Pada hakekatnya pembangunan Nasional merupakan
rangkaian upaya pembangunan berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek
kehidupan masyarakat, bangsa, dan Negara. Pembangunan dilaksanakan untuk
mewujudkan tujuan Nasional sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD
1945, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Pembangunan Nasional dilaksanakan
secara terencana, menyeluruh, terpadu, terarah, bertahap, dan berkelanjutan
untuk memacu peningkatan kemampuan Nasional, dalam rangka mewujudkan
kehidupan yang sejajar dan sederajat dengan bangsa lain yang telah maju.
Pembangunan Nasional dilaksanakan bersama oleh
masyarakat dan pemerintah. Masyarakat adalah pelaku utama pebangunan,
dan pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing, serta
menciptakan suasana yang menunjang sehingga akan saling mengisi, saling
melengkapi dalam kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan
Nasional. Pembangunan Nasional meliputi pembangunan daerah yang
dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini berarti pembangunan
daerah harus merata di seluruh wilayah dan diselenggarakan dari, oleh,
dan untuk rakyat. Secara umum pembangunan Nasional Indonesia bertujuan
untuk:
a. Mewujudkan
keseimbangan antar daerah dalam hal tingkat pertumbuhannya;
b.
Memperkokoh kesatuan ekonomi Nasional,
serta
c.
Memelihara efisiensi pertumbuhan
Nasional.
Poernomosidi H (1975)
dalam Listiyah M (1996) menyatakan bahwa salah satu diantara ke tiga tujuan
tersebut merupakan sentral, yaitu keseimbangan antar daerah dalam hal
pertumbuhan. Keseimbangan antar daerah akan memenuhi keadilan sosial,
mengurangi kesenjangan pertumbuhan antar daerah, dan merupakan bagian untuk
mencapai pemerataan pembangunan ke seluruh wilayah Indonesia sebagai pemantapan
perwujudan Wawasan Nusantara.
Dalam rangka pemerataan
pembangunan ke seluruh wilayah, telah diupayakan pelaksanaan Otonomi Daerah
(Otoda) dengan mempertimbangkan kemampuan pembangunan daerah yang bersangkutan.
Dalam pelaksanaan pembangunan masih diperlukan perhatian yang lebih besar khususnya
kepada daerah yang terbelakang, daerah yang padat dan daerah yang sangat kurang
penduduknya, daerah transmigrasi, daerah terpencil dan daerah perbatasan, serta
daerah yang memiliki ciri khas seperti daerah tertentu di KTI. Hal tersebut
sudah tercantum sejak masih diberlakukannya Garis-Garis Besar Haluan Negara
(GBHN) tahun 1993. Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan
Nasional, dilaksanakan secara serasi, terpadu, dan berkelanjutan, berhasil guna
dan berdaya guna, pada tiap tingkat pemerintahan.
Pelaksanaan pembangunan
daerah diupayakan sesuai dengan potensi dan prioritas daerah yang bersangkutan.
Pada umumnya terdapat kecenderungan bahwa daerah yang telah berkembang menjadi
pusat pelayanan (misalnya daerah perkotaan), akan menyerap lebih banyak investasi
dan intervensi pembangunan. Pertumbuhan suatu wilayah akan saling terkait dengan
perkembangan fasilitas pelayanan, disebabkan pertumbuhan wilayah membutuhkan
dukungan pengadaan dan perluasan pelayanan. Ketersediaan pelayanan di suatu
wilayah tersebut pada gilirannya akan menstimulir pertumbuhan wilayah. Hal ini disebabkan
kebijaksanaan pembangunan wilayah berjalan bersama-sama dengan perwujudan
pelayanan sosial, ekonomi, dan infrastruktur wilayah lainnya.
Sejak dimulainya
Repelita VI telah digariskan bahwa koordinasi keseluruhan pembangunan di daerah
perlu mencakup segi spasial yang akan memberikan dasar pada masing-masing
kawasan, baik pada kawasan khusus, kawasan perdesaan, termasuk dalam hal ini
wilayah perbatasan antar propinsi. Dalam rangka pemerataan pembangunan wilayah
secara internal, daerah perbatasan merupakan bagian wilayah yang perlu mendapatkan
perhatian khusus karena beberapa kecenderungan yang terjadi di daerah perbatasan,
dalam hal pertumbuhan dan perkembangannya yaitu:
1.
Pertumbuhan daerah perbatasan cenderung
lambat, dan
2. Daerah perbatasan cenderung kurang mampu
berkembang secara optimal karena keterbatasan antara lain:
a.
lahan pada umumnya marginal,
b.
jauh dari pusat kegiatan, dan
c.
investasi dan intervensi dari luar sangat
terbatas.