Langkah
pertama adalah membangun batasan geografis, yang disebut dengan area
perencanaan kota. Sejak adanya hukum lama, area perencanaan ini tidak lagi
berkaitan dengan wilayah administratif, namun lebih kepada batasan lingkungan.
Bagian kota yang secara topografi kritis: seperti curam dan labil, tepian badan
air (sungai, pesisir pantai, waduk, jalur KA atau jaringan listrik, dan
sebagainya), atau daerah pengaman sarana dan prasarana perkotaan, harusnya
hanya diproyeksikan sebagai RTH kawasan lindung, di mana pemanfaatannya
terbatas, atau bahkan untuk cagar alam, semacam hutan kota atau cagar biota
(kebun botani, kebun binatang) dengan persyaratan khusus.
Langkah
selanjutnya adalah membagi perencanaan kota menjadi area cadangan, di mana
sebuah wilayah kota telah dibentuk/dicadangkan terlebih dulu sebagai area
urbanisasi yang mungkin diperlukan dalam 10 tahun atau lebih mendatang (readjustment
land) dan area pengawasan urbanisasi (restricted area), di mana
pengembangan urbanisasi harus dikendalikan. Mempertimbangkan fungsi kedua area
ini, maka kebijaksanaan pembangunan dan pelestarian dalam perencanaan kota
harus ditetapkan dan diatur secara tertulis.