Anda Pengunjung ke

Diberdayakan oleh Blogger.
Latest Post
Tampilkan postingan dengan label Atmosfer. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Atmosfer. Tampilkan semua postingan

Aspek Iklim dalam Perencanaan Tata Ruang

Written By Tasrif Landoala on Kamis, 07 November 2013 | 04.23



Oleh : Indah Susanti dan Teguh Harjana

A.  Pengantar
Masalah perkotaan pada saat ini telah menjadi masalah yang cukup pelik untuk diatasi. Perkembangan perkotaan membawa pada konsekuensi negatif pada beberapa aspek, termasuk aspek lingkungan. Perkembangan kota membutuhkan ruang sebagai tempat hidup penduduk dengan aktivitasnya. Pertambahan jumlah penduduk kota berarti juga peningkatan kebutuhan ruang. Karena ruang tidak dapat bertambah, maka yang terjadi adalah perubahan penggunaan lahan, yang cenderung menurunkan proporsi lahan-lahan yang sebelumnya merupakan ruang terbuka hijau. Pada saat ini hanya 1,2% lahan di dunia merupakan kawasan perkotaan, namun coverage spasial dan densitas kota-kota diperkirakan akan terus meningkat di masa yang akan datang. PBB telah melakukan estimasi dan menyatakan bahwa pada tahun 2025, sekitar 60% populasi dunia akan tinggal di kota-kota.
Pada saat ini telah diakui bahwa iklim perkotaan memiliki karakteristik yang berbeda dengan iklim kawasan di sekitarnya yang masih memiliki unsur-unsur alami cukup banyak. Perubahan unsur-unsur lingkungan dari yang alami menjadi unsur buatan menyebabkan terjadinya perubahan karakteristik iklim mikro. Berbagai aktivitas manusia di perkotaan, seperti kegiatan industri dan transportasi, mengubah komposisi atmosfer yang berdampak pada perubahan komponen siklus air, siklus karbon dan perubahan ekosistem. Selain itu, polusi udara di perkotaan menyebabkan perubahan visibilitas dan daya serap atmosfer terhadap radiasi matahari. Radiasi matahari itu sendiri merupakan salah satu faktor utama yang menentukan karakteristik iklim di suatu daerah.
Perubahan-perubahan tersebut sangat penting untuk menjadi bahan pertimbangan dalam perancangan dan perencanaan kota. Namun di sisi lain, pemahaman mengenai urbanisasi dan dampaknya pada sistem iklim-bumi belum lengkap. Dan dalam sistem perencanaan pembangunan perkotaan di Indonesia, unsur iklim masih dianggap sebagai elemen statis, dimana diasumsikan tidak ada interaksi timbal balik antara iklim dengan perubahan guna lahan. Data-data iklim lebih sering dipergunakan sebagai data yang mendukung pernyataan kesesuian lahan dan lokasi bagi pengembangan fungsi sebuah kawasan, terutama untuk pengembangan kawasan pertanian. Namun dalam perancangan dan perencanaan kawasan perkotaan di Indonesia, hampir tidak pernah dipertimbangkan bahwa perubahan guna lahan yang direncanakan akan memberikan implikasi yang sangat besar terhadap sistem iklim.

B.  Beberapa Karakteristik Iklim Perkotaan
Iklim perkotaan merupakan hasil dari interaksi banyak faktor alami dan antropogenik. Polusi udara, material permukaan perkotaan, emisi panas anthropogenik, bersama-sama dengan faktor alam menyebabkan perbedaan iklim antara kota dan area non perkotaan.
Iklim suatu kota dikendalikan oleh banyak faktor alam, baik pada skala makro (seperti. garis lintang) maupun pada skala meso (seperti topografi, badan air). Pada kota yang tumbuh dan berkembang, faktor-faktor baru dapat mengubah iklim lokal kota. Guna lahan, jumlah penduduk, aktivitas industri dan transportasi, serta ukuran dan struktur kota, adalah faktor-faktor yang terus berkembang dan mempengaruhi iklim perkotaan (Gambar 1).

Gambar: Faktor-faktor yang mempengaruhi iklim perkotaan (Sumber: Sebastian Wypych, 2003)

Dalam tahap awal perkembangan kota, sebagian besar lahan merupakan ruang terbuka hijau. Namun, adanya kebutuhan ruang untuk menampung penduduk dan aktivitasnya, ruang hijau tersebut cenderung mengalami konversi guna lahan menjadi kawasan terbangun. Sebagian besar permukaannya, terutama di pusat kota, tertutup oleh jalan, bangunan dan lain-lain dengan karakter yang sangat kompleks dan berbeda dengan karakter ruang terbuka hijau.
Setiap material permukaan mempunyai albedo berbeda yang mengubah fraksi dari radiasi matahari yang terpantul dan terserap di permukaan. Dalam beberapa penelitian ditemukan bahwa albedo kawasan perkotaan hanya sekitar 10-15% (albedo untuk salju adalah lebih besar dari 80%) yang berarti banyak energi matahari yang datang diserap oleh suatu kota. Selain itu, bahan bangunan yang digunakan untuk konstruksi kota pada umumnya dicirikan oleh kapasitas dan keterhantaran panas tinggi. Kombinasi albedo yang rendah dan kapasitas panas yang tinggi ini adalah faktor antropogenik yang menciptakan karakter khusus pada kondisi atmosfer di atas kawasan perkotaan.
Dari sisi yang lain, geometri tiga dimensi, kota cenderung untuk menjebak radiasi dekat permukaan, dan dengan demikian menurunkan radiasi gelombang panjang yang mungkin dapat dilepaskan. Energi yang cukup besar yang disimpan kota sepanjang siang hari, dilepaskan pada malam hari dengan proses yang sangat lambat. Proses pendingingan di kawasan perkotaan ini jauh lebih lambat bila dibandingkan dengan pendinginan yang terjadi di kawasan non perkotaan yang memiliki jumlah vegetasi cukup banyak.
Polusi udara yang tinggi adalah faktor lain yang menjadi ciri kawasan perkotaan. Polusi udara perkotaan terdiri dari gas dan partikel/unsur/butir padat yang diemisi oleh industri, transportasi, sistem pemanas dan lain lain. Polusi udara yang teremisi, merubah komposisi atmosfir perkotaan, menurunkan transmissivitas dan meningkatkan daya serap terhadap radiasi matahari. Dengan kata lain, polusi udara menyerap cahaya matahari dan visibilitas udara menurun, sehingga lebih sedikit radiasi matahari yang menjangkau permukaan tanah.
Pada umumnya pusat kota lebih terpolusi dibanding bagian pinggir kota, tetapi hal tersebut tergantung pada sebaran lokasi industri dan intensitas penggunaan jalan-jalan. Pada siang hari, konsentrasi polusi udara tertinggi cenderung terjadi pada jam-jam puncak, yaitu pada kondisi dimana arus lalu lintas yang terjadi sangat tinggi.
Dalam rentang waktu satu tahun, di negara-negara subtropis, konsentrasi polutan tertinggi cenderung terjadi pada waktu musim dingin ketika banyak polusi udara berbahaya dipancarkan karena konsumsi berbagai macam bahan bakar, untuk memanaskan bangunan, dan ketika atmosfir dalam keadaan paling stabil yang memperkecil kemungkinan udara untuk bercampur. Namun, pada musim panas, kabut photochemical tidak jarang pula terbentuk.
Dalam sebuah kota, evaporasi dapat berkurang secara signifikan karena permukaan artifisial tidak menyerap air sebagaimana halnya permukaan alami. Lebih dari itu, selama musim hujan, air mengalami run off dengan cepat ke dalam sistem drainase kota dan permukaan di perkotaan menjadi cepat kering. Karena air di atas permukaan tanah jumlahnya sedikit, panas yang ada tidak digunakan untuk evaporasi, melainkan digunakan untuk memanaskan atmosfer kota. Penting untuk disadari bahwa kondisi vegetasi di suatu daerah atau kawasan, sangat berpengaruh terhadap suhu udara.
Dampak faktor antropogenik pada iklim perkotaan tergantung pada ukuran kota, struktur spasial, jumlah penduduk, dan konsentrasi industri. Kota kecil dengan bangunan-bangunan yang relatif rendah dan menyebar di antara area hijau, tanpa pabrik-pabrik atau industri, akan cenderung memiliki pengaruh yang lebih kecil terhadap perubahan iklim perkotaan dibandingkan dengan kota-kota besar dengan bangunan-bangunan yang tinggi.
Selain itu, setting alam dimana kota berada, memiliki implikasi yang besar terhadap sistem interaksi factor antropogenik dan iklim lokal. Contohnya, kota yang terletak di daerah bergunung sering berkabut dan aliran udara lemah. Hal tersebut menyebabkan kualitas udara buruk, ditambah lagi oleh inversi temperatur yang sering terjadi.
Kota yang berada di lembah, formasi inversi terjadi karena adanya shading di bagian dasar dari landform oleh karena adanya kemiringan, sehingga bagian yang lebih rendah sebagai area yang mendapat shade tetap lebih dingin dari area yang terletak di atasnya, dan dengan begitu udara yang berada di dekat permukaan tanah, membentuk inversi temperatur. Ditambah lagi, udara dingin (dan lebih berat) dari area miring sekitar kota turun secara gravitasi dan berkumpul di lembah atau basin, yang memperkuat inversi.
Iklim perkotaan dapat diperbaiki oleh perencanaan struktur perkotaan dengan cara mengurangi dampak negatif faktor-faktor alam dan antropogenik. Misalnya melalui penempatan daerah hijau (misalnya taman) dan badan air daerah lokasi-lokasi yang strategis. Pabrik-pabrik sebaiknya dibangun dengan memperhatikan arah angin, sehingga polusi udara terbawa oleh angin dan tidak mencemari ke area-area dimana dibutuhkan kualitas udara yang baik seperti area permukiman.

