Transmigrasi
adalah perpindahan penduduk secara sukarela untuk meningkatkan kesejahteraan
dan menetap di kawasan transmigrasi yang diselenggarakan oleh Pemerintah (UU
No. 29 tahun 2009). Saat ini, diseluruh dunia, perpindahan penduduk memberikan kontribusi pada pembangunan ekonomi dan
sosial untuk memungkinkan dalam mengatasi kekejaman ruang, yang menjadi objek
utama kebijaksanaan tentang ilmu kewilayahan (Brown, 1977).
Turner
(1976) berpendapat bahwa bermukim yang dalam hubungannya dengan
transmigrasi juga termasuk dalam permukiman, secara umum menjelaskan bahwa lingkungan
perumahan dan permukiman tidak terlepas dari dukungan ketersediaan prasarana
dan sarana lingkungan. Sistem prasarana dapat didefinisikan sebagai
fasilitas–fasilitas fisik atau struktur–struktur dasar, peralatan-peralatan,
instalasi-instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk menunjang sistem
sosial dan sistem ekonomi masyarakat.
Transmigrasi
lokal mencakup migrasi dalam daerah tertentu, dari daerah satu ke daerah yang
lain. Migrasi ini terlebih-lebih akibat pembagian bidang tanah yang terlalu kecil
sebelum perang. Oleh karena itu, generasi muda bahkan kadang-kadang para
transmigran itu sendiri sesudah beberapa tahun merasa kekurangan tanah lagi.
Mengurangnya kesuburan daerah-daerah yang tidak beririgasi sehingga panen
menurun, juga turut menyebabkan terjadinya kekurangan tanah ini sehingga adanya
orang-orang yang tidak memiliki tanah. Mereka itu lalu mencari penghidupannya
dengan mengolah tanah orang lain. Namun jalan keluar lainnya lebih terbuka,
yakni, pindah ke daerah-daerah yang baru dibuka didekatnya. Acap kali hal ini
berlangsung secara illegal. Mereka lantas disebut anak kolonis. Tetapi istilah resmi untuk mereka adalah
transmigran lokal (H.J Heeren, 1979).
Tingkat
perannya, transmigrasi dibagi menjadi 3 (tiga) model, yaitu :
1. Transmigrasi model
ring I,
yaitu penempatan mobilitas penduduk antar kecamatan dalam satu wilayah
pemerintah Kabupaten/Kota.
2. Transmigrasi
model ring II, yaitu penempatan mobilitas penduduk antar Kabupaten dalam
wilayah pemerintah Provinsi.
3. Transmigrasi
model ring III, yaitu penempatan mobilitas penduduk antar provinsi dalam
wilayah negara kesatuan Republik Indonesia.
Transmigrasi
memegang peranan yang sangat penting bagi berhasilnya usaha-usaha pembangunan.
Transmigrasi selain mengurangi kepadatan penduduk didaerah-daerah tertentu,
juga memperluas landasan bagi kegiatan-kegiatan pembangunan sektor-sektor lain,
khususnya sektor pertanian. Disamping itu, transmigrasi juga menunjang
usaha-usaha pembangunan daerah yang relative masih terbelakang. Dengan demikian
transmigrasi menunjang usaha-usaha perluasan kesempatan kerja, pemerataan
pembagian pendapatan dan pemerataan penyebaran pembangunan. Dalam pada itu
transmigrasi juga menunjang usaha peningkatan pembangunan, pertumbuhan ekonomi
melalui perluasan landasan kegiatan sektor lain, seperti pertanian dan
perindustrian (Ramdahan KH, Hamid Jabar, Rofiq Ahmad, 1993)
Program
transmigrasi mempunyai tujuan utama, dari saat-saat yang paling awal pada zaman
kolonisasi sampai sekarang tujuan utamanya tidak pernah berubah yaitu
menyebarkan penduduk. Akan tetapi akhir-akhir ini umum masih berpandangan bahwa
tujuan utama program transmigrasi adalah mengurangi tekanan penduduk di pulau
Jawa. Kemudian pada pertengahan tahun 1960an muncul pandangan yang lebih
dinamis, yang memandang program transmigrasi bukan saja sebagai jalan keluar
yang memang belum pernah berhasil bagi masalah kependudukan di Jawa tetapi juga
sebagai sarana penyebaran sumberdaya manusia demi pembangunan daerah-daerah
lain. Disamping itu kenaikan tingkat hidup, pertambahan produksi pertanian,
keamanan nasional dan integrasi nasional juga disebut-sebut sebagai keuntungan
tambahan (Colin MacAndrew, 1979).
Lebih
lanjut Colin MacAndrew menerangkan bahwa program transmigrasi di Indonesia
perlu diteliti untuk memperoleh penggolongan-penggolongan para transmigran.
Walaupun dari dulu sampai sekarang banyak macamnya, tetapi saat ini dapat
digolongkan ke tipe-tipe utama yang dibiayai pemerintah, yang dibedakan dari
jumlah bantuan yang diterima. Pertama
adalah transmigrasi umum yang dibantu sepenuhnya oleh pemerintah sejak dari
waktu pemberangkatan sampai periode pemukiman awal sampai akhirnya diserahkan
kepada marga setempat. Kedua
dikenal sebagai transmigran swakarsa yang pindah atas prakarsa sendiri, namun
mereka diperkenankan menetap di proyek pemerintah. Selain kedua tipe di atas
ada juga transmigran swakarsa yang pindah atas prakarsa sendiri dan menetap
tanpa bantuan pihak-pihak lain di daerah yang tak berpenghuni ataupun di
tanah sewaan dari marga setempat. Tipe perpindahan terakhir yang berukuran
besar dan penting artinya ini paling tidak jumlahnya sama dengan jumlah yang
dipindahkan melalui program pemerintah.
