Kota sebagai pusat pelayanan selalu berinteraksi
dengan wilayah sekitarnya. Dalam
konteks hubungan antara kota sebagai pusat pelayanan dan wilayah sekitarnya sebagai wilayah hinterland
makaterdapat empat kemungkinan sifat interaksi,
yaitu hubungan yang bersifat saling menguntungkan, atau menguntungkan di satu pihak dan merugikan di pihak lain (dua
kemungkinan), ataupun saling
merugikan. Wilayah hinterland umumnya merupakan wilayah perdesaan. Sifat hubungan yang pertama, adalah hubungan saling menguntungkan ditunjukkan dalam hal
berikut. Kota berfungsi sebagai tempat pasar
dan rantai perdagangan produk dari perdesaan. Peningkatan pembangunan ekonomi di perkotaan akan memberikan
peluang lapangan pekerjaan, termasuk bagi
para migran dari wilayah sekitar. Dalam konteks ini pembangunan kota berdampak positif bagi penduduk
sekitar kota dalam memperoleh pekerjaan.
Migrasi penduduk desa bagi kota juga memberi manfaat, yaitu penduduk desa ikut andil dalam menggerakkan perekonomian
kota.
Dari sudut pandang kepentingan masyarakat desa,
pembangunan di kota selain
memberikan efek positif (lapangan kerja dan pendapatan) ternyata juga dapat merugikan ekonomi wilayah
sekitar. Hal ini menunjukkan sifat hubungan
yang kedua, yaitu hubungan yang merugikan desa. Kondisi ini ditimbulkan karena adanya ketimpangan dalam sistem
ekonomi desa-kota, yaitu sebagai berikut.
1. Nilai
tukar yang tidak seimbang (tidak adil) antaru produk perdesaan dengan produk
perkotaan. Harga produk pertanian harganya murah, sedangkan untuk produk
perkotaan harganya lebih mahal. Produk pertanian harganya murah karena mudah
busuk (pherisable product), volumenya
besar, dan bersifat musiman. Hal ini diperburuk dengan kondisi petani yang tidak
menguasai pasar produk pertanian. Dikarenakan keterbatasan modal, mereka
terpaksa menjual hasil pertaniannya dengan harga murah dan membeli kebutuhan
pokok hasil industri dari kota dengan harga yang mahal.
2. Surplus
dari wilayah perdesaan banyak diserap ke kota. Surplus dari perdesaanberupa
uang dan nilai tambah hasil produksi lebih banyak mengalir ke kota dibandingkan
yang tetap beredar di perdesaan. Hal ini terlihat antara lain pedagang dalam
tata niaga pertanian lebih banyak dilakukan oleh orang kota, orang kaya dari
desa lebih tertarik berinvestasi di kota, subsidi input produksi pertanian
ataupun subsidi harga produk pertanian lebih banyak dinikmati orang kota.
3. Alokasi
dana pembangunan yang tidak seimbang antara desa dan kota. Dana pembangunan
baik dari pemerintah maupun pihak swasta yang dialokasikan di kotajauh lebih
besar dibandingkan yang dialokasikan di desa.
Selanjutnya, sifat
hubungan desa-kota yang ketiga ditunjukkan di mana hubungan tersebut tidak
menguntungkan pemerintah kota. Hal ini dijelaskan dengan kenyataan sebagai
berikut. Pertumbuhan penduduk suatu kota dikarenakan pertumbuhan penduduk alami
(kelahiran dikurangi kematian) dan ditambah adanya migrasi penduduk desa ke
kota. Akibat migrasi desa-kota, jumlah penduduk kota tumbuh dengan pesat.
Migrasi tersebut, baik migrasi permanen maupun nonpermanen, menyebabkan proses
urbanisasi. Pada kenyataannya, pertumbuhan penduduk kota-kota di negara
berkembang lebih cepat dibandingkan dengan pembangunan fisik kota, terutama
penyediaan prasarana dan utilitas. Dalam kaitannya dengan hubungan kota-wilayah
sekitar, migrasi masuk kota mengakibatkan beban kota meningkat dalam hal
penyediaan prasarana dan utilitas penduduk kota. Sementara itu, penduduk migran
tidak banyak menyrimbangkan pendapatan bagi pemerintah kota, karena sebagian
besar mereka bekerja di sektor informal yang luput dari pajak. Selain itu,
karena penduduk migran sering tidak berbekal pendidikan dan keterampilan yang
memadai maka dapat menimbulkan masalah baru berupa pengangguran, kemiskinan,
dan kriminalitas. Timbulah masalah perkotaan, antara lain munculnya pemukiman
kumuh, pendudukan liar, beban prasarana kota yang melebihi kapasitas, kemacetan
lalu lintas, dan masalah sosial ekonomi lainnya. Ini menunjukkan terjadi sifat hubungan
yang ketiga, yaitu menguntungkan desa, tetapi merugikan kota.
Selain sifat-sifat
interaksi tersebut, ada pula kemungkinan yang keempat, yaitu interaksi yang
saling merugikan kedua belah pihak. Misalnya, migrasi para petani muda ke kota
karena tertarik gaya hidup kota, tetapi tidak mempunyai keahlian di sektor
perkotaan. Di kota mereka menjadi pengangguran atau pelaku tindak kriminal,
Akibatnya, desa kehilangan tenaga kerja produktif, sedangkan kota menanggung
beban sosial pengangguran.
No
|
Sifat
Hubungan
|
Proses
Hubungan
|
1.
|
(+) Bagi
wilayah sekitarnya
(+) Bagi kota
|
Migrasi Desa-Kota
· Kota sebagai
pasar produk perdesaan.
· Kota
memberikan lapangan kerja bagi penduduk desa.
· Ekonomi kota
berkembang.
|
2.
|
(-) Bagi
wilayah sekitarnya
(+)
Bagi kota
|
Sistem Ekonomi
Desa-Kota
· Nilai tukar
produk desa lebih rendah daripada produk kota.
· Surplus dari
desa mengalir ke kota.
· Menikmati
kemakmuran dari rendahnya nilai produk desa.
· lkut menikmati
subsidi produk desa
· Surplus dari
desa menggerakkan ekonomi kota.
|
3.
|
(+) Bagi
wilayah sekitarnya
(-)
Bagi kota
|
· Migrasi
penduduk desa masuk seklor informal kota.
· Beban
pelayanan kota bertambah.
|
4.
|
(-) Bagi
wilayah sekitarnya
(+)
Bagi kota
|
· Tenaga
produktif desa berkurang.
· Beban
pelayanan kota bertambah.
|
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa antara
pembangunan perkotaan dengan pembangunan wilayah di sekitarnya selalu ada
kaitan yang erat. Perlu diingat bahwa tidak semua wilayah kabupaten merupakan
kawbsan perdesaan, tetapi pasti mempunyai bagian-bagian yang merupakan kawasan perkotaan.
Oleh karena itu, sifat hubungan kota-desa tersebut juga berlangsung di dalam
suatu wilayah kabupaten. Sifat hubungan desa-kota berbeda-beda tergantung dari
sudut pandang kepentingan pihak yang mana, desa atau kota. Dalam manajemen kota
dan wilayah, semua interaksi yang berdampak negatif perlu dicari jalan
pemecahannya.