C.  Perubahan Iklim Global
Perubahan iklim pada abad ini telah menjadi isu lingkungan yang cukup penting. Berbagai penelitian dilakukan untuk dapat mengidentifikasi berbagai penyebab terjadinya perubahan iklim. Penelitian-penelitian lainnya mengarah pada identifikasi strategi mitigasi bencana perubahan iklim. Berbagai perubahan dan konsekuensi yang terukur sangat diperlukan untuk dapat melakukan respon dan adaptasi yang tepat terhadap perubahan iklim, terutama adaptasi yang dapat dilakukan di kawasan perkotaan. Hal penting lainnya yang diperlukan adalah eksplorasi pengetahuan mengenai bagaimana pembangunan kota-kota baru dapat memenuhi kriteria untuk mitigasi dan tujuan-tujuan adaptasi.
Pada tahun 2030, diperkirakan 60% penduduk dunia akan tinggal di kawasan perkotaan. Ini merupakan tantangan yang cukup berat. Pertambangan penduduk perkotaan menuntut adanya efisiensi dalam sistem ekonomi, termasuk efisiensi dalam intensitas penggunaan ruang. Pembangunan pencakar langit dengan kepadatan yang tinggi merupakan salah satu bentuk efisiensi penggunaan ruang. Penggunaan teknologi bahan yang kedap air untuk meningkatkan daya tahan bangunan, adalah bentuk lain dari efisiensi ekonomi di perkotaan. Padahal, tingkat kepadatan yang tinggi dan penggunaan bahan-bahan kedap air dengan kapasitas panas yang tinggi merupakan faktor-faktor yang memberikan kontribusi besar terhadap pemanasan di perkotaan. Respon yang sering muncul terhadap gejala pemanasan ini adalah adanya peningkatan penggunaan energi untuk pendingin ruangan, yang memberikan respon balik dan memperkuat gejala pemanasan di perkotaan.

D. Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim dalam Perencanaan Kawasan Perkotaan
Berbagai isu lingkungan di perkotaan muncul dan memberi peringatan mengenai ancaman keberlanjutan pembangunan kota-kota. Dalam hal ini, diperlukan pemikiran jauh ke depan, yang tidak hanya berorientasi pada pemenuhan tujuan berjangka pendek, dan perlu reorientasi visi pembangunan kota lebih mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan dan keberlanjutan pembangunan. Strategi pemanfaatan ruang, baik untuk kawasan budidaya maupun kawasan lindung, perlu dilakukan secara kreatif, sehingga konversi lahan dari pertanian produktif ataupun dari kawasan hijau lainnya menjadi kawasan non hijau dan non produktif, dapat dikendalikan.
Ini merupakan langkah preventif untuk menurunkan laju perubahan suhu, baik secara lokal maupun global. Sebagai langkah represif, respon dalam sistem perencanaan dan perancangan kawasan perkotaan dapat dilakukan salah satunya melalui desain perkotaan yang mempertimbangkan sistem iklim. Beberapa unsur perkotaan yang perlu diamati antara lain:
1.   Desain dan konstruksi bangunan. Adanya kemungkinan terdapat masalah bangunan dan geoteknik. Desain untuk ventilasi dan pendinginan dengan cara alami, mungkin akan sangat diperlukan.
2.   Ruang terbuka dan ekologi perkotaan. Desain perkotaan sebaiknya menggabungkan koridor-koridor habitat, badan air dan anak sungai, dan pohon-pohon peneduh. Penggunaan lahan multi fungsi mungkin menjadi kunci adaptasi ekologi perkotaan, dengan fokus pada kelompok permukiman baru untuk perencanaan dan pemeliharaan karakter ekologis.
3.  Utilitas. Area-area yang jauh dari pelayanan fasilitas dan utilitas, serta area-area pantai akan menjadi area yang rentan. Pengaruh yang paling besar akan terjadi pada perubahan geoteknik dalam hidrologi dan air tanah, yang akan mempengaruhi drainase serta jaringan suplay air bersih. Infrastruktur utama lainnya sering kali berada pada lintas otoritas kewenangan dan membutuhkan pendekatan yang kolaboratif.
4. Transportasi. Berbagai prasarana transportasi seperti jalan kereta api (terutama di daerah pantai dan daerahdaerah yang berpotensi banjir) kanal-kanal, pelabuhan laut dan udara harus diadaptasikan terhadap kejadiankejadian cuaca ekstrim.
5. Pengembangan sistem drainase dan pembuangan air kotor. Area perkotaan akan membutuhkan desain engineering yang memasukkan unsur area permeabel dan soft engineering.
6.    Perencanaan dan zoning sensitif terhadap iklim dan menuntut konsistensi pembuatan keputusan-keputusan yang didasarkan pada pengetahuan mengenai keterhubungan unsur-unsur iklim dan elemen kota serta berbagai konsekuensi terhadap berbagai perubahan.

Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam perencanaan ruang :
1.    Preservasi dan akuisisi ruang hijau
a. Benchmarks untuk penggambarkan penggunaan lahan, terutama ruang terbuka hijau
b.   Menghindari soil capping melalui pengembangan ruang hijau dan air
c.    Pengembangan roof greening
d.   Pengembangan faรงade greening

2.    Pengamanan pertukaran udara lokal, yang menyangkut :
a.    Produksi udara dingin
b.   Suplay udara segar
c.    Pengembangan koridor hijau
d.   Pengembangan bentuk-bentuk bangunan yang menguntungkan

3.    Menentukan tindakan untuk kontrol polusi
a.    Terhadap kawasan industri dan komersial
b.   Terhadap home heating
c.    Terhadap lalulintas

E.   Peranan Ruang Hijau dalam Penentuan Iklim Mikro Perkotaan
Tingginya tingkat pembangunan di daerah perkotaan, seringkali mengabaikan unsur-unsur alami seperti vegetasi. Padahal dalam beberapa penelitian ditemukan bahwa vegetasi memiliki manfaat dan nilai untuk mempertahankan tingkat kenyamanan udara. Dalam hal ini, sangat penting untuk mempertimbangkan kebutuhan ruang hijau di perkotaan. Pembangunan fisik kota itu sendiri mempengaruhi ketersediaan ruang untuk vegetasi dan distribusinya.
Hasil analisis yang dilakukan dalam beberapa penelitian mengungkapkan adanya dampak dampak-dampak menguntungkan dari ruang hijau perkotaan pada iklim mikro, kualitas udara, reduksi konsumsi energi pada gedunggedung yang berdekatan, penyimpanan karbon, dan juga memperkaya biodiversity [3,4,5]. Telah diakui pula bahwa terdapat keuntungan sosial ekonomi yang dapat diperoleh dari ruang hijau perkotaan, dan kontribusinya pada perbaikan kesehatan manusia.
Telah diketahui bagaimana perubahan iklim dapat mempengaruhi fungsi dan struktur ruang hijau, yang mana hal tersebut pada akhirnya berdampak pada lingkungan perkotaan. Pengetahuan mengenai hal ini menjadi penting untuk memberikan respon terhadap pengaruh-pengaruh perubahan iklim dengan strategi yang adaptif melalui manajemen, perancangan dan perencanaan ruang hijau perkotaan. Beberapa peranan ruang hijau di perkotaan yang berhubungan dengan kualitas udara antara lain :
1.        Penahan dan Penyaring Partikel Padat dari Udara
2.        Penyerap dan Penjerap Partikel Timbal
3.        Penyerap dan Penjerap Debu Semen
4.        Peredam Kebisingan
5.        Mengurangi Bahaya Hujan Asam
6.        Penyerap Karbon-monoksida
7.        Penyerap Karbon-dioksida dan Penghasil Oksigen
8.        Penahan Angin
9.        Penyerap dan Penapis Bau
10.    Mengatasi Penggenangan
11.    Ameliorasi Iklim
12.    Penapis Cahaya Silau

Beberapa model telah dibangun dan diaplikasikan untuk mengkuantifikasi indikator-indikator kinerja ruang hijau seperti temperatur permukaan, run-off permukaan, carbon storage dan sequestration. Kombinasinya dengan sistem informasi geografis, menghasilkan model-model yang didukung peralatan untuk mengeksplor bagaimana pola spasial ruang hijau dan atribut-atributnya seperti tutupan pohon berhubungan dengan kinerja lingkungannya.
Dari hasil studi tersebut disimpulkan bahwa ruang hijau dapat menjadi alat yang efektif untuk melakukan mitigasi terhadap perubahan iklim di area perkotaan. Tetapi masih terdapat banyak hal yang belum digali, seperti berapa banyak ruang hijau diperlukan, jenis ruang hijau seperti apa yang dibutuhkan dan bagaimana konfigurasi spasial yang paling efektif untuk memperbaiki iklim perkotaan secara efektif.

F.   Penutup
Urbanisasi sebagai fenomena yang terjadi di berbagai belahan dunia, merupakan kontributor terhadap terjadinya perubahan iklim. Ini karena dalam proses urbanisasi terjadi perubahan karakteristik landscape, dari yang bersifat alami menjadi artifisial. Dalam hal ini, berbagai kebijakan yang ditempuh dalam perencanaan dan perancangan kota dan lingkungan, perlu mempertimbangkan perubahan aspek-aspek iklim yang akan terjadi. Penetapan pengembangan kawasan permukiman, kawasan industri, atau pun kawasan budidaya lainnya, tentunya akan memberikan berbagai konsekuensi terhadap kondisi atmosfer di atasnya. Oleh karena itu, para ahli klimatologi ataupun meteorologi perlu dilibatkan dalam proses perencanaan dan perancangan kota. Dengan demikian dapat diharapkan bahwa dalam proses perencanaan tata ruang kota terjadi reaksi yang tepat terhadap situasi atmosfer yang terpolusi dan akan terjadi perbaikan kondisi kenyamanan iklim/bioklimatik di perkotaan.


Daftar Pustaka
Elsa, Fabio Bertrand. The urban heat isles and the micro-climatic variations brought about by vegetation.
Landsberg, H.E., 1981. The Urban Climate. National Academy Press, New York 275pp.Li Q., et al., 2004. Urban heat island effect on annual mean temperature during the last 50 years in China. Theoretical Applied Climatology 79: 165–174
McPherson, G. R. Ecology and Management of North American Savannas. University of Arizona Press, Tucson, Arizona, 1997
Nowak, David J., Daniel E. Crane, and John F. Dwyer. “ Compensatory Value of Urban Trees in the United States.” Journal of Arboriculture. Volume 21, Number 4. 2002. pp.194-1999.
Paul Moccia, Lauren. Climate Change in Urban Area F.A.Q. http://www.terry. ubc.ca/index.php/2006/02/08/climate-change-in-urban-areas-faq-moccia-mix/
Pauleit S., Duhme F., Assessing the Environmental Performance of Land Cover Types for Urban Planning. Journal of Landscape and Urban Planning 52 (1): 1-20, 2000.

ATMOSFER BUMI

Written By Tasrif Landoala on Jumat, 06 September 2013 | 05.03



A.  Pengertian Atmosfer Bumi
Bumi merupakan salah satu planet yang ada di tata surya yang memiliki selubung yang berlapis-lapis. Selubung bumi tersebut berupa lapisan udara yang sering disebut dengan atmosfer. Atmosfer terdiri atas bermacam-macam unsur gas dan di dalamnya terjadi proses pembentukan dan perubahan cuaca dan iklim. Atmosfer melindungi manusia dari sinar matahari yang berlebihan dan meteor-meteor yang ada. Adanya atmosfer bumi memperkecil perbedaan temperatur siang dan malam. Gejala yang terjadi di atmosfer sangat banyak dan beragam. Pada lapisan bawah angin berhembus, angin terbentuk, hujan dan salju jatuh, dan terjadilah musim panas dan musim dingin. Semua ini merupakan gejala yang lazim terjadi yang sering disebut cuaca.
Atmosfer bumi merupakan selubung gas yang menyelimuti permukaan padat dan cair pada bumi. Selubung ini membentang ke atas sejauh beratusratus kilometer, dan akhirnya bertemu dengan medium antar planet yang berkerapatan rendah dalam sistem tata surya. Atmosfer terdapat dari ketinggian 0 km di atas permukaan tanah sampai dengan sekitar 560 km dari atas permukaan bumi.

B.  Lapisan Atmosfer Bumi
1.    Troposfer
Troposfer merupakan lapisan terbawah dari atmosfer, yaitu pada ketinggian 0 - 18 km di atas permukaan bumi. Tebal lapisan troposfer ratarata ± 10 km. Di daerah khatulistiwa, ketinggian lapisan troposfer sekitar 16 km dengan temperatur rata-rata 80° C. Daerah sedang ketinggian lapisan troposfer sekitar 11 km dengan temperatur rata-rata 54° C, sedangkan di daerah kutub ketinggiannya sekitar 8 km dengan temperature rata-rata 46° C. Lapisan troposfer ini pengaruhnya sangat besar sekali terhadap kehidupan mahkluk hidup di muka bumi. Lapisan ini selain terjadi peristiwa-peristiwa seperti cuaca dan iklim, juga terdapat kira-kira 80% dari seluruh massa gas yang terkandung dalam atmosfer terdapat pada lapisan ini.
Ciri khas yang terjadi pada lapisan troposfer adalah suhu (temperatur) udara menurun sesuai dengan perubahan ketinggian, yaitu setiap naik 100 meter dari permukaan bumi, suhu (temperatur) udara menurun sebesar ± 0,5° C. Lapisan troposfer paling atas, yaitu tropopause yang menjadi batas antara troposfer dan stratosfer. Suhu (temperatur) udara di lapisan ini relatif konstan atau tetap, walaupan ada pertambahan ketinggian, yaitu berkisar antara -55° C sampai -60° C. Ketebalan lapisan tropopause ± 2 km. Pada lapisan ini, hampir semua jenis cuaca, perubahan suhu yang mendadak, angin, tekanan dan kelembaban udara yang kita rasakan seharihari terjadi. Ketinggian yang paling rendah adalah bagian yang paling hangat dari troposfer, karena permukaan bumi menyerap radiasi panas dari matahari dan menyalurkan panasnya ke udara. Pada troposfer ini terdapat gas-gas rumah kaca yang menyebabkan efek rumah kaca dan pemanasan global. Troposfer terdiri atas:
a.    Lapisan planetair : 0-1 km
b.    Lapisan konveksi : 1-8 km
c.    Lapisan tropopause : 8-12 km.

Tropopause merupakan lapisan pembatas antara lapisan troposfer dengan stratosfer yang temperatunya relatif konstan. Pada lapisan tropopause kegiatan udara secara vertikal terhenti.

2.    Stratosfer
Lapisan kedua dari atmosfer adalah stratosfer. Stratosfer terletak pada ketinggian antara 18 - 49 km dari permukaan bumi. Lapisan ini ditandai dengan adanya proses inversi suhu, artinya suhu udara bertambah tinggi seiring dengan kenaikan ketinggian dari permukaan bumi. Kenaikan suhu udara berdasarkan ketinggian mulai terhenti, yaitu pada puncak lapisan stratosfer yang disebut stratopause dengan suhu udara sekitar 0° C.
Stratopause adalah lapisan batas antara stratosfer dengan mesosfer. Lapisan ini terletak pada ketinggian sekitar 50 - 60 km dari permukaan bumi. Stratosfer terdiri atas tiga lapisan yaitu, lapisan isotermis, lapisan panas dan lapisan campuran teratas. Umumnya suhu (temperatur) udara pada lapisan stratosfer sampai ketinggian 20 km tetap. Lapisan ini disebut dengan lapisan isotermis.
Lapisan isotermis merupakan lapisan paling bawah dari stratosfer. Setelah lapisan isotermis, berikutnya terjadi peningkatan suhu (temperatur) hingga ketinggian ± 45 km. Kenaikan temperatur pada lapisan ini disebabkan oleh adanya lapisan ozon yang menyerap sinar ultra violet yang dipancarkan sinar matahari. lapisan stratosfer ini tidak ada lagi uap air, awan ataupun debu atmosfer, dan biasanya pesawat-pesawat yang menggunakan mesin jet terbang pada lapisan ini. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari gangguan cuaca.
Perubahan secara bertahap dari troposfer ke stratosfer dimulai dari ketinggian sekitar 11 km. Suhu di lapisan stratosfer yang paling bawah relatif stabil dan sangat dingin yaitu - 70° F atau sekitar - 57° C. Pada lapisan ini angin yang sangat kencang terjadi dengan pola aliran yang tertentu. Awan tinggi jenis cirrus kadang-kadang terjadi di lapisan paling bawah, namun tidak ada pola cuaca yang cukup signifikan. Dari bagian tengah stratosfer keatas, pola suhunya berubah menjadi semakin bertambah semakin naik, karena bertambahnya lapisan dengan konsentrasi ozon yang bertambah. Lapisan ozon ini menyerap radiasi sinar ultra ungu. Suhu pada lapisan ini bisa mencapai sekitar 18° C pada ketinggian sekitar 40 km. Lapisan stratopause memisahkan stratosfer dengan lapisan berikutnya.
Ozon adalah hasil reaksi antara oksigen dengan sinar ultraviolet dari matahari. Ozon di udara berfungsi menahan radiasi sinar ultraviolet dari matahari pada tingkat yang aman untuk kesehatan. Ozon berwarna biru pucat yang terbentuk dari tiga atom oksigen (O3). Ozon adalah gas yang tidak berwarna dan dapat ditemukan di lapisan stratosfer yaitu lapisan awan yang terletak antara 15 hingga 35 km dari permukaan bumi. Lapisan ozon sangat penting karena ozon menyerap radiasi ultra violet (UV) dari matahari untuk melindungi radiasi yang tinggi sampai ke permukaan bumi. Radiasi dalam bentuk UV spektrum mempunyai jarak gelombang yang lebih pendek daripada cahaya. Radiasi UV dengan jarak gelombang adalah di antara 280 hingga 315 nanometer yang dikenali UVB dan ia merusak hampir semua kehidupan. Adanya penyerapan radiasi UV-B sebelum sinar UV sampai ke permukaan bumi, lapisan ozon melindungi bumi dari efek radiasi yang merusak kehidupan.

3.    Mesosfer
Mesosfer adalah lapisan udara ketiga, di mana suhu atmosfer akan berkurang dengan pertambahan ketinggian hingga ke lapisan keempat. Mesosfer terletak pada ketinggian antara 49 - 82 km dari permukaan bumi. Lapisan ini merupakan lapisan pelindung bumi dari jatuhan meteor atau benda-benda angkasa luar lainnya. Udara yang terdapat di sini akan mengakibatkan pergeseran berlaku dengan objek yang datang dari angkasa dan menghasilkan suhu yang tinggi. Kebanyakan meteor yang sampai ke bumi biasanya terbakar di lapisan ini. Lapisan mesosfer ini ditandai dengan penurunan suhu (temperatur) udara, rata-rata 0,4° C per seratus meter. Penurunan suhu (temperatur) udara ini disebabkan karena mesosfer memiliki kesetimbangan radioaktif yang negatif. Temperatur terendah di mesosfer kurang dari -81° C. Bahkan di puncak mesosfer yang disebut mesopause, yaitu lapisan batas antara mesosfer dengan lapisan termosfer temperaturnya diperkirakan mencapai sekitar -100° C.

4.    Termosfer
Termosfer adalah lapisan udara keempat, peralihan dari mesosfer ke termosfer dimulai pada ketinggian sekitar 82 km. Termosfer terletak pada ketinggian antara 82 - 800 km dari permukaan bumi. Lapisan termosfer ini disebut juga lapisan ionosfer. Lapisan ini merupakan tempat terjadinya ionisasi partikel-partikel yang dapat memberikan efek pada perambatan/refleksi gelombang radio, baik gelombang panjang maupun pendek. Disebut dengan termosfer karena terjadi kenaikan temperatur yang cukup tinggi pada lapisan ini yaitu sekitar 19820° C. Perubahan ini terjadi karena serapan radiasi sinar ultra ungu. Radiasi ini menyebabkan reaksi kimia sehingga membentuk lapisan bermuatan listrik yang dikenal dengan nama ionosfer, yang dapat memantulkan gelombang radio. Sebelum munculnya era satelit, lapisan ini berguna untuk membantu memancarkan gelombang radio jarak jauh.

