Manusia sebagai suatu
fenomena, dapat dikatakan sama
dengan makhluk lain sebagai fenomena, khususnya
sama dengan sesama makhluk hidup. Manusia tunduk kepada
hukum alam (Sunatullah), mengalami kelahiran, pertumbuhan,
perkembangan, mati, dan seterusnya. Namun demikian, manusia memiliki
keunikan hakiki yang membedakannya dengan makhluk hidup lainnya,
yaitu anugerah akal-pikiran dari Sang Pencipta. Meskipun
menurut sejarah kehidupan manusia merupakan makhluk hidup termuda, namun
telah membawa perubahan ruang muka bumi yang sangat berbeda
dengan adanya manusia.
Manusia sebagai ciptaan
Tuhan, tidak dapat ditelaah hanya sebagai
fenomena alam semata, dan sebagai makhluk yang
berakal juga tidak dapat ditelaah hanya sebagai fenomena budaya.
Dalam diri manusia selaku makhluk, melekat sekaligus fenomena alam
dan fenomena budaya. Hal inilah yang menjadi keunikan manusia
sebagai makhluk hidup.
Sebagai individu, manusia
merupakan kesatuan jasmani dan rohani
yang mencirikan otonomi dirinya. Dalam proses pertumbuhan
jasmani dan perkembangan rohani, manfaat kemampuannya
secara alamiah bagi kepentingan individu sendiri. Namun dalam
konteks sosial selaku makhluk sosial, pertumbuhan dan perkembangan
individu tersebut pemanfaatannya tidak hanya untuk kepentingan
pribadi, melainkan juga untuk kepentingan bersama atau kepentingan
masyarakat. Bahkan pertanggungjawaban perilaku dirinya, tidak hanya
tertuju pada individu yang bersangkutan, melainkan juga tertuju kepada
masyarakat.
Manusia sebagai makhluk
hidup yang dikaruniai akal-pikiran yang
berkembang dan dapat dikembangkan, juga
mendapatkan julukan sebagai makhluk budaya. Keunikan ini telah
membawa pertumbuhan dan perkembangan manusia yang berbeda dengan
makhluk hidup lainnya, bahkan juga perkembangan ruang muka bumi
yang menjadi tempat hidup serta sumberdaya yang menjaminnya.
Oleh karena itu perilaku manusia ini menuntut tanggung jawab
terhadap budaya yang menjadi bagian dari kehidupan manusia sendiri.
Dalam sistem alam,
manusia merupakan bagian dari alam yang
berinteraksi dengan alam sebagai lingkungannya.
Dengan kata lain, pada sistem alam ini manusia ada dan hidup dalam
“lingkungan alam”. Manusia dituntut tanggung jawabnya terhadap lingkungan
alam. Dalam sistem budaya, disamping manusia berkreasi dalam
mengembangkan akalpikirannya yang menghasilkan kebudayaan, manusia juga
berinteraksi dengan sesamanya. Oleh karena itu manusia
sebagai makhluk budaya tidak dapat melepaskan diri dari konteks budaya
yang mempengaruhi, membatasi, dan bahkan mengembangkan kehidupannya
sendiri.
Manusia selain hidup
dalam “lingkungan budaya” juga berinteraksi dengan
lingkungan tersebut. Dari hasil interaksi ini membawa pengaruh keruangan
dan tata ruang muka bumi seperti yang dialami saat ini. Sedangkan
pada proses sosial dalam bentuk interaksi sosial, manusia tidak
bisa lepas dari konteks sosial yang disebut “lingkungan sosial”.
Lingkungan sosial manusia
besar sekali pengaruhnya terhadap
pembentukan pribadi individu manusia
(Sumaatmadja, N., 1998). Dari segi kebutuhan hidupnya, Maslow (1970)
dalam Soerjani, M., et.al. (2006) menyatakan bahwa manusia adalah makhluk
hidup yang cukup unik dalam kebutuhan dasar hidupnya. Kalau
pada makhluk hidup di luar manusia kebutuhan dasar mereka lebih
utama pada kebutuhan fisiologi untuk bertahan hidup, walaupun sebagai
pelengkapan kebutuhan mereka juga memiliki naluri fisik bagi keamanan
eksistensinya. Demikian pula manusia juga membutuhkan keamanan fisik,
ketentraman, dan perlindungan fisik lainnya. Lebih dari itu
menurut Maslow manusia juga membutuhkan rasa kebanggaan atau kehormatan diri
dan kehormatan antar sesama. Kebutuhan yang terakhir ini
termasuk dalam kebutuhan psikologi atau kebutuhan kejiwaan. Jadi
kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki dapat dikelompokkan sebagai
kebutuhan fisiologi, fisik dan
psikologi, dan pemenuhan atas kebutuhan ini
merupakan kewajiban dan hak azasi setiap individu.