Paradigma
baru transmigrasi tidak sekadar memindahkan penduduk dari daerah yang padat
penduduk ke daerah yang masih kekurangan penduduk. Lebih dari itu, transmigrasi
menjadi cara bagi masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya,
sekaligus sebagai usaha membangun ketahanan pangan (Suparno, 2006).
Kebijakan
transmigrasi diarahkan pada tiga hal pokok yaitu :
1. Ikut serta dalam penanggulangan
kemiskinan yang disebabkan oleh ketidakberdayaan penduduk untuk memperoleh
tempat tinggal yang layak.
2.
Memberi peluang berusaha dan kesempatan
kerja kepada masyarakat.
3. Memfasilitasi pemerintah daerah dan
masyarakat untuk melaksanakan perpindahan penduduk dan mendukung pemberdayaan
potensi sumberdaya wilayah, kawasan dan lokasi yang pemanfaatannya kurang
optimal agar berkembang lebih produktif.
Sistem
penyelenggaraan transmigrasi nasional dengan paradigma baru dilatarbelakangi
oleh lima pokok pikiran, yaitu:
1. Pertama, pembangunan transmigrasi
sebagai upaya rekayasa ruang dan orang, diarahkan untuk mendukung ketahanan
pangan dan kebutuhan papan nasional.
2. Kedua, pengembangan usaha dan budidaya
di permukiman transmigrasi diarahkan untuk mendukung kebijakan energi
alternatif dengan mengembangkan budidaya tanaman bahan bio-energi seperti
kelapa sawit, jagung, tebu, singkong , dan juga jarak pagar.
3. Ketiga, pembangunan permukiman
transmigrasi diarahkan untuk mengembangkan daerah perbatasan, pulau terluar,
daerah tertinggal dan terisolir, merupakan upaya mengurangi kesenjangan antar
wilayah sebagai bagian dari upaya mendukung ketahanan nasional.
4.
Keempat, pembangunan transmigrasi
sebagai upaya pengembangan wilayah baru perlu dilaksanakan secara kolaboratif
dengan kalangan swasta untuk mengembangkan investasi, sehingga transmigrasi
akan mampu mendukung pemerataan investasi, dan
5. Kelima, pembangunan transmigrasi
sebagai salah satu upaya penyediaan tempat tinggal, tempat bekerja, dan tempat
berusaha merupakan salah satu strategi nasional mengatasi pengangguran dan
kemiskinan secara berkelanjutan.
Paradigma
baru transmigrasi tidak sekadar memindahkan penduduk dari daerah yang padat
penduduk ke daerah yang masih kekurangan penduduk. Lebih dari itu, transmigrasi
seharusnya menjadi cara bagi masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan
hidupnya, sekaligus sebagai usaha membangun ketahanan pangan (Suparno, 2007).
Budihardjo
(1998), Lokasi perumahan dan permukiman (transmigrasi) yang baik perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Teknis
pelaksanaannya: bukan daerah bencana, mudah pencapaian ke lokasi, mudah
mendapatkan prasarana lingkungan, mudah mendapatkan bahan bangunan dan tenaga
kerja.
b.
Tata guna
lahan:
tidak merusak lingkungan dan tanah yang secara ekonomis telah sukar
dikembangkan secara produktif.
c. Kesehatan dan
kemudahan: lokasi jauh dari lokasi pabrik yang mendatangkan polusi,
mudah mendapatkan sumber air bersih, sarana lingkungan dan kebutuhan keluarga.
d. Politis dan
ekonomis:
menciptakan kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat sekelilingnya.
Transmigrasi
sangat diperlukan untuk mempercepat pembangunan daerah yang tertinggal, serta
sebagai strategi nasional untuk perluasan kesempatan kerja di sektor pertanian
dan pengentasan kemiskinan (melalui pembekalan akses ketrampilan, manajemen,
penguasaan teknologi, akses modal dan pasar. Transmigrasi akan berjalan dengan
kendala yang minimal apabila pendekatan multikultural, perubahan wawasan
terhadap nilai dan norma dalam masyarakat (masyarakat pemukim maupun masyarakat
sekitarnya) diakui dalam strategi pembangunan nasional sehingga tercipta
alkuturasi dan tidak terjadi konflik sosial. Selanjutnya pembangunan permukiman
transmigrasi dapat dilaksanakan dengan baik bila pelaksanaannya mempunyai
produktivitas berkesinambungan untuk berusaha, serta ramah lingkungan dapat
dipenuhi (Anharudin, dkk., 2005)
Transmigrasi
masih diperlukan sebagai suatu pendekatan pembangunan dengan keberhasilan yang
optimal, jika berbagai faktor eksternal turut mendukungnya, antara lain
mencakup kondisi keamanan regional, dukungan masyarakat lokal (setempat),
kemauan politik pemerintahan daerah, dukungan administrasi dan pendanaan
(pembiayaan) anggaran daerah, serta tuntutan pembangunan daerah. Kiranya sistem
penyelenggaraan transmigrasi nasional dengan paradigma baru tersebut akan
menjadi momentum perubahan bagi pembangunan transmigrasi di Indonesia, sehingga
transmigrasi dapat menjadi program andalan untuk mengatasi sebagian persoalan
yang dihadapi bangsa Indonesia.