RTH kota, khususnya pada salah satu
unsur konservasi penting dalam LH kota, yaitu RTH berupa hutan kota yang
dibangun sebagai daerah penyangga (buffer zone) kebutuhan akan air
bersih, lingkungan alami, serta pelindung flora dan fauna di perkotaan. Kota
sebagai pusat aktivitas manusia termasuk permukimannya telah terganggu
kestabilan ekologisnya, di lain pihak kebutuhan masyarakat akan lingkungan yang
bersih, indah, dan nyaman serta terbebas dari polusi semakin mendesak.
Pada kenyataannya pertumbuhan
kota-kota di Indonesia mengesankan kurang terakomodasikannya dan
terintegrasinya perencanaan. Kota seakan-akan berkembang tanpa kendali. Gedung
perkantoran, perumahan, pusat perbelanjaan, sekolah, tempat ibadah, bahkan
pabrik, ‘berebut ruang’. Masing-masing berusaha mencari lokasi yang paling
strategis. Akibatnya semua jenis bangunan berbaur dengan fungsinya
sendiri-sendiri dan menyebabkan berbagai benturan kepentingan.
Tahun 2002-2003 KLH mulai
melaksanakan program kegiatan ‘Bangun Praja’ yang difokuskan pada aspek:
pengelolaan sampah, RTH, fasilitas publik, dan pengendalian kualitas air, yang
bertujuan mendorong pemerintah daerah mewujudkan kepemerintahan yang baik di
bidang lingkungan hidup (Tata Praja Lingkungan). Dengan semangat otonomi
daerah, pembangunan kota menjadi tanggungjawab pemerintah daerah, termasuk
pembangunan hutan kota sebagai salah satu upaya menciptakan wilayah perkotaan
yang sehat, indah, dan nyaman. Dengan pembangunan kota yang berwawasan
kesehatan maka akan tercipta masyarakat yang sehat, produktif, serta bahagia
lahir dan batin.
Pencemaran udara merupakan salah
satu permasalahan kompleks yang timbul di lingkungan perkotaan terutama pada
kota-kota metropolitan. Tingginya tingkat pencemaran udara juga semakin dipicu
oleh peningkatan jumlah kendaraan bermotor dan industri yang menghasilkan asap,
partikel padat dan gas berbahaya lainnya. Studi tentang pengendalian kualitas
udara telah banyak dilakukan tetapi pengkajian secara sistematis tentang
hubungan fungsional antara data hasil pemantauan dengan faktor-faktor yang
berperan dalam transformasi emisi cemaran udara dari sumbernya, belum
terealisir sebagaimana mestinya (Purnomohadi, 1995).