Preferensi adalah kecenderungan untuk
memilih sesuatu yang lebih disukai daripada yang lain. Menurut Porteus,
preferensi merupakan bagian dari komponen pembuatan keputusan dari seseorang
individu. Secara lengkap komponen-komponen tersebut adalah persepsi, sikap,
nilai dan kecenderungan. Komponen tersebut saling mempengaruhi seseorang dalam
mengambil keputusan.
Porteus mengemukakan bahwa studi
perilaku individu dapat digunakan oleh ahli lingkungan dan para desainer untuk
menilai keinginan pengguna (user) terhadap suatu objek yang akan
direncanakan. Dengan melihat preferensi dapat memberikan masukan bagi bentuk
partisipasi dalam proses perencanaan.
Preferensi seseorang dalam menentukan
lokasi tempat tinggal dipengaruhi oleh keberadaan lingkungan pemukiman yang
mempunyai karakteristik berbeda-beda. Sebuah tempat tinggal akan dipilih
berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria tersebut disesuaikan dengan kondisi
individu yang tinggal di tempat tersebut. Beberapa kriteria yang dijadikan
pertimbangan untuk memilih tempat tinggal adalah harga tempat tinggal,
fasilitas yang disediakan, aksesibilitas, dan kesesuaian tata ruangnya. Harga
tempat tinggal tidak menjadi faktor utama. Hal ini dikarenakan harga juga
ditentukan dengan fasilitas yang ada, aksesibilitas serta kesesuaian tata
ruangnya. Semakin lengkap fasilitas yang ditawarkan, maka seseorang cenderung
untuk memilihnya. Demikian juga jika aksesibilitas dan kesesuaian tata ruangnya
tinggi maka seseorang cenderung untuk memilihnya.
Faktor lain yang turut menentukan seseorang
untuk memilih tempat tinggal adalah faktor lingkungan. Faktor lingkungan
tersebut adalah kebersihan dan kenyamanan tempat tinggal. Kebersihan
ditunjukkan dengan tempat tinggal yang bersih dari polusi, baik udara maupun
air. Tempat tinggal yang tidak bersih dari polusi akan rentan menimbulkan
berbagai penyakit. Polusi udara dapat menimbulkan alergi, penyakit paru-paru,
penyakit tenggorokan dan gangguan kesehatan lainnya. Sedangkan polusi air dapat
mengakibatkan konsumsi air yang tidak sehat.
Kenyamanan ditunjukkan dengan tempat
tinggal yang bebas dari berbagai kebisingan dan keramaian. Kenyamanan
lingkungan akan sangat menentukan kenyamanan seseorang untuk tetap tinggal di
tempat tersebut. Selain itu, kenyamanan tempat tinggal juga ditunjukkan dengan kondisi
udara yang sehat. Sirkulasi udara yang ada berjalan dengan baik. Kenyamanan
tersebut akan berdampak kepada kenyamanan seseorang di dalam aktivitasnya.
Kebutuhan tempat tinggal merupakan
salah satu kebutuhan primer manusia selain sandang dan pangan. Sekalipun dalam
pengertian yang paling sederhana dan dalam waktu yang terbatas, setiap manusia
dengan tingkat peradaban apapun dan dimanapun membutuhkan tempat bermukim.
Perencanaan perumahan dan pemukiman hingga sampai saat ini dikembangkan dengan
suatu pendekatan kemudahan, artinya bahwa perencanaan permukiman selalu
dilandasi kepada mudahnya jangkauan antara tempat tinggal dan berbagai unsur
penunjang kehidupan baik yang menyangkut akan kebutuhan pelayanan, bersantai
maupun ketempat bekerja didalam dan disekitar permukiman. Maka perencanaan
permukiman selalu didasarkan kepada pendekatan kemudahan (accessibility),
kemudian dilengkapi dengan faktor ketersediaan infrastruktur (availability)
dan kenyamanan (aminity).
Berdasarkan pada konsep permukiman
tersebut, maka ketersediaan infrastruktur dan fasilitas lingkungan permukiman
secara kuantitas dan kualitas harus diimbangi dengan kemudahan pencapaian ke
fasilitas tersebut. Karena hal tersebut merupakan faktor-faktor pendukung
terciptanya kondisi perumahan dan permukiman yang mampu mengakomodasi
preferensi penghuni.
Untuk menciptakan kondisi yang terpadu
dalam pembangunan perumahan dan permukiman, maka salah satu aspek yang perlu
dikaji adalah potensi yang diinginkan masyarakat dan kebutuhan untuk bermukim.
Oleh karena itu peningkatan pengembangan pembangunan perumahan dan permukiman
dengan berbagai aspek permasalahannya perlu diupayakan sehingga merupakan suatu
kesatuan fungsional dalam wujud lingkungan fisik dan ketersediaan
infrastruktur, untuk menjamin kelestarian lingkungan hidup, dan meningkatkan
kualitas kehidupan manusia dalam berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Ketersediaan lahan dari suatu
permukiman sering sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan khususnya oleh
konfigurasi terain. Ini nampak jelas pada suatu lahan permukiman kecil
diwilayah pedesaan yang sering memperlihatkan bentuk dengan pola-pola yang
mencerminkan faktor morfologi. Faktor tersebut juga berpengaruh terhadap
konstruksi detail dalam permukiman dengan skala besar.
Lokasi permukiman tidak hanya
tergantung pada lahannya sendiri tetapi juga pada situasi dari wilayah yang
berhubungan dengan permukiman. Faktor lahan dan situasi ini akan berubah sesuai
dengan waktu, maka situasi lingkungan dari perumahan dan permukiman yang ada
sekarang harus cukup memadai atau sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan. Pada
kasus-kasus masalah lingkungan seperti bencana alam yang terjadi akibat
perluasan dari permukiman yang berkembang diluar batas yang aman dari pilihan
yang terbaik, kemerosotan lahan permukiman dan sekitarnya akibat penebangan
hutan dan lereng yang curam, akan terkait dengan lahan permukiman. Proses
perkembangan perumahan dan permukiman sering dijadikan ukuran dari suatu kota,
ditunjukkan dengan pertumbuhan dari populasi dan perkembangan aktivitas
penduduknya. Petumbuhan dan perkembangan yang semakin pesat akan berdampak pada
kehidupan lingkungan perkotaan, khususnya terhadap daya dukung lingkungan atau
kemampuan lingkungan termasuk sumberdaya di dalamnya yang mampu mendukung kelangsungan
hidup.
Untuk mengkaji perumahan dan permukiman
dalam penelitian ini termasuk mengkaji rumah berserta ketersediaan
infrastruktur yang menyertainya. Rumah memiliki fungsi sosial, menjadi sarana
sebagai pemberi ketentraman hidup dan sebagai pusat kegiatan berbudaya manusia.
Selain itu, rumah mempunyai fungsi ekonomi, memiliki rumah berarti memiliki investasi
jangka panjang, serta fungsi politik, karena perumahan merupakan salah satu
unsur pokok kesejahteraan masyarakat, sehingga seluruh masyarakat diharapkan
dapat memenuhi kebutuhan perumahannya secara adil dan merata. Dalam rangka
mengantisipasi permasalahan perumahan, pemerintah membuat berapa program
penyediaan perumahan. Sejak Pelita I melalui Keppres No 18 Tahun 1969 Perumnas
bersama REI dan Koperasi yang merupakan Badan Usaha / Lembaga penyangga di
bidang penyediaan kebutuhan perumahan bagi masyarakat. Pemerintah juga membuat
suatu kebijakan tentang pembangunan perumahan dan permukiman yang bertujuan
untuk meningkatkan dan memeratakan kesejahteraan rakyat terutama golongan
masyarakat berpenghasilan rendah, yang dilaksanakan dengan upaya menciptakan
keadaan dimana setiap keluarga berhak menempati rumah yang layak dalam
lingkungan yang sehat teratur dan terarah, memenuhi persyaratan layak huni, sosial,
kesehatan, keamanan, kenyamanan dan keindahan yang terbentuk dalam suatu
lingkungan yang berfungsi sebagai penghidupan warganya.
Pembangunan perumahan, sebaiknya tidak
dipandang dari fungsi ekonomi saja yang cenderung berorientasi pada keuntungan,
tetapi harus juga dipandang dari fungsi sosialnya. Pembangunan perumahan harus
mampu diarahkan pada suatu kondisi keseimbangan antara sisi ekonomi dan sisi
fungsi sosial. Dengan demikian pembangunan perumahan harus diarahkan pada
keseimbangan pengadaan perumahan bagi masyarakat menengah dan miskin.
Kebijakan tentang arahan keseimbangan
pembangunan perumahan dari fungsi sosial dan ekonomi tersebut telah dituangkan
oleh pemerintah dalam Surat Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat No.
04/KPTS/BKP4N/1995 tentang Pedoman Pembangunan Perumahan dan Permukiman dengan
lingkungan Hunian Yang Berimbang yang mensyaratkan bahwa para pengembang
perumahan harus membangun perumahan dengan perbandingan jumlah rumah mewah,
menengah dan sederhana adalah 1 : 3 : 6. Pembangunan rumah mewah, diperuntukan
bagi masyarakat berpenghasilan tinggi, pembangunan rumah menengah diperuntukan
bagi masyarakat berpenghasilan sedang/menengah yang mempunyai potensi tetapi
tidak cukup mampu membangun rumah tanpa bantuan dan rangsangan dari pemerintah.
Sedangkan perumahan sederhana diperuntukan bagi masyarkat berpenghasilan
rendah. Masyarakat berpenghasilan rendah seperti ini dapat dikatakan tidak
mampu untuk memenuhi kebutuhan akan rumah tanpa pertisipasi pemerintah dalam
pengadaan rumah.
Dengan arahan tersebut pemerintah
mengharuskan para pengembang perumahan tidak boleh hanya mementingkan perolehan
keuntungan melalui pembangunan rumah mewah saja, tetapi harus tetap
mempertimbangkan fungsi sosial dengan membangun lebih banyak rumah sedang, dan sederhana.
Kenyataan yang sering terjadi bahwa masih banyak yang tidak sesuai dengan
kebijakan arahan keseimbangan pembangunan perumahan yang sesuai dengan
keinginan masyarakat pada umumnya.
Kebutuhan perumahan yang semakin
tinggi, pembangunan perumahan secara masal cenderung lebih memperkuat fungsi
ekonomi dibandingkan dengan fungsi sosialnya mengakibatkan munculnya pendekatan
produksi rumah massal yang cenderung bersifat marketing housing,
menggantikan pendekatan pembangunan perumahan yang bersifat housing problem
solution, yang menunjukkan semakin kuatnya persepsi perumahan sebagai suatu
“komoditas ekonomi”.
Fasilitas perumahan atau hunian
merupakan kebutuhan yang sangat mendasar bagi kesejahteraan fisik, psikologi,
sosial dan ekonomi masyarakat, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan.
Perumahan merupakan indikator dan kemampuan suatu pemerintahan dalam memenuhi
salah satu kebutuhan pokok penduduknya. Kondisi fasilitas hunian atau perumahan
yang tidak memadai atau tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok yang sangat
diperlukan untuk menopang hidup, merupakan pertanda dan kekacauan ekonomi
maupun politik. Demikian pula perumahan yang tidak mencukupi dan tidak
memungkinkan jaminan keamanan, akan mengarah pada ketidakstabilan ekonomi dan
politik, yang akan menghambat pembangunan ekonomi. Ketersediaan infrastruktur
merupakan kebutuhan dasar prasarana dan sarana perumahan yang keberadaannya
mutlak harus ada bagi kelangsungan kehidupan penghuninya.
Menurut Dirjen Cipta Karya Departemen
PU, lingkungan perumahan adalah sekelompok rumah-rumah dengan fasilitas
lingkungannya. Prasaran perumahan meliputi jalan, saluran air minum, saluran
air hujan, jaringan listrik dan jaringan telepon.
A. Jaringan Jalan
Dalam penelitian ini hanya membahas
jaringan jalan sesuai dengan UU No. 13 tahun 1980, tentang jaringan jalan.
Jalan adalah jalur yang direncanakan atau digunakan untuk lalu lintas
kendaraan, orang dan hewan. Tidak termasuk dalam pengertian ini adalah jalan
rel. Pada penjelasan UU No. 13 tahun 1980 pasal 3, prasarana jaringan jalan
dibagi menjadi sistem primer dan sistem skunder. Sistem primer berkaitan erat
dengan struktur pengembangan wilayah pada tingkat nasional, yang menurut
peranannya terdiri dari jalan arteri, jalan kolektor dan jalan lokal. Sedangkan
sistem sekunder berkaitan erat dengan struktur wilayah dari jalan arteri, jalan
kolektor dan jalan lokal. Berdasarkan Pedoman Standar Pelayanan Minimal,
prasarana lingkungan tentang jaringan jalan adalah:
1. Jalan kota, panjang jalan 0,6 km/1.000
penduduk dengan kecepatan rata-rata 15 s/d 20 km/jam. dan dapat diakses kesemua
bagian kota dengan mudah.
2. Jalan lingkungan, panjang jalan 40-60
m/Ha dengan lebar 2-5 m dan dapat diakses kesemua bagian lingkungan dengan
mudah.
3. Jalan setapak, panjang jalan 50-100
m/Ha dengan lebar 0,8-2 m dan dapat diakses kesemua bagian lingkungan dengan
mudah.
B. Jaringan Air Bersih
Pembangunan prasarana air bersih
bertujuan untuk menyediakan air bersih bagi warga masyarakat guna meningkatkan
kesejahteraan dan untuk memenuhi kebutuhan yang mempunyai nilai strategis. Air
bersih adalah air yang memenuhi persyaratan untuk keperluan rumah tangga.
Penyediaan prasarana air bersih
mencakup sistem perpipaan dan non perpipaan. Sistem air bersih non perpipaan
adalah sistem penyediaan air bersih yang tidak menggunakan instalasi pengolahan
air, tetapi mendapatkan air langsung dari sumber air yang ada.
Sistem penyediaan air bersih perpipaan
adalah sistem penyediaan dengan menggunakan instalasi penyediaan air sebelum
didistribusikan kepada masyarakat. Dalam sistem perpipaan air dari sumber air
baku (mata air, sumur dan sungai) yang kemudian dialirkan dengan pipa transmisi
menuju bak penampungan selanjutnya diproses supaya bersih dengan kaporit.
Setelah proses pembersihan selesai selanjutnya dengan menggunakan pompa didistribusikan
ke rumah-rumah.
C. Jaringan Drainase
Jaringan drainase perkotaan merupakan
tempat pembuangan kelebihan air pada suatu kota dengan cara mengalirkannya
melalui permukaan tanah (surface drainage) atau lewat di bawah permukaan
tanah (sub surface drainage), untuk dibuang ke sungai, laut atau danau.
Kelebihan air tersebut dapat berupa air hujan, air limbah domestik dan
industri. Karena itu drainase perkotaan terpadu dengan sanitasi, sampah,
pengendalian banjir kota dan lain-lain. Secara umum sumber-sumber air buangan
kota dibagi dalam kelompok-kelompok (disesuaikan dengan perencanaan air minum
yang ada), diantaranya dari rumah tangga, perdagangan, industri sedang dan
ringan, pendidikan, kesehatan, tempat peribadatan, sarana rekreasi.
D. Jaringan Listrik
Jaringan listrik merupakan suatu
kesatuan sistem jaringan yang terdiri dari sumber pembangkit listrik, gardu
induk, gardu hubung, gardu pembagi atau distribusi, jaringan kabel tegangan
tinggi, jaringan kabel tegangan menengah dan jaringan kabel tegangan rendah.
Jaringan listrik di Indonesia pengadaan dan pengelolaannya di lakukaan oleh
Perusahaaan Listrik Negara (PLN) dengan mutu listrik yang baik, antara lain
tegangan listrik, dan kesinambungan pasokannya (disebut SAIDI dan SAIFI).
Guna mengukur tingkat pelayanan pasokan
listrik ke konsumen yaitu lama gangguan per pelanggan (SAIDI) dan jumlah
gangguan per pelanggan (SAIFI). SAIDI (system average
interruption duration index) lebih melihat kualitas pelayanan secara
sistem, sedangkan SAIFI (system average interruption frequency index)
sebagai gabaran tingkat jumlah gangguan atau keandalan sistem.
E. Jaringan Telepon
Secara umum skema jaringan telepon dari
Sentral Lokal ke pelanggan adalah dimulai dari Sentral Lokal dihubungkan dengan
kabel primer menuju rumah kabel, selanjutnya melalui kabel sekunder diteruskan
ke kotak pembagi sebelum dihubungkan dengan rumah-rumah pelanggan.
Sarana lingkungan perumahan meliputi
kelengkapan lingkungan yang berupa fasilitas pendidikan, kesehatan,
perbelanjaan dan niaga, pemerintahan dan pelayanan umum, peribadatan, rekreasi
dan kebudayaan, olah raga dan lapangan terbuka.
1.
Sarana Pendidikan
Dalam merencanakan
sarana pendidikan harus bertitik tolak dari tujuan pendidikan yang akan
dicapai. Sarana pendidikan yang berupa ruang belajar, harus memungkinkan siswa
untuk dapat mengembangkan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap optimal. Dengan
demikian pengadaan ruang belajar tidak akan lepas hubungannya dengan strategi
belajar berdasarkan kurikulum yang ada. Kebutuhan ruang belajar ditentukan
berdasarkan kebutuhan untuk member kesempatan belajar kepada semua anak usia
sekolah. Oleh karena itu sarana pendidikan yang baik akan memungkinkan siswa
untuk dapat mengembangkan pengetahuan, ketrampilan, serta sikap secara optimal.
2.
Sarana Kesehatan
Sarana kesehatan
dapat berfungsi untuk mengendalikan perkembangan dan pertumbuhan masyarakat,
disamping itu juga untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat yaitu
penyembuhan, pencegahan, dan pendidikan. Oleh karena itu lokasi harus terletak
dilingkungan keluarga atau permukiman. Berbagai sarana kesehatan diantaranya
adalah, Balai Pengobatan (BP), Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak (BKIA), Rumah
Bersalin, Puskesmas, Rumah Sakit Wilayah, Tempat Praktek Dokter dan Apotik.
3.
Sarana Perniagaan dan Industri
Sarana perniagaan
merupakan fasilitas perbelanjaan dan industri, juga merupakan fasilitas kerja
bagi kelompok yang lain sebagai mata pencaharian. Dalam hal ini sarana
perniagaan dan industri adalah warung, pertokoan, pusat perbelanjaan. Sedangkan
untuk industri dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu industri yang mengolah
sumber alam dan industri yang tidak mengolah sumber alam atau industri-industri
yang pada umumnya berhubungan dengan pemasaran, seperti pabrik roti, minuman,
pakaian jadi, tekstil, elektronik dan lainnya. Untuk industri-industri yang
mengeluarkan polusi dan mengganggu lingkungan perumahan, perlu dihindarkan
dengan menjauhkan lokasinya.
4.
Sarana Pemerintahan dan Pelayanan Umum
Yang dimaksud dengan
Sarana Pemerintahan dan Pelayanan Umum, adalah:
a. Kantor-kantor
administrasi pemerintahan (eksekutif, legislatif, yudikatif)
b. Kantor
pemerintahan lainnya, seperti kantor polisi, kantor pos, kantor telepon, kantor
pemadam kebakaran, PLN, PDAM, dan lain-lainya yang berhubungan dengan tata
pemerintahan.
5.
Sarana Kebudayaan dan Rekreasi
Yang dimaksud dengan
Sarana Kebudayaan dan Rekreasi ini adalah bangunan yang dipergunakan untuk
aktivitas-aktivitas kebudayaan atau rekreasi seperti gedung-gedung pertemuan,
gedung bioskop, gedung kesenian dan lain-lainnya. Jenis dan sarana ini
tergantung pada tata kehidupan penduduknya. Sehingga didalam memilih jenis dan
macam sarana ini perlu adanya penyesuaian dengan kondisi dan situasi setempat.
6.
Sarana Peribadatan
Sarana-sarana
Peribadatan, jenis, macam dan besarnya sangat tergantung pada kondisi setempat.
Untuk mendapatkan hasil perencanaan yang sesuai, ada tiga hal yang perlu
diperhatikan antara lain:
a. Struktur
penduduk atau kepercayaan yang dianut
b. Jenis
agama atau kepercayaan yang dianut
c. Cara
atau pola melaksanakan agama atau kepercayaan.
7.
Sarana Olah-raga dan Ruang Terbuka
Sarana Olah-raga dan
Ruang Terbuka selain berfungsi utama sebagai taman, tempat bermain anak-anak
dan lapangan olah-raga juga akan memberikan kesegaran dan menetralisasi polusi
udara sebagai paru-paru kota. Oleh karena fungsinya yang sangat penting, maka
sarana-sarana ini harus benar-benar dijaga baik dalam besaran maupun
kondisinya. Disamping taman dan lapangan olah-raga terbuka masih harus
disediakan jalur-jalur hijau sebagai cadangan sumber alam. Sarana lain yang
masih dapat dianggap mempunyai fungsi sebagai ruang terbuka adalah makam. Luas
tanah makam ini sangat tergantung dari sistem penyempurnaan yang dianut sesuai
dengan agama dan kepercayaan masing-masing daerah.
Karakteristik perumahan pada dasarnya terbagi
atas dua hal yang didasarkan pada sistem pembangunan dan kepemilikannya, yang
menyangkut juga pembangunan yang meliputi tipe dan ukuran perumahan,
kepemilikan, jumlah anggota keluarga, hubungan inter keluarga, pendidikan
kepala keluarga, pekerjaan keluarga, dan pendapatan keluarga.
1.
Lingkungan Fisik dan Sosial
Hartshorn (1980), menyatakan bahwa
perpindahan individu dan keputusannya terhadap tempat tinggalnya diakibatkan
oleh dorongan-dorongan yang disebabkan oleh taktor-faktor internal dan
eksternal. Faktor internal meliputi: kebutuhan dan perkiraan-perkiraan terhadap
lokasi yang baru. Faktor eksternal meliputi: karakteristik fisik lingkungan,
karakteristik tetangga, karakteristik bentuk perumahan, dan lokasi perumahan
yang relatif dekat dengan daerah perkotaan. Mengenai karakteristik fisik
lingkungan, bahwa kualitas fisik lingkungan mencerminkan kualitas hidup manusia
yang ada di dalamnya. Komponen kualitas lingkungan dapat dibagi menjadi: (1)
Variabel lokasi: Jarak ke pusat pelayanan, iklim, dan topografi; (2) Variabel
fisik: Organisasi ruang yang jelas, kondisi udara yang bersih, dan suasana yang
tenang; (3) Variabel Psikologis: Kepadatan penduduk dan kemewahan; (4)
Variabel sosial ekonomi: Suku, status sosial, tingkat kriminalitas dan
sistem pendidikan. Sedangkan Bourne, mengatakan bahwa faktor-faktor yang sangat
berpengaruh dalam menentukan lokasi perumahan adalah:
a. Aksessibilitas ke pusat kota: jalan
raya utama, transportasi umum ke tempat kerja, pusat pembelanjaan, sekolah, dan
tempat rekreasi;
b. Karakter fisik lingkungan perumahan:
kondisi fisik jalan dan pedestrian, pola jalan, suasana tenang, privat lapang
dan indah;
c. Fasilitas dan pelayanan: kualitas dari
utilitas, sekolah, polisi, dan petugas pemadam kebakaran;
d. Lingkungan sosial: permukiman yang bergengsi,
komposisi sosial ekonomi, etnis, dan demografi;
e. Karakteristik site dan rumah : luas
tanah, luas bangunan, jumlah kamar, dan biaya pemeliharaan.
Selain faktor-faktor di atas,
preferensi terhadap lokasi perumahan juga ada yang disebabkan oleh keinginan
individu untuk tetap mempertahankan kedekatan terhadap keluarganya, untuk
mempertahankan "geographical familiarity", kontak sosial, dan
akses ke seluruh kota. Rees dalam Yeates & Garner berpendapat bahwa dalam
menentukan lokasi tempat tinggal dapat didekati dengan suatu pendekatan ekologi
yang mempunyai empat elemen, yaitu:
a.
Posisi keluarga dalam lingkup sosial,
yang mencakup status sosial ekonomi;
b.
Lingkup perumahan, yang mencakup nilai
dan kualitas rumah serta tipe rumah;
c.
Lingkup komunitas;
d.
Lingkup fisik.
2.
Sarana dan Prasarana Lingkungan
Budihardjo menyatakan bahwa yang sering
terabaikan, padahal sangat penting artinya bagi kelayakan hidup manusia
penghuni lingkungan perumahan adalah sarana dan prasarana lingkungan, yang
meliputi.
a. Pelayanan sosial (social services),
seperti: sekolah, klinik/puskesmas/rumah sakit, yang pada umumnya disediakan
oleh pemerintah,
b. Fasilitas sosial (social facilities),
seperti tempat peribadatan, persemayaman, gedung pertemuan, lapangan olah raga,
tempat bermain/ruang terbuka, pertokoan, pasar, warung kaki lima.
Sementara yang dimaksud dengan
prasarana lingkungan meliputi jalan dan jembatan, air bersih, listrik, telepon,
jaringan air kotor, dan persampahan. Kenyataan diberbagai tempat, terutama pada
lingkungan perumahan baru yang dikelola Perumnas maupun Real Estate,
menunjukkan banyaknya keluhan dan para penghuni yang menyangkut tidak
memadainya sarana dan prasarana lingkungan. Pada dasarnya, masyarakat yang
paling sederhana sekalipun ingin menciptakan suatu citra rumah beserta
lingkungannya yang khas/unik, sehingga secara intuitif mereka akan selalu
berupaya menciptakan a sense of place atau rasa ruang. Rumah yang
mengakar merupakan penghubung antara masa lampau, kini dan masa depan, antara
alam dan lingkungan binatang, antara suatu generasi dengan generasi penerusnya.
Jadi lingkungan perumahan yang seragam, mengingkari tuntutan manusiawi terhadap
perlunya rasa ruang.