Pembangunan bidang pertamanan (landscape
architecture) di kota metropolitan, atau biasa disebut Metropolitan Park
System sebaiknya berorientasi pula kepada sumber yang telah ditetapkan
pemerintah sebagai dasar kebijaksanaan pembangunan atau Rencana Induk Kota
(RIK).
Umumnya pembangunan lingkungan
perkotaan adalah pembangunannya sebagian besar hanya merupakan perbaikan atau
penambahan sarana dan prasarana kota yang semula sudah ada, namun tetap harus
dilakukan secara berencana, dengan lebih memperhatikan keserasian hubungan
antara kota terbangun dengan lingkungan alaminya, dan antara kota dengan daerah
perdesaan sekitar atau kota pendukung (hinterland), serta keserasian
dalam pertumbuhan kota itu sendiri.
Kota sebagai konsentrasi permukiman
dan kegiatan manusia, telah berkembang sangat pesat berikut dampaknya pada
banyak kota di Indonesia. Kota dalam keterbatasan kemampuan, tetap menuntut
adanya suatu kondisi fisik dan lingkungan yang sehat bagi warga kotanya.
Pertambahan penduduk yang pesat
senantiasa diiringi tuntutan ketersediaan prasarana, sarana, fasilitas
pelayanan bagi kehidupan dan kegiatannya. Keterbatasan dana dan teknologi,
penanganan dan pengelolaan kota yang kurang tepat, serta pertambahan penduduk
kota yang pesat sebagai akibat kelahiran maupun urbanisasi, telah menimbulkan
banyak masalah perkotaan yang seringkali menjadi berlarut-larut. Pengembangan
dan pembangunan kota sangat bergantung pada faktor kuantitas dan kualitas
penduduk, keluasan dan daya dukung lahan, serta keterbatasan kemampuan daerah
itu sendiri. Gejala pembangunan, perkembangan dan pemekaran kota untuk memenuhi
tuntutan dan pelayanan terhadap penduduk kota yang jumlahnya terus membengkak
tersebut, seringkali menimbulkan kecenderungan menuju pembangunan maksimal
struktur kota, ruang terbuka kota, dengan mudah menghilangkan atau mengorbankan
eksistensi dan wajah alam.
Lahan kota semakin tertutup oleh
struktur (perkerasan/hard materials), dan permukaan air (sungai, rawa,
pantai, dan lain-lain) yang berubah fungsi dan kualitasnya. Andalan kemampuan
teknologi modern, telah mengembangkan pemikiran membangun kota yang seringkali
mengabaikan sistem ekologi kota, bahkan berusaha merobah seluas mungkin
eskosistem alam menjadi ekosistem buatan (artificial ecosystem). Maka,
muncul dampak negatif pembangunan akibat perlakuan kurang wajar terhadap
norma-norma dan kaidah-kaidah alam tersebut, seperti perubahan suhu kota,
krisis air bersih, penurunan air tanah, amblasan tanah, banjir, intrusi air
laut, abrasi pantai, kualitas udara memburuk, sungai mengering, dan berbagai polusi
terhadap media lingkungan.
Perencanaan RTH kota yang matang,
dapat menjaga keseimbangan dan keharmonisan antara ruang terbangun dan ruang
terbuka. Keselarasan antara struktur kota dengan wajah-wajah alami, mampu
mengurangi berbagai dampak negatif akibat degradasi lingkungan kota dan menjaga
keseimbangan, kelestarian, kesehatan, kenyamanan dan peningkatan kualitas
lingkungan hidup kota.