang
mengalami kemerosotan lingkungan. Peremajaan kota adalah upaya pembangunan yang
terencana untuk merubah atau memperbaharui suatu kawasan di kota yang mutu
lingkungannya rendah (Yudohusodo dkk, 1991).
Dalam Panudju (1999), peremajaan
lingkungan permukiman merupakan bagian dari program peremajaan kota. Peremajaan
lingkungan permukiman adalah pembongkaran sebagian atau seluruh permukiman
kumuh yang sebagian besar atau seluruhnya berada di atas tanah negara dan
selanjutnya ditempat sama dibangun prasarana dan fasilitas lingkungan,
rumah susun serta bangunan-bangunan lainnya sesuai dengan rencana tata ruang
kota yang bersangkutan. Sedangkan menurut Cipta Karya (1996) peremajaan
lingkungan permukiman di kota merupakan proses penataan kembali kawasan kumuh
perkotaan agar dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai ruang kegiatan
masyarakatnya. Proses tersebut terutama diterapkan pada kawasan permukiman yang
dihuni oleh kelompok masyarakat kota berpenghasilan rendah.
Lingkungan permukiman adalah kawasan
perumahan lengkap dengan sarana dan prasarana kebutuhan hidup sehari-hari serta
merupakan bagian dari suatu kota (Dirjend Cipta Karya PU, IAP, 1997). Ada
beberapa tindakan yang dapat dilakukan berkaitan dengan upaya peremajaan pada
suatu lingkungan (Danisworo, 1988) yaitu :
a. Redevelopment
atau pembangunan kembali, adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota
dengan terlebih dulu melakukan pembongkaran sarana dan prasarana pada sebagian
atau seluruh kawasan tersebut yang telah dinyatakan tidak dapat dipertahankan
lagi kehadirannya. Biasanya, dalam kegiatan ini terjadi perubahan secara
struktural terhadap peruntukan lahan, profil sosial ekonomi, serta
ketentuan-ketentuan pembangunan lainnya yang mengatur intensitas pembangunan
baru.
b. Gentrifikasi
adalah
upaya peningkatan vitalitas suatu kawasan kota melalui upaya peningkatan
kualitas bangunan atau lingkungannya tanpa menimbulkan perubahan berarti
terhadap struktur fisik kawasan tersebut. Gentrifikasi bertujuan memperbaiki
nilai ekonomi suatu kawasan kota dengan cara memanfaatkan berbagai sarana dan
prasarana yang ada, meningkatkan kualitas serta kemampuannya tanpa harus
melakukan pembongkaran berarti.
c. Rehabilitasi
pada dasarnya merupakan upaya untuk mengembalikan kondisi suatu bangunan atau
unsur-unsur kawasan kota yang telah mengalami kerusakan, kemunduran, atau
degradasi, sehingga dapat berfungsi kembali sebagaimana mestinya.
d. Preservasi
merupakan upaya untuk memelihara dan melestarikan lingkungan pada kondisinya
yang ada, dan mencegah terjadinya proses kerusakannya. Metode ini biasanya
diterapkan untuk obyek memiliki arti sejarah atau arti arsitektur tertentu.
e. Konservasi
merupakan upaya untuk melestarikan, melindungi serta memanfaatkan sumber daya
suatu tempat, seperti kawasan dengan kehidupan budaya dan tradisi yang
mempunyai arti, kawasan dengan kepadatan penduduk yang ideal, cagar budaya,
hutan lindung, dan sebagainya. Konservasi dengan demikian, sebenarnya merupakan
pula upaya preservasi, namun dengan tetap memanfaatkan kegunaan dari suatu
tempat untuk menampung dan memberi wadah bagi kegiatan yang sama seperti
kegiatan asalnya atau bagi kegiatan yang sama sekalibaru melalui usaha
penyesuaiang, sehingga dapat membiayai sendiri kelansungan eksistensinya.
f. Resettlement
adalah proses pemindahan penduduk dari lokasi permukiman yang sudah tidak
sesuai dengan peruntukkannya ke lokasi baru yang sudah disiapkan sesuai dengan
rencana permukiman kota. Dalam hal ini peremajaan lingkungan permukiman di
Mojosongo Surakarta dilakukan dengan redevelopment,
resettlement dan peremajaan tanpa perubahan struktur kawasan.
Perlu ditekankan di sini bahwa
pelajaran yang dapat dipetik dari usaha peremajaan yang telah dilakukan dan
dari teori tentang manajemen menekankan pada keuntungan dan pentingnya peran serta masyarakat lokal (Couch, 1990).
Mengenai peran serta masyarakat dalam peremajaan lingkungan permukiman di kota,
Weaver mengemukakan, bahwa pengertian peran serta bukanlah menerima saja secara
pasif terhadap apa yang akan dilakukan terhadap mereka, tetapi adalah peran
aktif tokoh-tokoh setempat beserta lembaga-lembaga yang ada sebagai usaha untuk
mendorong kegiatan komunitas. Lebih lanjut dikemukakan bahwa, masyarakat perlu
dilibatkan dalam peremajaan lingkungan permukiman dengan maksud agar mereka
tidak melakukan oposisi terhadap program tersebut, karena adanya reaksi
menentang dari masyarakat akan membawa dampak sosial dan politis yang
merugikan, terutama bila menyangkut kelompok atau etnis tertentu (Wilson, 1973).