Home » , » Ruang Lingkup Perencanaan Pembangunan Wilayah

Ruang Lingkup Perencanaan Pembangunan Wilayah

Written By Tasrif Landoala on Kamis, 07 November 2013 | 01.13



Perencanaan wilayah adalah perencanaan penggunaan ruang wilayah dan perencanaan aktivitas pada ruang wilayah. Perencanaan ruang wilayah biasanya dituangkan dalam perencanaan tata ruang wilayah sedangkan perencanaan aktivitas biasanya tertuang dalam rencana pembangunan wilayah, baik jangka panjang, jangka menengah, maupun jangka pendek. Perencanaan wilayah sebaiknya dimulai dengan penetapan visi dan misi wilayah. Visi adalah cita-cita tentang masa depan wilayah yang diinginkan. Visi seringkali bersifat abstrak tetapi ingin menciptakan ciri khas wilayah yang ideal sehingga berfungsi sebagai pemberi inspirasi dan dorongan dalam perencanaan pembangunan wilayah. Misi adalah kondisi antara atau suatu tahapan untuk mencapai visi tersebut. Misi adalah kondisi ideal yang setingkat di bawah visi tetapi lebih realistik untuk mencapainya. Dalam kondisi ideal, perencanaan wilayah sebaiknya dimulai setelah tersusunnya rencana tata ruang wilayah karena tata ruang wilayah merupakan landasan sekaligus sasaran dari perencanaan pembangunan wilayah.
Akan tetapi dalam praktiknya, cukup banyak daerah yang belum memiliki rencana tata ruang, tetapi berdasarkan undang-undang harus menyusun rencana pembangunan wilayahnya karena terkait dengan penyusunan anggaran. Seandainya tata ruang itu sudah ada dan masih berlaku, penyusunan rencana pembangunan daerah haruslah mengacu pada rencana tata ruang tersebut. Rencana pembangunan adalah rencana kegiatan yang akan mengisi ruang tersebut. Dengan demikian, pada akhirnya akan tercapai bentuk ruang yang dituju. Tata ruang juga sekaligus memberi rambu-rambu tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh pada tiap sisi ruang wilayah. Dengan demikian, tata ruang adalah panduan utama dalam merencanakan berbagai kegiatan di wilayah tersebut.
Perencanaan pembangunan wilayah sebaiknya menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan sektoral dan pendekatan regional. Pendekatan sektoral biasanya less-spatial (kurang memperhatikan aspek ruang secara keseluruhan), sedangkan pendekatan regional lebih bersifat spatial dan merupakan jembatan untuk mengaitkan perencanaan pembangunan dengan rencana tata ruang. Rencana tata ruang berisikan kondisi ruang/penggunaan lahan saat ini (saat penyusunannya) dan kondisi ruang yang dituju, misalnya 25 tahun yang akan datang. Rencana pembangunan wilayah misalnya RPJM, merencanakan berbagai kegiatan pembanggnan selama kurun waktu 5 tahun dan nantinya dituangkan lagi dalam rencana tahunan yang semestinya langsung terkait dengan anggaran. Dengan demikian, cukup jelas bahwa RPJM semestinya mengacu kepada rencana kondisi ruang yang dituju seperti tertera pada tata ruang. Peran para aktor pembangunan di luar pemerintah cukup besar, dan sesuai dengan mekanisme pasar, seringkali aktivitas dalam penggunaan ruang tidak mengarah kepada apa yang tertuang dalam rencana. Pada satu sisi, pemerintah ingin menciptakan pengaturan ruang yang baik. Akan tetapi, di sisi lain ingin mendapatkan manfaat yang terkandung dalam mekanisme pasar.
Berdasarkan hal tersebut, pemerintah seringkali terpaksa menempuh jalan kompromi. Artinya, arah penggunaan ruang sesuai mekanisme pasar masih dapat ditolerir sepanjang tidak mengganggu kelestarian lingkungan hidup. Seringkali rencana tata ruang terpaksa dikorbankan dalam arti kata dilakukan revisi sebelum masa berlakunya berakhir. Dalam kondisi seperti ini perencanaan tata ruang dan perencanaan pembangunan wilayah menjadi lebih rumit karena harus memperhatikan mekanisme pasar. Perencanaan tata ruang adalah perencanaan jangka panjang, sedangkan tingkah laku mekanisme pasar sulit diramalkan untuk jangka panjang. Dalam hal ini, perlu dibuat suatu kebijakan tentang hal-hal apa dari tata ruang itu yang dapat dikompromikan dan hal-hal apa yang tidak dapat dikompromikan. Hal-hal yang tidak dapat dikompromikan, misalnya kelestarian lingkungan hidup (termasuk jalur hijau), penggunaan lahan yang mengakibatkan kehidupan kelak menjadi tidak sehat atau tidak efisien, penggunaan lahan di daerah perkotaan yang pincang, misalnya terlalu luas untuk hanya satu kegiatan tertentu, yang dianggap membawa dampak buruk terhadap kehidupan.
Share this article :
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Catatan Kuliah Geografi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger