Secara fisik, kota merupakan kawasan
terbangun di perkotaan yang terletak saling berdekatan, yang meluas dari
pusatnya hingga kepinggiran kota. Hal ini memberikan gambaran konsentrasi
bangunan atau areal terbangun yang ada di kota cenderung lebih besar atau lebih
padat dibandingkan dengan daerah pinggiran atau daerah pedesaan. Bangunan
merupakan unsur pertama yang dibangun di kota setelah air dan makanan tersedia.
Penggunaan bangunan beragam sesuai dengan beragamnya kegiatan manusia yang
menghuninya. Kategori utama penggunaan bangunan di perkotaan adalah terdiri
dari permukiman, perdagangan, industri, pemerintah, dan transportasi. Unsur ini
membentuk pola penggunaan lahan kota.
Secara sosial, kota memberikan gambaran
sebuah komunitas yang diciptakan pada awalnya untuk meningkatkan produktifitas
melalui konsentrasi dan spekulasi tenaga kerja, kebudayaan dan kegiatan
rekreatif. Dalam hal ini, kota merupakan strata dari komunitas yang
heterogen dan dapat dikelompokkan berdasarkan intelektualitas,
kebudayaan, keahlian, kreatifitas dan kelompok-kelompok tertentu yang
membutuhkan ruang untuk berekreasi disamping pekerjaan yang ditekuni. Aspek ini
dipandang perlu bagi masyarakat perkotaan sebagai suatu kebutuhan guna
menghilangkan kejenuhan sehabis beraktivitas.
Secara ekonomi, kota memberikan makna
fungsi dasar suatu kota sebagai tempat menghasilkan penghasilan yang cukup
melalui produksi barang dan jasa untuk mendukung kehidupan penduduknya dan
untuk kelangsungan kota itu sendiri. Disini dapat diartikan adanya aktivitas
perkotaan khususnya aktivitas ekonomi mengindikasikan dinamisasi masyarakat
dalam aktivitas sehari-hari. Ekonomi perkotaan berkaitan erat dengan
perkembangan kota, dimana ekonomi perkotaan yang sehat mampu menyediakan
berbagai kebutuhan untuk keperluan pertumbuhan perkotaan, terutama untuk
menerima perkembangan baru yang disebabkan oleh kemajuan dibidang
teknologi dan perubahan keadaan (Hendro, 2001).
Dari uraian tersebut, kawasan pesisir
yang memiliki potensi sumber daya yang besar termasuk ketersediaan lahan yang
dapat dikembangkan menjadi daerah perkotaan, pada dasarnya memiliki potensi
dalam membentuk wajah suatu kota dimana keberadaan kawasan pesisir pada suatu
daerah perkotaan ternyata menambah suasana tersendiri bagi kota tersebut.
Permasalahannya adalah bagaimana
memadukan kepentingan dinamika perkembangan kota dengan fungsi ekologis yang
disandang oleh kawasan pesisir sebagai penghubung antara fungsi ekonomis di
wilayah daratan dan di lautan. Sebab, pengaruh pembangunan kota terhadap
lingkungan adalah lebih besar daripada pengaruh pembangunan desa. Demikian
halnya dengan kawasan pesisir yang terletak di wilayah perkotaan, secara langsung
maupun tidak langsung akan dipengaruhi pelaksanaan pembangunan di sekitarnya.
Pengaruh secara fisik adalah karena pembangunan kota mengubah keadaan fisik
lingkungan alam menjadi lingkungan buatan manusia. Dalam kota, keadaan
lingkungan alam sulit untuk dipertahankan kelestarian dalam wujud aslinya
sehingga lahirlah lingkungan buatan manusia. Permasalahannya adalah, sejauh
mana fungsi lingkungan alam dapat digantikan oleh lingkungan buatan manusia dan
sampai seberapa jauh perubahan lingkungan tersebut mencapai titik krisis
sehingga berdampak negatif terhadap kehidupan manusia.
Untuk itu dapatlah dikatakan bahwa
tujuan utama dalam pengembangan dan pengelolaan di pesisir adalah
memanfaatkan segenap sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan pesisir dan
lautan secara berkelanjutan. Menurut Dahuri (2001), pembangunan berkelanjutan
yang merupakan strategi pembangunan untuk memenuhi kebutuhan saat ini tanpa
menurunkan atau merusak kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan
dan aspirasinya, memiliki dimensi ekologis, sosial-ekonomi dan budaya, sosial
politik, serta hukum dan kelembagaan.
Dari dimensi ekologis, agar pembangunan
kawasan pesisir dapat berlangsung secara berkelanjutan, maka harus memenuhi
tiga persyaratan utama. Pertama, bahwa setiap kegiatan pembangunan hendaknya
ditempatkan di lokasi yang secara biofisik (ekologis) sesuai dengan persyaratan
biofisik dari kegiatan pembangunan tersebut. Dengan perkataan lain, perlu
adanya tata ruang pembangunan kawasan pesisir dan lautan. Untuk keperluan
penyusunan tata ruang ini, dibutuhkan informasi tentang karakteristik
biofisik suatu wilayah dan persyaratan biofisik dari setiap kegiatan
pembangunan yang akan dilaksanakan. Selain itu, perlu juga informasi tentang
tata guna lahan pesisir yang ada saat ini (eksisting). Kedua, bahwa laju pembuangan limbah ke dalam kawasan
pesisir dan lautan hendaknya tidak melebihi kapasitas asimilasi kawasan
tersebut. Artinya, perlu pengendalian pencemaran. Untuk itu diperlukan
informasi tentang sumber dan kuantitas limbah dari setiap jenis limbah yang
masuk ke dalam kawasan pesisir dan lautan, tingkat kualitas perairan pesisir
dan lautan, dan kapasitas asimilasi perairan tersebut. Ketiga, bahwa tingkat
pemanfaatan sumber daya alam kawasan pesisir dan lautan, khususnya yang dapat
pulih, hendaknya tidak melampaui kemampuan pulihnya (potensi lestari) dalam
kurun waktu tertentu. Artinya, perlu pemanfaatan sumber daya alam secara
optimal. Untuk itu diperlukan informasi tentang potensi lestari dari setiap
sumber daya alam pulih yang ada di wilayah pesisir dan lautan, dan permintaan (demand)
terhadap sumber daya alam tersebut dari waktu ke waktu. Dalam hal pemanfaatan
sumber daya alam yang tidak dapat pulih, seperti minyak dan gas serta mineral,
perlu dilakukan secara cermat dan dampak negatif yang mungkin timbul ditekan
seminimal mungkin. Untuk itu diperlukan informasi tentang dampak lintas
kegiatan (sektoral) dan integrasi antar ekosistem.
Dimensi sosial ekonomi mensyaratkan
bahwa laju perkembangan pembangunan hendaknya dirancang sedemikian rupa,
sehingga permintaan total atas sumber daya alam dan jasa lingkungan yang
terdapat di wilayah pesisir dan lautan tidak melebihi kemampuan ekosistem
pesisir dan lautan untuk menyediakannya. Dimensi sosial politik, mensyaratkan
bahwa perlu diciptakan suasana yang kondusif bagi segenap lapisan masyarakat
untuk dapat berpartisipasi aktif dalam pembangunan sumber daya pesisir dan
lautan. Untuk itu diperlukan informasi tentang pola dan sistem perencanaan
serta proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber
daya tersebut oleh segenap lapisan masyarakat yang terlibat.
Dimensi hukum dan kelembagaan
mensyaratkan perlunya sistem dan kinerja hukum dan kelembagaan yang dapat
mendukung pelaksanaan pembangunan sumber daya pesisir dan lautan secara
berkelanjutan. Untuk itu diperlukan informasi tentang aspek dan dinamika hukum
serta kelembagaan yang berkembang di tengah-tengah masyarakat.