Perkembangan Kota
Kota adalah kawasan permukiman yang
jumlah dan kepadatan penduduk yang relatif tinggi, memiliki luas areal
terbatas, pada umumnya bersifat non agraris, tempat sekelompok orang-orang
dalam jumlah tertentu dan bertempat tinggal bersama dalam suatu wilayah
geografis tertentu, cenderung berpola hubungan rasional, ekonomis dan
individualistis (Kamus Tata Ruang, 1997).
Menurut Budihardjo (1996) kota
merupakan hasil cipta, karsa dan karya manusia yang paling rumit dan muskil
sepanjang sejarah Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa begitu banyak
masalah bermunculan silih berganti di perkotaan, akibat pertarungan kepentingan
berbagai pihak yang latar belakang visi, misi dan motivasinya berbeda satu sama
lain. Kota merupakan suatu permukiman yang relatif besar, padat dan permanen,
dengan penduduk yang heterogen kedudukan sosialnya (Daljoeni, 1998).
Secara teoritis terdapat tiga cara
perkembangan kota, (Zahnd, 1994) yairu :
a. Perkembangan
horisontal, artinya daerah bertambah sedangkan ketinggian bangunan dan
intensitas lahan terbangun (coverage)
tetap sama.
b. Perkembangan
vertikal, artinya daerah pembangunan dan kualitas lahan terbangun sama,
sedangkan ketinggian bertambah.
c. Perkembangan
interstial, artinya daerah dan ketinggian bangunan-bangunan rata tetap
sama, sedangkan kuantitas lahan terbangun (coverage)
bertambah.
Perkembangan
kota pada umumnya terdiri dari dua faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal.
Faktor eksternal merupakan suatu kekuatan yang terbentuk akibat kedudukan kota
dalam kontelasi regional atau wilayah yang lebih luas, sehingga memiliki
kemampuan untuk menarik perkembangan dari daerah sekitarnya yang selanjutnya
diakomodasikan dalam kekuatan ekonomi kota. Faktor internal adalah kekuatan
suatu kota untuk berrkembang dan ditentukan oleh keuntungan geografis, letak,
fungsi kota. (Branch, 1996).
Daldjoeni
(1998) juga mengemukakan bahwa proses berekspansinya kota dan berubahnya struktur
tata guna lahan sebagian besar disebabkan oleh adanya daya sentrifugal dan data
sentripetal pada kota. Yang pertama mendorong gerak ke luar dari penduduk dan
berbagai usahanya, lalu terjadi dispersi kegiatan manusia dan relokasi
sektor-sektor dan zone-zone kota, yang kedua mendorong gerak ke dalam dari
penduduk dan berbagai usahanya sehingga terjadilah pemusatan (konsentrasi)
kegiatan manusia.
Sujarto
(1996) mengatakan bahwa perkembangan kota dan pertumbuhan kota sangat
dipengaruhi oleh faktor manusia, faktor kegiatan manusia dan faktor pola
pergerakan manusia antar pusat kegiatan.
Kota
merupakan pusat perkembangan dalam suatu wilayah dimana pusat kota tumbuh dan
berkembang lebih pesat dibandingkan dengan daerah sekelilingnya. (Edger, M.
Hoover, 1977). Pada umumnya suatu kota tumbuh dan berkembang karena kegiatan
penduduknya, perkembangan kota dapat ditinjau dari beberapa aspek yang dapat
menentukan pertumbuhan dan perkembangan suatu kota, yaitu :
a. Perkembangan penduduk perkotaan menunjukan
pertumbuhan dan intensitas kegiatan kota.
b. Kelengakapan fasilitas yang
disediakan oleh kota dapat menunjukan adanya tingkat pelayanan bagi
masyarakatnya.
c. Tingkat investasi kota dimana
hasilnya dapat menunjukan tingkat pertumbuhan kota yang dapat tercapai dengan
tingkat ekonomi yang tinggi.
Perkembangan
kota juga dapat ditinjau dari peningkatan aktivitas kegiatan sosial ekonomi dan
pergerakan arus mobilitas penduduk kota yang pada gilirannya menuntut kebutuhan
ruang bagi permukima, karena dalam lingkungan perkotaan, perumahan menempati
presentasi penggunaan lahan terbesar dibandingkan dengan penggunaan lainnya,
sehingga merupakan komponen utama dalam pembentukan struktur suatu kota.
Menurut
Horton dan Reynold dalam Bourne (1982), perkembangan kota selain dilihat dari
perkembangan geografis, dapat juga dilihat dari sisi “Behavior approach”
artinya melihat dari sisi pengambil keputusan, yang dimaksud dalam permasalahan
ini adalah pengembang. Dalam hal memilih lokasi untuk perumahannya
pengembang lebih menekankan pada unsur mencari keuntungan, tanpa
memikirkan akibat yang terjadi di kemudian, sehingga perkembangan kota dapat
saja mengikuti kemauan pengembang.
Penentuan
Lokasi Perumahan
Persepsi
perumahan lebih banyak dikaitkan dengan tingkat pendapatan dan lokasi perumahan
menurut masyarakat. Menurut teori struktur internal perkotaan dari Burgess,
dijelaskan bahwa faktor lokasi sangat penting bagi tingkat penghasilan. Pilihan
lokasi akan hunian umumnya akan berusaha mendekati lokasi aktivitasnya, namun
dalam perkembangan penggunaan lahan di perkotan lebih dititik beratkan pada
segi ekonomis lahan.
Karena
semakin dekat dengan pusat aktivitas maka semakin tinggi tingkat aksesibilitas
lokasi, guna lahan yang berkembang diatasnya juga akan semakin intensif, yang
akibatnya sangat mempengaruhi peruntukan lahan bagi perumahan.
Setiap
kegiatan manusia memerlukan ruang tertentu, seseorang yang ingin memiliki lahan
yang baik dan kondisi lingkungan yang baik serta dekat dengan tempat yang lain untuk
kepentingan tertentu, sangat bergantung kepada harga lahan, harga lahan
menentukan permintaan atas lahan serta mempengaruhi intensitas persaingan untuk
mendapatkan lahan.
Aktor
Pembangunan Perumahan
Selama
ini yang dianggap sebagai pemeran utaama pembangunan perumahan adalah tiga
besar, yaitu pemerintah swasta dan masyarakat. Menurut Menurut Budihardjo
(1998:45), pembangunan perumahan dilaksanakan oleh dua sektor yaitu
sektor formal dalam hal ini pemerintah, swasta dan hibrida, dan sektor informal
yaitu masyarakat dan hibrida, sedangkan aktor-aktor yang terkait dalam
pembangunan perumahan adalah seperti tabel dibawah ini
Dari
tabel diatas terlihat bahwa sektor swasta kurang banyak terlibat dalam
pembangunan perumaahan untuk kelompok berpenghasilan rendah dan sangat rendah,
namun pembangunan perumahan telah dilakukan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
perumahan seluruh lapisan masyarakat dari kelas atas sampai kelas paling
rendah.
Sampai
saat ini belum jelas apa kriteria dan persyaratan pembangunan perumahan oleh
real estate, dalam praktek begitu banyak kejanggalan seolah-olah real estate
hanya memberi prioritas bagi warga yang berduit, memberi keuntungan berlipat
ganda bagi para spekulan tanah secara langsung dan tidak langsung “menggusur
rakyat kecil dari permukiman semula (Marbun, 1990), sedangkan menurut
Gallion (1992) bahwa dalam prakteknya, real estate menganggap tanah
sebagai suatu komoditi untuk dibeli dengan harga rendah dan dijual dengan harga
tinggi.
Menurut
Budihardjo (1997), bila lahan dibiarkan sebagai komoditi ekonomi yang
ditarungkan secara bebas, maka mayoritas masyarakat berpenghasilan rendah di
perkotaan akan semakin terpuruk dan semakin tidak mampu menjangkau atau
memiliki rumah yang layak, yang dibangun oleh pihak swasta, dan jika hal
tersebut dibiarkan maka pembangunan perumahan dan permukiman dalam skala besar
di perkotaan selalu dihadapkan pada masalah tanah yang makin mahal dan langka
serta perlu dikendalikan. (Lukita, 1992).
Dalam
pemilihan tempat untuk lokasi perumahan, developer/pengembang akan mencari
lokasi bangunan yang sesuai dengan cara menyeleksi beberapa tempat. Dari banyak
kriteria yang mempengaruhi pemilihan tempat, menurut Catanese (1996) yang
paling utama adalah :
a. Hukum dan lingkungan, akankah hukum
yang berlaku mengijinkan didirikannya gedung dengan ukuran tertentu,
persyaratan tempat parkir, tinggi maksimum gedung, batasan-batasan kemunduran
dan berbagai kendala lain yang berkaitan.
b. Sarana, suatu proyek membutuhkan
pemasangan air, gas, listrik, telepon, tanda bahaya (alaram), jaringan
drainase.
c. Faktor teknis, artinya bagaimana
keadaan tanah, topografi dan drainase yang mempengaruhi desain tempat atau
desain bangunan.
d. Lokasi, yang dipertimbangkan adalah
pemasarannya, aksesibilitas, dilewati kendaraan umum dan dilewati banyak
pejalan kaki.
e. Estetika, yang dipertimbangkan
adalah view yang menarik.
f. Masyarakat, yang dipertimbangkan
adalah dampak pembangunan real estate tersebut terhadap masyarakat sekitar,
kemacetan lalu lintas dan kebisingan.
g. Fasilitas pelayanan, yang
dipertimbangkan adalah aparat kepolisian, pemadam kebakaran, pembuangan sampah,
dan sekolah.
h. Biaya, yang dimaksud dengan biaya
adalah harga tanah yang murah.
Dengan
banyaknya dan beragam kriteria yang ada, maka terjadilah persaingan antara
pengembang dalam memilih lokasi untuk membangun perumahannya, hal ini
menunjukan bahwa menentukan lokasi untuk perumahan bukan hal yang mudah.