Sudah sejak manusia berada di bumi sekitar 2 juta
tahun lebih, manusia telah menggunakan perencanaan (planning) dalam
kehidupan sehari-hari. Dikala itu manusia menggunakan perencanaan untuk
membunuh binatang dan menaklukkan lingkungan demi kelangsungan hidupnya.
Pada hakekatnya merencana diartikan sebagai suatu cara bertindak, yaitu
suatu pemikiran tentang urutan tindakan ke masa depan. Oleh karena itu
perencanaan dapat diartikan sebagai penggunaan pemikiran yang bijaksana
untuk waktu yang akan datang.
Perencanaan dilakukan atas dasar pemikiran
yang rasional dan pragmatis untuk suatu dimensi waktu tertentu. Dalam
hal sedemikian itu suatu keadaan/ kondisi tertentu ingin dibawa hingga
mencapai suatu kondisi lainnya yang maksimal sesuai dengan tujuannya.
Dengan demikian ada suatu hubungan antara berpikir yang rasional dengan
tindakan yang dilakukan secara efisien. Ini berarti pula ada hubungan
antara perencanaan di satu pihak dengan pembangunan di pihak lain.
Sehubungan dengan hal ini pembangunan (development) dapat diartikan
sebagai suatu usaha untuk mengubah nilai-nilai dari suatu keadaan ke
keadaan lain yang mempunyai unsur-unsur perubahan kualitas tentang
nilai-nilai tertentu. Pada umumnya pembangunan banyak diarahkan untuk
mencapai target dari suatu tindakan yang bersifat umum seperti kenaikan
produksi atau kenaikan pendapatan yang kesemuanya bersifat ekonomi.
Tetapi pada hakekatnya pembangunan lebih menitikberatkan kepada
kemakmuran yang bersifat merata, sehingga tujuan akhir pembangunan tidak
hanya untuk mencapai kenaikan produksi saja tetapi menciptakan keseimbangan
kegiatan antar penduduk/antar kelompok penduduk.
Pada hakekatnya suatu proyek pembangunan tidak dapat
terlepas dari suatu sistem pembangunan secara menyeluruh. Oleh karena
itu pembangunan harus disusun dengan suatu penelaahan yang tidak sempit,
melainkan harus bersifat menyeluruh. Ini berarti bahwa suatu masalah
tidak boleh diselesaikan sebagai suatu pemecahan tersendiri melainkan
harus dilihat di dalam rangkaian persoalan yang lebih luas. Oleh karena
perencanaan itu dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan di masa yang
akan datang maka setiap perencana harus memperkirakan situasi yang akan
terjadi di kemudian hari. Ini berarti bahwa tidak hanya tujuannya saja
yang harus dirumuskan tetapi penelaahan situasi (dengan ramalan-ramalan)
harus merupakan indicator yang utama. Perencanaan harus merupakan suatu
proses yang kontinyu. Ini berarti bahwa suatu tindakan harus merupakan
tahap awal dari tindakan yang lain dan demikian seterusnya. Tetapi dapat
pula terjadi bahwa pada suatu tahap mengalami hambatan-hambatan. Apabila
hal ini terjadi harus diadakan umpan balik terhadap tindakan yang telah
digariskan sebelumnya. Oleh karena itu perencanaan harus mempunyai sifat
luwes/fleksibel. Penilaian kembali tersebut memerlukan periode waktu
tertentu dan tidak dapat dinilai dalam waktu yang singkat (Bintarto, R.
dan Surastopo H, 1989). Seperti diketahui bahwa tujuan utama
dalam perencanaan wilayah dapat digolongkan menjadi 2 (dua) bagian
yaitu:
1. Memperbaiki efisiensi dalam
alokasi sumberdaya dengan cara proyek sektoral terpadu dan program-program
untuk tiap wilayah; dan
2. Untuk mengurangi perbedaan
tingkat pembangunan antar wilayah. Tujuan pertama dapat dicapai dengan
membuat perancangan untuk wilayah yang bersangkutan, sedangkan tujuan
kedua dapat dicapai dengan pengaturan langsung oleh pemerintah pusat.
Untuk keperluan perancangan
wilayah diperlukan berbagai data dasar, diantaranya:
1.
Inventarisasi sumberdaya alam; perkiraan
pendapatan nasional
2.
Produksi tiap sektor dan wilayah
3.
