Mobilitas
penduduk horizontal atau geografis meliputi semua gerakan (movement) penduduk yang melintasi
batas wilayah tertentu dalam periode waktu tertentu pula (Mantra, 1984). Batas
wilayah umumnya dipergunakan batas administrasi misalnya : propinsi, kabupaten,
kecamatan, kelurahan atau pedukuhan. Bentuk-bentuk mobilitas penduduk dapat
pula dibagi menjadi dua, yaitu mobilitas permanen atau migrasi, dan mobilitas
non-permanen (mobilitas sirkuler). Migrasi adalah perpindahan penduduk dari
satu wilayah ke wilayah lain dengan maksud untuk menetap di daerah tujuan. Sedangkan
mobilitas sirkuler ialah gerakan penduduk dari satu tempat ke tempat lain
dengan tidak ada niat untuk menetap di daerah tujuan. Secara operasional,
migrasi dapat diukur berdasarkan konsep ruang dan waktu. Seseorang dapat
disebut sebagai seorang migran, apabila orang tersebut melintasi batas wilayah
administrasi dan lamanya bertempat tinggal di daerah tujuan minimal enam bulan
(Mantra, 1984).
Ada
beberapa teori yang menerangkan mengapa seseorang mengambil keputusan melakukan
mobilitas. Pertama, seseorang
mengalami tekanan (stres), baik
ekonomi, sosial, maupun psikologi di tempat ia berada. Tiap-tiap individu
mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda, sehingga suatu wilayah oleh seseorang
dinyatakan sebagai wilayah yang dapat memenuhi kebutuhannya, sedangkan orang
lain tidak. Kedua, terjadi
perbedaan nilai kefaedahan wilayah antara tempat yang satu dengan tempat
lainnya. Apabila tempat yang satu dengan lainnya tidak ada perbedaan nilai
kefaedahan wilayah, tidak akan terjadi mobilitas penduduk.
Perilaku
mobilitas penduduk menurut Ravenstein atau disebut dengan hukum-hukum
migrasi penduduk adalah sebagai berikut (Mantra, 2003).
a.
Para migran cenderung memilih tempat
terdekat sebagai daerah tujuan.
b.
Faktor paling dominan yang mempengaruhi
seseorang untuk bermigrasi adalah sulitnya memperoleh pekerjaan dan pendapatan
di daerah asal dan kemungkinan untuk memperoleh pekerjaan dan pendapatan yang
lebih baik di daerah tujuan. Daerah tujuan harus memiliki kefaedahan wilayah (place
utility) lebih tinggi dibandingkan dengan daerah asal.
c. Berita-berita dari sanak saudara atau
teman yang telah berpindah ke daerah lain merupakan informasi yang sangat
penting bagi orang-orang yang ingin bermigrasi.
d. Informasi negative dari daerah tujuan
mengurangi niat penduduk (migrasi potensial) untuk bermigrasi.
e.
Semakin tinggi pengaruh kekotaan
terhadap seseorang, semakin besar mobilitasnya.
f.
Semakin tinggi pendapatan seseorang,
semakin tinggi frekuensi mobilitanya.
g. Para migran cenderung memilih daerah
tempat teman atau sanak saudara bertempat tinggal di daerah tujuan. Jadi, arah
dan arus mobilitas penduduk menuju ke arah asal datangnya informasi.
h.
Pola migrasi bagi seseorang maupun
sekelompok penduduk sulit diperkirakan. Hal ini karena banyak dipengaruhi oleh
kejadian yang mendadak seperti bencana alam, peperangan, atau epidemi.
i. Penduduk yang masih muda dan belum
kawin lebih banyak melakukan mobilitas dari pada mereka yang berstatus kawin.