Pengadaan RTH bagi kota yang sudah
terbangun tentu membutuhkan pemikiran-pemikiran yang dapat
dipertanggung-jawabkan di kemudian hari. Relatif masih rendahnya kepedulian dan
kesadaran perlunya eksistensi RTH, bahwa RTH Kota tak hanya berfungsi sebagai
pengisi ruang-ruang di antara bangunan saja, namun adalah lebih luas dari itu.
Dalam pembangunan kota berkelanjutan mutlak dipertimbangkan ada pembangunan RTH
secara khusus, berdasar pada serangkaian fungsi penting RTH dalam Rencana Induk
Kota baik dalam jangka pendek maupun panjang.
1.
Pengembangan
RTH Kota Jangka Pendek
Refungsionalisasi
dan pengamanan jalur-jalur hijau alami, seperti di sepanjang tepian jalan raya,
jalan tol, bawah jalan layang (fly-over), bantaran kali, saluran teknis
irigasi, tepian pantai, bantaran rel kereta api, jalur SUTET, Tempat Pemakaman
Umum (TPU, makam), dan lapangan olahraga, dari okupasi permukiman liar. Mengisi
dan memelihara taman-taman kota yang sudah ada, sebaik-baiknya dan berdasar
pada prinsip fungsi pokok RTH (identifikasi dan keindahan) masing-masing
lokasi. Memberikan ciri-ciri khusus pada tempat-tempat strategis, seperti
batas-batas kota, dan alun-alun kota.
Memotivasi
dan memberikan insentif secara material (subsidi) dan moral terhadap peran
serta masyarakat dalam pengembangan dan pemeliharaan RTH secara optimal, baik
melalui proses perencanaan kota, maupun gerakan-gerakan penghijauan.
Prasarana
penunjang dalam pengembangan RTH yang dibutuhkan adalah tenaga-tenaga teknisi
yang bisa menyampaikan konsep, ide serta pengalamannya dalam mengelola RTH,
misal pada acara penyelenggaraan pelatihan dan pendidikan pada Pusat Pendidikan
dan Pelatihan Pusdiklat). Dibutuhkan sosialisasi dan penyuluhan secara berkala
kepada pihak-pihak yang berkepentingan, maupun masyarakat umum secara luas.
2.
Pengembangan
RTH Kota Jangka Panjang
Penyuluhan
pengembangan RTH dapat dilakukan melalui instansi pemerintah daerah yang secara
resmi ditunjuk dan erat kaitannya dengan penghijauan kota, mulai dari tingkat
kota/kabupaten, camat, lurah/kepala desa, hingga lingkungan RT/RW, dewan
legislasi, organisasi-organisasi kemasyarakatan, sekolah, pramuka, rumah sakit,
perkantoran, dan berbagai bentuk media massa cetak (surat kabar, majalah,
buletin) serta media elektronik (radio, televisi, internet.
3.
Perencanaan
dan Pengendalian RTH Kota
Inventarisasi
potensi alam merupakan dasar kelayakan pembangunan RTH, khususnya sebagai dasar
untuk menentukan letak dan jenis tanaman. Inventarisasi ini sangat diperlukan
berdasar pada keterkaitan kondisi fisik, sosial dan ekonomi, meliputi pendataan
keadaan iklim (curah hujan, arah angin, suhu dan kelembaban udara); data topografi
dan konfigurasi kondisi alam adalah untuk menentukan tipe RTH kota; kemudian
geologi, jenis tanah dan erodibilitas untuk penentuan jenis RTH; jaringan
sungai, potensi dan pelestarian jenis, jumlah, dan kondisi fauna dan flora
lokal. Umumnya keberadaan dan jenis fauna sangat berkaitan erat pula dengan
jenis flora yang ada (existing, biota endemic).
Penggunaan
lahan (land use) dan keadaan yang mempengaruhinya perlu dikompilasi
melalui pengumpulan data mengenai kedua hal tersebut, meliputi penggunaan tanah
serta penyebaran bangunan, daerah permukiman, perdagangan, industri, pusat
pemerintahan, pusat perbelanjaan, tempat rekreasi, dan jaringan transportasi.
Keadaan yang mempengaruhi penggunaan tanah adalah demografi jumlah dan persebaran
penduduk, prosentase pertambahan jumlah, komposisi penduduk, dan keadaan sosial
ekonomi. Kedua data ini dipergunakan untuk menentukan tipe, lokasi, dan jumlah
RTH.
Inventarisasi
aktivitas dan permasalahannya meliputi data aktivitas yang dikumpulkan,
terutama kegiatan-kegiatan yang bisa menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan. Tingkat atau besaran aktivitas akan menentukan luas RTH yang
dibutuhkan dalam upaya menetralisir pengaruh negatif yang ditimbulkannya
tersebut. Pengumpulan data fisik (utama), meliputi:
a. Jumlah dan laju pertambahan
kebutuhan air dan oksigen;
b. Jumlah dan tingkat pertambahan
penggunaan bahan bakar;
c. Jumlah dan laju pertambahan
kendaraan bermotor;
d. Jumlah dan laju pembuangan limbah
industri/rumah tangga;
e. Nilai kualitatif dan kuantitatif
dari permasalahan lain yang sering timbul, seperti banjir, intrusi air laut,
abrasi, erosi amblasan tanah, dan tingkat pencemaran lain.
Kemudian, perlu disusun Rencana
Kerja Berkala, meliputi Rencana Jangka Pendek, (Menegah), dan Panjang.
Kebijakan umum pengembangan RTH, yang dilengkapi langkah-langkah pelaksanaan
menurut waktu dan skala prioritas. Monitoring dan Evaluasi secara berkala dan
terus menerus, guna mendapat data akurat yang dapat dipergunakan sebagai dasar
perbaikan dan pengembangan di masa datang.
4.
Pola
Penyelenggaraan RTH
Pelaksanaan
pembangunan RTH sebaiknya dapat dilakukan sendiri oleh unit instansi pemerintah
daerah yang ditunjuk sebagai pengelola RTH, berdasar tugas pokok dan fungsi
serta bentuk dan kriteria unit tersebut atau mungkin karena ada berbagai
keterbatasan, mungkin pula untuk dikontrakkan sebagian atau seluruh
pekerjaannya kepada pihak lain yang tentu harus bisa mengelola secara
bertanggung jawab sampai dengan monitoring dan evaluasinya.
Selaras
dengan semangat otonomi daerah yang berdasar azas desentralisasi,
dekonsentrasi, dan tugas perbantuan, maka Organisasi Pengelolaan dan
Pengembangan RTH kota dapat disusun sebagai berikut:
a. Penanggungjawab: Kepala Wilayah
(Bupati / Walikota).
b. Perencana & Pengendali: Bappeda
/ Bapedalda / BLH / Unit PLH.
c. Pelaksana: Dinas-dinas Tata Kota,
Pertamanan, Pemakaman, Pertanian, Kehutanan, dan pemilik lahan
(individu/swasta).