Data penduduk, tenaga kerja, dan migrasi
(Bintarto, R. dan Surastopo H, 1989).
Dalam konteks wilayah,
perkembangan wilayah sebagai suatu rangkaian upaya agar wilayah dapat
berkembang sesuai yang diinginkan atau menuju tingkat perkembangan yang
diinginkan. Keinginan tersebut berupa terwujudnya keterpaduan dalam
penggunaan berbagai sumberdaya, menyeimbangkan pembangunan nasional dan
kesatuan wilayah nasional, meningkatkan keserasian antar kawasan, dan keterpaduan
antar sector pembangunan dengan prinsip pembangunan yang berkelanjutan.
Pengembangan wilayah dilaksanakan melalui optimasi pemanfaatan
sumberdaya yang dimilikinya secara harmonis, serasi, dan terpadu melalui
pendekatan yang bersifat komprehensif mencakup aspek fisik, ekonomi,
sosial, budaya, dan lingkungan hidup untuk pembangunan berkelanjutan.
Prinsip ini juga sering disebut dengan pembangunan berkelanjutan dengan
basis pendekatan penataan ruang wilayah. Pembangunan dengan prinsip
seperti ini harus dijadikan tujuan utama bagi pembuat keputusan
kebijakan publik untuk setiap tingkatan pemerintahan yang memang berbeda
tipenya (Francis, 2001).
Untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam
pengembangan wilayah diperlukan penataan ruang, yaitu proses yang
dimulai dari penyusunan tata ruang dengan mengalokasikan rencana ruang
sumberdaya alam dan buatan secara optimal, pemanfaatan ruang, yaitu proses
pembangunan yang dimulai dengan penyusunan serangkaian kegiatan program
pembangunan dan pembiayaan, dan pengendalian pemanfaatan ruang, yaitu
kegiatan pengaturan zonasi, pemberian ijin pemanfaatan ruang dan IMB,
pemberian insentif dan disinsentif serta penertiban dalam bentuk
pencabutan ijin, pembongkaran, dan pemberian sanksi terhadap pembangunan
(pemanfaatan ruang) agar sesuai dengan rencana tata ruang. Tujuan
penataan ruang antara lain adalah tercapainya pemanfaatan ruang yang
berkualitas untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas berbudi luhur
dan sejahtera, mewujudkan keterpaduan pemanfaatan sumberdaya, meningkatkan
pemanfaatan sumberdaya alam secara efisien dan efektif bagi manusia, dan
mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah kerusakan lingkungan.
Hal yang sama dinyatakan oleh Sitorus (2004), bahwa pembangunan wilayah
berkelanjutan erat kaitannya dengan rencana pemanfaatan lahan/ruang yang
dapat diwujudkan melalui keterkaitan pengelolaan yang tepat antara
sumberdaya alam, dengan aspek sosioekonomi, dan budaya (cultural) (Djakapermana,
RD, 2010).
Sebagaimana telah disinggung bahwa perencanaan
wilayah berkaitan dengan faktor-faktor produksi/sumberdaya yang terbatas
untuk dimanfaatkan guna mencapai hasil optimum sesuai dengan tujuan
yang hendak dicapai. Pentingnya perencanaan wilayah diperkuat beberapa
alasan/faktor yang meliputi (Tarigan, R., 2009):
1.
Banyak diantara potensi wilayah terbatas
jumlahnya dan tidak dapat diperbaharui;
2.
Kemampuan teknologi dan cepatnya
perubahan dalam kehidupan manusia;
3.
Kesalahan perencanaan yang sudah
dieksekusi di lapangan sering tidak dapat diubah/diperbaiki kembali;
4. Lahan dibutuhkan oleh setiap manusia
untuk menopang kehidupannya, sementara kemampuan manusia untuk mendapatkan lahan
tidak sama, sehingga sering terjadi konflik kepentingan dalam pemanfaatan lahan
yang tersedia;
5.
Tatanan wilayah sekaligus menggambarkan
kepribadian masyarakat yang berdomisili di wilayah tersebut;
6. Potensi wilayah yang berasal dari alam
dan hasil karya manusia di masa lalu adalah aset yang harus dimanfaatkan untuk
kemakmuran rakyat dalam jangka panjang dan lestari. Dengan demikian pemanfaatan
aset harus direncanakan secara cermat.