Klasfikasi Interpretasi citra
bertujuan untuk pengelompokkan atau membuat segmentasi mengenai
kenampakan-kenampakan yang homogen. Klasifikasi
yang akan dijelaskan dibawah ini adalah klasifikasi visual, dimana pengenalan
penutup/penggunaan lahan sampai pada tahap fungsi dari lahan tersebut (misal,
sawah, lading/tegalan, kebun campur, hutan, dll) yang kemudian dilakukan
pendeleniasian (pemberian batas antara penutup/penggunaan lahan yang berbeda)
langsung pada monitor komputer (digitation on screen).
Untuk dapat melakukan interpretasi, penafsir memerlukan
unsur-unsur pengenal pada obyek atau gejala yang terekam pada citra.
Unsur-unsur pengenal ini secara individual maupun secara kolektif mampu
membimbing penafsir ke arah pengenalan yang benar. Unsur-unsur ini disebut
unsur-unsur interpretasi, dan bayangan, tekstur, pola, situs, dan asosiasi.
Rona (tone) mengacu pada
kecerahan relatif obyek pada citra. Rona biasanya dinyatakan dalam derajat
keabuan meliputi 8 (delapan) hal, yaitu rona/warna, bentuk, ukuran, (grey
scale), misalnya hitam/sangat gelap, agak gelap, cerah, sangat cerah/putih.
Apabila citra yang digunakan itu berwarna, maka unsur interpretasi yang
digunakan ialah warna (color), meskipun penyebutannya masih terkombinasi
dengan rona, misalnya merah, hijau, coklat kekuningan, biru kehijauan agak
gelap, dan sebagainya.
Bentuk (shape) sebagai unsur
interpretasi mengacu ke bentuk secara umum, konfigurasi, atau garis besar wujud
obyek secara individual. Bentuk beberapa obyek kadang-kadang begitu berbeda
daripada yang lain, sehingga obyek tersebut dapat dikenali semata-mata dari
unsur bentuknya saja. Ukuran (size) obyek pada foto harus
dipertimbangkan dalam konteks skala yang ada. Penyebutan ukuran juga tidak
selalu dapat dilakukan untuk semua jenis obyek.
Pola (pattern) terkait dengan
susunan keruangan obyek. Pola biasanya terkait pula dengan adanya pengulangan
bentuk umum suatu atau sekelompok obyek dalam ruang. Istilah-istilah yang
digunakan untuk menyatakan pola misalnya adalah teratur, tidak teratur, kurang
teratur, kadang-kadang pula perlu digunakan istilah yang lebih ekspresif,
misalnya melingkar, memanjang terputus-putus, konsentris dan sebagainya.
Bayangan (shadow) sangat
penting bagi penafsir karena, dapat memberikan dua macam efek yang berlawanan.
Pertama bayangan mampu menegaskan bentuk obyek pada citra, karena outline obyek
menjadi lebih tajam/jelas, begitu pula kesan ketinggiannnya. Kedua bayangan
justru kurang memberikan pantulan obyek ke sensor, sehingga obyek yang teramati
menjadi tidak jelas.
Tekstur (texture) merupakan
ukuran frekuensi perubahan rona pada gambar obyek. Tekstur dapat dihasilkan
oleh agregasi /pengelompokan satuan kenampakan pohon dan bayangannya,
gerombolan satwa liar di bebatuan yang terserak diatas permukaaan tanah. Kesan
tekstur juga bersifat relatif, tergantung pada skala dan resolusi citra yang
digunakan.
Situs (site) atau letak
merupakan penjelasan tentang lokasi obyek relatif terhadap obyek atau
kenampakan lain yang lebih mudah untuk dikenali, dan dipandang dapat dijadikan
dasar untuk identifikasi obyek yang dikaji. Obyek dengan rona cerah, berbentuk
silinder, ada bayangannya, dan tersusun dalam pola yang teratur dapat dikenali
sebagai kilang minyak, apabila terletak didekat perairan pantai.
Asosiasi (assosiation)
merupakan unsur yang memperhatikan keterkaitan antara suatu obyek atau fenomena
dengan obyek atau fenomena lain, yang digunakan sebagai dasar untuk mengenali
obyek yang dikaji.
Perlu diperhatikan bahwa dalam
mengenali obyek, tidak semua unsur perlu digunakan secara bersama-sama. Ada
beberapa jenis fenomena atau obyek yang langsung dapat dikenali hanya
berdasarkan satu jenis unsur interpretasi saja. Ada pula yang membutuhkan
keseluruhan unsur tersebut. Ada kecenderungan pengenalan obyek penutup/penggunaan
lahan pada citra membutuhkan lebih banyak unsur interpretasi seperti pada
diskripsi.
1. Klasifikasi
Terselia (Supervised Classification)
Klasifikasi terselia diawali dengan pengambilan daerah acuan
(training area). Pengambilan daerah acuan dilakukan dengan
mempertimbangkan pola spectral pada setiap panjang gelombang tertentu, sehingga
didapatkan daerah acuan yang baik untuk mewakili suatu obyek tertentu (Projo
Danoedoro, 2002).
2. Klasifikasi
Tak Terselia (Unsupervised Classification)
Berbeda halnya
dengan klasifikasi terselia, klasifikasi tak terselia secara otomatis
diputuskan oleh computer, tanpa campur tangan operator (kalupun ada, proses
interaksi ini sangat terbatas). Proses ini sendiri adalah suatu proses iterasi,
sampai menghasilkan pengelompokkan akhir gugus-gugus spectral. Campur tangan
operator terutama setelah gugus-gugus spectral terbentuk, yaitu dengan menamai
tiap gugus spectral sebagai obyek tertentu.