Dalam rangka memenuhi
kebutuhannya, manusia berinteraksi
secara timbal balik dengan lingkungan di
sekitarnya. Manusia selalu mengadakan adaptasi terhadap lingkungan dan
aktif terhadap lingkungannya. Adaptasi dan aktivitas ini
mencerminkan dan juga mengakibatkan adanya perubahan-perubahan,
seperti: perubahan sosial, ekonomi, budaya, politik, dan
sebagainya.
Secara umum pembangunan
dilakukan untuk berbagai tujuan
dan orientasi, meliputi: pertahanan dan
pemenuhan kebutuhan hidup, pemanfaatan potensi sumberdaya alam wilayah,
pemanfaatan potensi sumberdaya manusia, serta mewujudkan kemakmuran
dan kesejateraan masyarakat. Pembangunan erat hubungannya dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Disamping itu,
peranan pemerintah, masyarakat, teknologi, dan pasar sangat
menentukan terwujudnya suatu perencanaan pembangunan.
Keberhasilan pembangunan
nasional banyak tergantung pada
disiplin bangsa, disiplin aparatur Negara, dan
disiplin rakyat. Kedisiplinan
merupakan salah satu sumberdaya yang
tersembunyi, namun sangat menentukan tercapainya suatu program
pembangunan. Suatu wilayah dapat dikembangkan apabila ada
sumberdaya alami berupa mineral, sumber air, lahan yang subur,
sumber hewani dan nabati atau sejenisnya, dan dilengkapi dengan
sumberdaya manusiawi berupa tingkat pendidikan yang memadai, tingkat
kebudayaan yang tinggi, tingkat teknologi, dan modal yang cukup
memadai untuk dapat menggali dan mengembangkan sumberdaya alami yang
tersedia guna kemakmuran dan kesejahteraan umat manusia.
Walaupun demikian dalam proses atau tahap pelaksanaannya sering
juga suatu program pembangunan gagal atau kurang berhasil, karena
rendahnya disiplin dari mereka yang terlibat dalam suatu proses
pembangunan.
Disiplin mengandung
beberapa unsur, antara lain: kepatuhan,
ketaatan, mental, moral, kejujuran, keteraturan,
dan ketertiban. Displin dalam arti sempit dapat diartikan dengan
pematuhan secara ketat pada peraturan, baik yang tertulis maupun yang
tidak tertulis yang telah disepakati bersama (strict to the rule). Terpenuhinya disiplin secara tepat
dan secara teratur tergantung pada beberapa faktor, antara lain:
a. Sifat perorangan, seperti sifat-sifat malas,
tidak serius, apatis, kerajinan, keimanan, dan sebagainya;
b. Kondisi atau suasana kehidupan pada suatu waktu
tertentu;
c. Kepatuhan dan keinginan pada saat tertentu, dan
sebagainya.
Seseorang
yang dapat mematuhi dan menegakkan disiplin mempunyai sifat yang terpuji,
karena ia dapat mencegah menurunnya perbagai norma kehidupan yang berarti dapat
mensukseskan program pembangunan diri-sendiri, program keluarga, program
masyarakat, dan program pembangunan bangsa. Disiplin dalam arti luas dapat
dikatakan sebagai kumpulan dari perbagai jenis disiplin yang ada, yang secara
idiil mendasarkan diri pada Pancasila dan secara konstitusional pada UUD 1945.
Masalah
kesejahteraan di negara-negara berkembang (developing countries) mempunyai banyak segi, sehingga sudah sewajarnya merupakan masalah
yang multidisipliner, yaitu terkait dengan permasalahan ekonomi, demografis,
sosiologis, anthropologis, politik, kesehatan lingkungan, dan sebagainya.
Masalah kesejahteraan di negara dunia ketiga telah lama menjadi sorotan utama
oleh Negaranegara maju, baik secara langsung maupun melalui Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB).