Home » » Dinamika Pertumbuhan Wilayah dan Peningkatan Kebutuhan Lahan

Dinamika Pertumbuhan Wilayah dan Peningkatan Kebutuhan Lahan

Written By Tasrif Landoala on Minggu, 22 September 2013 | 00.22


Dinamika pertumbuhan wilayah perkotaan dan peningkatan kebutuhan lahan adalah suatu rangkaian yang satu sama lain saling mempengarunhi. Menurut Zahnd, 1999 (dalam Hamzah, 2010) kehidupan kota sudah lebih disamakan dengan ekologi kota yang melibatkan tiga pokok yang hubungannya sangat erat yakni dinamika secara ekonomi, politis dan budaya kota. Sementara perencanaan suatu kota tidak bisa lepas dari aspek tata ruangnya, dimana tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik yang direncanakan maupun tidak.
Penggunaan lahan pada suatu kota umumnya berbentuk tertentu dan pola perkembangannya dapat diestimasikan. Keputusan-keputusan pembangunan kota biasanya berkembang bebas, tetapi diupayakan sesuai dengan perencanaan penggunaan lahan. Motif ekonomi adalah motif utama dalam pembentukan struktur penggunaan tanah suatu kota dengan timbulnya pusat-pusat bisnis yang strategis.
Selain motif bisnis terdapat pula motif politik, bentuk fisik kota, seperti topografi, drainase. Meskipun struktur kota tampak tidak beraturan, namun kalau dilihat secara seksama memiliki keteraturan pola tertentu. Bangunan-bangunan fisik membentuk zona-zona intern kota. Teori-teori struktur kota yang ada digunakan mengkaji bentukbentuk penggunaan lahan yang biasanya terdiri dari penggunaan tanah untuk perumahan, bisnis, industri, pertanian dan jasa (Koestoer, 2001).
Pertumbuhan penduduk yang semakin pesat, terutama di daerah perkotaan, serta bertambah banyaknya tuntutan kebutuhan masyarakat akan lahan, seringkali mengakibatkan timbulnya benturan kepentingan atas penggunaan sebidang lahan bagi berbagai penggunaan tertentu. Acapkali pula terjadi panggunaan lahan yang sebetulnya tidak sesuai dengan peruntukannya. Hal semacam ini, bila tidak segera diatasi, pada suatu saat nanti akan dapat mengakibatkan terjadinya degradasi lahan. (Khadiyanto, 2005). Secara teoritis, sejauh mana efisiensi alokasi sumber daya lahan dapat dicapai melalui mekanisme pasar, akan tergantung apakah hak pemilikan (ownership) dapat mengontrol himpunan karakteristik sumberdaya lahan. Himpunan karakteristik ini antara lain adalah : eksternalitas, inkompatibilitas antar alternatif penggunaan, ongkos transaksi, economies of scale, aspek pemerataan, dan keadilan.
Dalam prakteknya, pemerintah di sebagian besar negara di dunia memegang peran kunci dalam alokasi lahan. Dengan sangat strategisnya fungsi dan peran lahan tanah dalam kehidupan masyarakat (ekonomi, politik, sosial, dan kebudayaan) maka pemerintah mempunyai legitimasi kuat untuk mengatur kepemilikan/penguasaan tanah. Peran pemerintah dalam alokasi lahan sumberdaya lahan dapat berupa kebijakan yang tidak langsung seperti pajak, zonasi (zoning), maupun kebijakan langsung seperti pembangunan waduk dan kepemilikan lahan seperti hutan, daerah lahan tambang, dan sebagainya. Dengan demikian peranan pemerintah melalui system perencanaan wilayah (tata guna) ditujukan untuk: (1) menyediakan sumberdaya lahan untuk kepentingan umum, (2) meningkatkan keserasian antar jenis penggunaan lahan, dan (3) melindungi hak milik melalui pembatasan aktivitas-aktivitas yang membahayakan.
Rumah dan perumahan seyogyanya dipandang sebagai bagian dari lingkungan permukiman dan lingkungan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup. Perluasan areal untuk permukiman dan perumahan mengakibatkan terjadinya perubahan lingkungan alam yang semua berfungsi sebagai area penyerapan air menjadi lingkungan buatan yang menolak resapan air. Kontradiksi antara perlunya perumahan dan permukiman dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan upaya pelestarian lingkungan ibarat dua mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya (Wiradisuria dalam Budihardjo, 2009).
Menurut Catanesse (1986), bahwa dalam perencanaan penggunaan lahan sangat dipengaruhi oleh manusia, aktivitas, dan lokasi. Dimana hubungan antar ke tiganya sangat berkaitan, sehingga dapat dianggap sebagai siklus perubahan penggunaan lahan.
Dari uraian kajian teori di atas maka dapat dipahami bahwa dengan berpedoman pada pertumbuhan wilayah kota yang diinterpretasikan pada kota sebagai proses, hal ini menunjukkan bahwa dinamika pertumbuhan wilayah perkotaan tidak bisa lepas dari 3 (tiga) unsur pokok yakni dinamika ekonomi, dinamika politik dan dinamika budaya, yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
1.    Dinamika ekonomi dapat berupa;
a.       Status tanah yang berhubungan dengan situasi topografi dan intervensi manusia,
b.      Hirarki nilai yang berhubungan dengan nilai pakai dan nilai tukar,
c.      Tingkat strutur yang berkaitan dengan global dan lokal.

2.   Dinamika politik atau sistem pengelolaan, merupakan peran dari pihak yang terlibat dalam suatu dimensi kehidupan perkotaan atau pewilayahan. Politik dalam hal ini juga dapat dirumuskan dalamlingkup yang lebih sederhana dengan arti kebijakan. Suatu kebijakan menjadi hal yang sangat dibutuhkan dalam proses pembangunan kota karena proses tersebut merupakan pelaksanaan sejumlah keputusan oleh individu maupun kelompok demi kepentingan masyarakat banyak.

3. Dinamika budaya, adalah unsur budaya sebagai pembentuk ruang fisik kota lebih kepada sifat dan karakter masyarakat baik di perdesaan maupun di perkotaan. Biasanya kehidupan yang saling berinteraksi antar komunitas tertentu akan membentuk lingkungan permukiman dimana terdapat berbagai etnis budaya yang berbaur.

Share this article :
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Catatan Kuliah Geografi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger