Dinamika pertumbuhan wilayah perkotaan dan
peningkatan kebutuhan lahan adalah suatu rangkaian yang satu sama lain saling mempengarunhi.
Menurut Zahnd, 1999 (dalam Hamzah, 2010) kehidupan kota sudah lebih disamakan
dengan ekologi kota yang melibatkan tiga pokok yang hubungannya sangat erat
yakni dinamika secara ekonomi, politis dan budaya kota. Sementara perencanaan
suatu kota tidak bisa lepas dari aspek tata ruangnya, dimana tata ruang adalah
wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik yang direncanakan maupun
tidak.
Penggunaan lahan pada suatu kota umumnya berbentuk
tertentu dan pola perkembangannya dapat diestimasikan. Keputusan-keputusan
pembangunan kota biasanya berkembang bebas, tetapi diupayakan sesuai dengan
perencanaan penggunaan lahan. Motif ekonomi adalah motif utama dalam
pembentukan struktur penggunaan tanah suatu kota dengan timbulnya pusat-pusat
bisnis yang strategis.
Selain motif bisnis terdapat pula motif politik,
bentuk fisik kota, seperti topografi, drainase. Meskipun struktur kota tampak
tidak beraturan, namun kalau dilihat secara seksama memiliki keteraturan pola
tertentu. Bangunan-bangunan fisik membentuk zona-zona intern kota.
Teori-teori struktur kota yang ada digunakan mengkaji bentukbentuk penggunaan
lahan yang biasanya terdiri dari penggunaan tanah untuk perumahan, bisnis,
industri, pertanian dan jasa (Koestoer, 2001).
Pertumbuhan penduduk yang semakin pesat, terutama di
daerah perkotaan, serta bertambah banyaknya tuntutan kebutuhan masyarakat akan
lahan, seringkali mengakibatkan timbulnya benturan kepentingan atas penggunaan
sebidang lahan bagi berbagai penggunaan tertentu. Acapkali pula terjadi
panggunaan lahan yang sebetulnya tidak sesuai dengan peruntukannya. Hal semacam
ini, bila tidak segera diatasi, pada suatu saat nanti akan dapat mengakibatkan
terjadinya degradasi lahan. (Khadiyanto, 2005). Secara teoritis, sejauh mana
efisiensi alokasi sumber daya lahan dapat dicapai melalui mekanisme pasar, akan
tergantung apakah hak pemilikan (ownership) dapat mengontrol himpunan
karakteristik sumberdaya lahan. Himpunan karakteristik ini antara lain adalah :
eksternalitas, inkompatibilitas antar alternatif penggunaan, ongkos transaksi, economies
of scale, aspek pemerataan, dan keadilan.
Dalam prakteknya, pemerintah di sebagian besar
negara di dunia memegang peran kunci dalam alokasi lahan. Dengan sangat
strategisnya fungsi dan peran lahan tanah dalam kehidupan masyarakat (ekonomi,
politik, sosial, dan kebudayaan) maka pemerintah mempunyai legitimasi kuat
untuk mengatur kepemilikan/penguasaan tanah. Peran pemerintah dalam alokasi
lahan sumberdaya lahan dapat berupa kebijakan yang tidak langsung seperti
pajak, zonasi (zoning), maupun kebijakan langsung seperti pembangunan
waduk dan kepemilikan lahan seperti hutan, daerah lahan tambang, dan
sebagainya. Dengan demikian peranan pemerintah melalui system perencanaan
wilayah (tata guna) ditujukan untuk: (1) menyediakan sumberdaya lahan untuk
kepentingan umum, (2) meningkatkan keserasian antar jenis penggunaan lahan, dan
(3) melindungi hak milik melalui pembatasan aktivitas-aktivitas yang membahayakan.
Rumah dan perumahan seyogyanya dipandang sebagai
bagian dari lingkungan permukiman dan lingkungan permukiman adalah bagian dari
lingkungan hidup. Perluasan areal untuk permukiman dan perumahan mengakibatkan
terjadinya perubahan lingkungan alam yang semua berfungsi sebagai area
penyerapan air menjadi lingkungan buatan yang menolak resapan air. Kontradiksi
antara perlunya perumahan dan permukiman dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dengan upaya pelestarian lingkungan ibarat dua mata
uang yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya (Wiradisuria dalam Budihardjo,
2009).
Menurut Catanesse (1986), bahwa dalam perencanaan
penggunaan lahan sangat dipengaruhi oleh manusia, aktivitas, dan lokasi. Dimana
hubungan antar ke tiganya sangat berkaitan, sehingga dapat dianggap sebagai
siklus perubahan penggunaan lahan.
Dari uraian kajian teori di atas maka dapat dipahami
bahwa dengan berpedoman pada pertumbuhan wilayah kota yang diinterpretasikan
pada kota sebagai proses, hal ini menunjukkan bahwa dinamika pertumbuhan
wilayah perkotaan tidak bisa lepas dari 3 (tiga) unsur pokok yakni dinamika
ekonomi, dinamika politik dan dinamika budaya, yang dapat dijabarkan sebagai
berikut:
1. Dinamika
ekonomi dapat berupa;
a. Status
tanah yang berhubungan dengan situasi topografi dan intervensi manusia,
b. Hirarki
nilai yang berhubungan dengan nilai pakai dan nilai tukar,
c. Tingkat
strutur yang berkaitan dengan global dan lokal.
2. Dinamika
politik atau sistem pengelolaan, merupakan peran dari pihak yang terlibat dalam
suatu dimensi kehidupan perkotaan atau pewilayahan. Politik dalam hal ini juga
dapat dirumuskan dalamlingkup yang lebih sederhana dengan arti kebijakan. Suatu
kebijakan menjadi hal yang sangat dibutuhkan dalam proses pembangunan kota
karena proses tersebut merupakan pelaksanaan sejumlah keputusan oleh individu
maupun kelompok demi kepentingan masyarakat banyak.
3. Dinamika
budaya, adalah unsur budaya sebagai pembentuk ruang fisik kota lebih kepada
sifat dan karakter masyarakat baik di perdesaan maupun di perkotaan. Biasanya
kehidupan yang saling berinteraksi antar komunitas tertentu akan membentuk
lingkungan permukiman dimana terdapat berbagai etnis budaya yang berbaur.