Reformasi yang dimulai pada tahun
1998 telah memberikan pengaruh pada pergeseran nilai, pembangunan di seluruh
wilayah Indonesia. Perubahan nilai yang terjadi setelah reformasi meliputi
pergeseran dari sentralistik menjadi desentralistik, dari pendekatan top down
menjadi bottom up sudah jelas dampak langsungnya adalah diberikannya kewenangan
yang lebih besar kepada daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri.
Kewenangan tersebut dijamin dengan lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah, yang diikuti oleh Undang-undang Nomor 25 Tahun
1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Selanjutnya kedua
Undang-undang tersebut disempurnakan menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah dan diikuti Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Sejak diterbitkannya Undang-undang
Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka substansi
dan esensi dari sistem perencanaan pembangunan di tingkat nasional dan daerah
menjadi semakin perlu untuk dimantapkan dan disempurnakan, guna lebih menjamin
penyelenggaraan pembangunan di pusat dan daerah yang lebih berhasil guna dan
berdayaguna.
Undang-Undang No. 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa setiap
daerah harus menyusun rencana pembangunan daerah secara sistematis, terarah, terpadu
dan tanggap terhadap perubahan (Pasal 2 ayat 2), dengan jenjang perencanaan
jangka panjang (25 tahun), jangka menengah (5 tahun) maupun jangka pendek atau
tahunan (1 tahun). Setiap daerah (propinsi/kabupaten/kota) harus menetapkan
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).