Pengembangan
kawasan merupakan salah satu upaya dalam rangka pembangunan wilayah atau daerah
dan sumber daya (alam, manusia, buatan dan teknologi) secara optimal, efisien,
dan efektif. Pengembangan kawasan ini dilakukan dengan cara menggerakkan
kegiatan ekonomi dan mengakumulasikan berbagai kegiatan investasi yang dapat
menjadi pemicu (trigger) bagi
kegiatan pembangunan yang berkelanjutan, yang keseluruhannya diwadahi dalam
Rencana Tata Ruang Wilayah maupun kawasan (Soedarso, 2001).
Garis
kebijakan nasional mengenai Kawasan Industri yang diatur dalam Keppres No. 53
Tahun 1989 dimana didalamnya disebutkan bahwa tujuan pembangunan Kawasan
Industri adalah mempercepat pertumbuhan industri, memberikan kemudahan bagi
kegiatan industri, mendorong kegiatan industri untuk berlokasi di kawasan
industri, dan menyediakan fasilitas industri yang berwawasan lingkungan.
Pada
dasarnya pertumbuhan suatu wilayah atau kawasan industri akan dipengaruhi oleh
mekanisme ekonomi dan pasar. Dengan sendirinya aliran kegiatan ekonomi dan
investasi akan menuju lokasi yang menyediakan imbalan tertinggi atas produk dan
jasa yang dikelolanya, baik berupa kemudahan-kemudahan berinvestasi, adanya
sumberdaya serta ketersediaan prasarana dan sarana, maupun besarnya nilai
tambah atas barang dan jasa yang diproduksi. Proses ini apabila berlangsung
terus-menerus dapat menyebabkan suatu daerah yang memiliki peluang akan semakin
berkembang, sebaliknya daerah yang kurang memiliki peluang akan semakin
tertinggal.
Disamping
faktor mekanisme pasar, hal lainnya yang mempengaruhi persebaran kegiatan
ekonomi adalah faktor alokasi ruang dan kebijakan pemerintah yang bersifat exogenous, seperti antara lain
kebijakan dalam penentuan lokasi produksi, perizinan, ekspor-impor, perpajakan
dan kewajiban pembangunan sektoral lainnya. Kesemua hal tersebut pada akhirnya
akan berpengaruh dalam menentukan perkembangan suatu wilayah atau kawasan (Soedarso,
2001).
Disamping
itu Verkoren (1991), melihat bahwa kebijaksanaan pengembangan industrialisasi
diarahkan kepada penggerak pertumbuhan ekonomi dan perluasan tenaga kerja. Pada
dasarnya kebijakan tersebut bertujuan antara lain untuk menciptakan pekerjaan
non pertanian bagi penduduk pedesaan yang menganggur dan setengah menganggur,
mengatasi arus migrasi ke pusat-pusat perkotaan, memperkuat landasan ekonomi
pedesaan, dan memanfaatkan sepenuhnya keterampilan yang ada didaerah pedesaan.
Pembangunan
industri di seluruh daerah berdasarkan pada pendekatan dasar ekonomi (economic
base approach), dan beberapa daerah ditargetkan sebagai daerah inti dari
pembangunan industri (regional core of industrial development) dari
pusat pertumbuhan industri (industrial growth centres) disebut WPPI
(Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri).
Lebih
lanjut Soedarso (2001) mengemukakan bahwa meskipun berbagai upaya kebiajkan
publik dalam rangka pengembangan wilayah dilakukan, namun masih diperlukan
upaya-upaya lebih lanjut guna mengefektifkan dan mengoptimalkan perwujudan
rencana pembangunan tersebut di daerah. Terutama dalam hal bagaimana
mengimplementasikan strategi dan menciptakan pra-kondisi pembangunan kawasan
yang tidak Protect Oriented, namun bersifat menumbuhkan semangat Public
Enterpreneurship dalam mencari
peluang investasi yang sesuai dengan potensi kawasan dan wilayah sekitarnya,
didukung penciptaan iklim usaha yang kondusif dan mempunyai linkage dengan jaringan pasar
nasional, regional maupun global.
Penciptaan
iklim yang kondusif bagi pembangunan ekonomi kawasan dan wilayah sekitarnya,
disamping memerlukan adanya kebijakan yangd apat mendorong adanya minat
investasi dunia usaha, juga memerlukan adanya investasi awal seperti
tersedianya prasarana, dan sarana dasar, kelembagaan dan sumberdaya manusia.
Dan yang lebih penting adalah bagaimana membentuk suatu organisasi pengelola
yang mempunyai enterprenership dan
kemampuan menjalin hubungan (link-up)
dengan pelaku pembangunan lainnya.
Bilamana
prakondisi ini telah tercipta, upaya yang diperlukan selanjutnya adalah
bagaimana mengemas dan mempromosikan peluang invetasi tersbut, agar menarik dan
memiliki daya saing (competitiveness) bagi investasi dari dalam maupun
luar neger. Hal ini didukung dengan kebijakan-kebiajkan yang lebih mengarah
kepada bentuk-bentuk growth driven untuk menciptakan peluang-peluang
pasar, serta penciptaan preconditon dan prerequisites yang lebih menarik
bagi investor namun tidak memberatkan pemerintah daerah.
Guna
lebih meningkatkan efektivitas dalam rangka mengembangkan suatu kawasan
industri, perlu adanya kebijakan, strategi dan upaya-upaya yang mendukung
pelaksanaan penyebarluasan informasi dan promosi peluang-peluang investasi
kawasan-kawasan tersebut kepada dunia usaha swasta dan masyarakat. Upaya untuk
melink-up para stakeholders pengembang
kawasan dalam mencari peluang-peluang pasar baik did alam negeri maupun luar
negeri haruslah dilakukan.