Penataan ruang membutuhkan sejumlah alat yang
berfungsi mengatur pelaksanaan sistem tata ruang dalam upaya mewujudkan
pembangunan berkelanjutan. Ketersediaan instrumen yang sesuai dengan kebutuhan
maupun penggunaan instrumen secara tepat sangat penting dalam menentukan
sistem tata ruang yang dihasilkan. Sistem tata ruang yang baik ialah
tata ruang yang dirancang sedemikian rupa sehingga mencerminkan tingkat
aksesibilitas yang sesuai dengan kebutuhan. Penyesuaian tersebut menjadi alas
an mengapa tata ruang masing-masing wilayah dapat saling berbeda. Di
samping itu, tata ruang yang baik harus berwawasan lingkungan serta
memiliki nilai-nilai keberlanjutan. Instrumen penataan ruang dapat berupa
program kerja maupun peraturan/perundang-undangan sebagai landasan hukum atas
setiap langkah/tindakan yang diambil. Secara umum klasifikasi jenis
instrumen yang dimaksud ialah:
a. Peraturan Perundang-undangan
b. Program Kerja
c. Metode Analisis Ilmiah
d. Peranserta Masyarakat
Peraturan perundang-undangan yang termasuk di antaranya ialah:
a.
Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.
b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang
Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peranserta Masyarakat
dalam Penataan Ruang.
d. Permendagri Nomor 2 Tahun 1987 tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Kota.
e. Permendagri Nomor 8 Tahun 1998 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah.
f. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
640/KPTS/1986 tentang Perencanaan Tata Ruang Kota.
g. Peraturan Kepala BPN Nomor 4 Tahun 1991 tentang
Konsolidasi Lahan (Land Consolidation) sebagai instrumen penataan ruang.
h. Land Readjustment sebagai instrumen penataan ruang.
i. Land Suitability sebagai instrumen penataan ruang.
j. Urban Renewal sebagai instrumen penataan ruang.
k. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
sebagai instrumen penataan ruang; terdiri dari Analisis Dampak Lingkungan
(ANDAL), Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan
(RPL).
l. RTRW Nasional, RTRW Propinsi, RTRW
Kabupaten/Kota dan RDTR (BWK) serta RTTR.
Di samping faktor kesesuaian instrumen, faktor komunikasi juga sangat
berperan dalam penataan ruang. Komunikasi merupakan media koordinasi untuk
menyamakan visi dan orientasi dalam wadah pemikiran yang menyatu agar
pembangunan berjalan secara harmonis dalam sistem tata ruang yang baik. Proses komunikasi
dan koordinasi yang baik dapat dilakukan secara formal maupun informal.
Integrasi setiap elemen pelaku pembangunan dalam proses penataan ruang akan
dapat terwujud melalui komunikasi vertical dan horizontal antarinstansi dan
antarpengambil keputusan yang terkait. Proses komunikasi dan koordinasi yang
dimaksud mengharuskan dijalankannya langkah-langkah berikut ini secara bertahap
dan berurutan:
1. Proses komunikasi antarprofesional masing-masing
bidang multidisiplin sebagai bentuk interaksi internal tiap bidang. Proses ini
berlangsung secara berkesinambungan pada tiap tahap penataan ruang; tahap
perencanaan, tahap pemanfaatan dan tahap pengendalian pemanfaatan ruang.
2. Proses komunikasi antarprofesional antarbidang
multidisiplin sebagai interaksi eksternal antarbidang dan berkesinambungan
dalam tiap tahap penataan ruang.
3. Proses komunikasi internal secara
berkesinambungan antarpengambil keputusan dalam tiap tahap penataan ruang.
Terdapat penekanan penting pada proses ini terutama apabila bersifat multistakeholder
atau melibatkan kepentingan berbagai pihak sebab diharapkan keputusan yang disepakati
merupakan aspirasi pemerintah, swasta, masyarakat, media massa dan seluruh
kelompok masyarakat. Proses pengambilan keputusan tersebut merupakan upaya
mencapai kesepakatan interen pada masing-masing tahap penataan ruang.
4. Proses komunikasi antartahap antarpengambil
keputusan, yaitu berbagai pihak terkait seperti instansi pemerintah, swasta,
masyarakat dan media massa. Proses komunikasi eksternal ini dilakukan dengan terlebih
dahulu mengupayakan kesepakatan internal dalam masing-masing tahap penataan
ruang.
5. Proses komunikasi berkesinambungan
antarprofesional dan antarpengambil keputusan.
6. Adanya dukungan politik dan komitmen pada
masing-masing hierarki pemerintahan.
Sumber: Panduan Penataan Ruang dan Pengembangan
Kawasan (Badan
Koordinasi Tata Ruang Nasional, 2001)