5.    Eksosfer
Eksosfer adalah lapisan udara kelima, eksosfer terletak pada ketinggian antara 800 - 1000 km dari permukaan bumi. Pada lapisan ini merupakan tempat terjadinya gerakan atom-atom secara tidak beraturan. Lapisan ini merupakan lapisan paling panas dan molekul udara dapat meninggalkan atmosfer sampai ketinggian 3.150 km dari permukaan bumi. Lapisan ini sering disebut pula dengan ruang antar planet dan geostasioner. Lapisan ini sangat berbahaya, karena merupakan tempat terjadi kehancuran meteor dari angkasa luar.
Gambar: Lapisan atmosfer bumi

Gambar: Lapisan atmosfer bumi dengan ketinggian masing-masing

C.  Komposisi Udara pada Atmosfer Bumi
Atmosfer mengandung campuran gas-gas yang lebih terkenal dengan nama udara dan menutupi seluruh permukaan bumi. Campuran gas-gas ini menyatakan komposisi dari atmosfer bumi. Bagian bawah dari atmosfer bumi dibatasi oleh daratan, samudera, sungai, danau, es, dan permukaan salju. Gas pembentuk atmosfer disebut udara. Udara adalah campuran berbagai unsur dan senyawa kimia sehingga udara menjadi beragam. Keberagaman terjadi biasanya karena kandungan uap air dan susunan masing-masing bagian dari sisa udara (disebut udara kering). Atmosfer Bumi terdiri atas nitrogen (78.17%) dan oksigen (20.97%), dengan sedikit argon (0.9%), karbondioksida (variabel, tetapi sekitar 0.0357%), uap air, dan gas lainnya.
Tabel. Gas-gas penyusun atmosfer bumi

Nitrogen bereaksi lambat, tetapi merupakan bagian penting dari kehidupan sehingga keseimbangan nitrogen di udara, di laut dan di dalam bumi sangat dipengaruhi oleh makhluk hidup. Karbondioksida yang berlimpah dari sinar matahari membuat karbohidrat dengan hasil sampingan oksigen (fotosintesis). Oksigen terakumulasi di udara kemudian berkembang makhluk yang membutuhkan oksigen. Gas nitrogen merupakan gas yang paling banyak terdapat dalam lapisan udara atau atmosfer bumi. Salah satu sumbernya yaitu berasal dari pembakaran sisa-sisa pertanian dan akibat letusan gunung api. Gas lain yang cukup banyak dalam lapisan udara atau atmosfer adalah oksigen. Oksigen antara lain berasal dari hasil proses fotosintesis pada tumbuhan yang berdaun hijau. Dalam proses fotosintesis, tumbuhan menyerap gas karbondioksida dari udara dan mengeluarkan oksigen. Gas karbondioksida secara alami besaral dari pernapasan mahkluk hidup, yaitu hewan dan manusia. Serta secara buatan gas karbondioksida berasal dari asap pembakaran industri, asap kendaraan bermotor, kebakaran hutan, dan lain-lain.
Selain keempat gas tersebut di atas ada beberapa gas lain yang terdapat di dalam atmosfer, yaitu di antaranya ozon. Walaupun ozon ini jumlahnya sangat sedikit namun sangat berguna bagi kehidupan di bumi, karena ozon yang dapat menyerap sinar ultra violet yang dipancarkan sinar matahari sehingga jumlahnya sudah sangat berkurang ketika sampai di permukaan bumi. Apabila radiasi ultra violet ini tidak terserap oleh ozon, maka akan menimbulkan malapetaka bagi kehidupan mahkluk hidup yang ada di bumi. Radiasi ini di antaranya dapat membakar kulit mahkluk hidup, memecahkan kulit pembuluh darah, dan menimbulkan penyakit kanker kulit.
Selain unsur pembentuk yang berupa gas, udara juga mengandung partikel padat dan cair, yang kebanyakan begitu kecilnya sehingga gerakan udara dapat mengimbangi kecenderungan partikel tersebut jatuh ke tanah. Partikel itu dapat berasal dari debu yang terangkat oleh angin, partikel garam laut, ataupun hasil pembakaran dan pengolahan dalam industri.
Berdasarkan pengalaman sehari-hari kita mengetahui bahwa suhu udara berubah-ubah dari waktu ke waktu; pagi yang sejuk diikuti oleh sore hari yang panas, dan musim dingin yang dingin diikuti musim panas yang pana dalam suatu daur yang tetap. Suhu menjadi beragam dari tempat ke tempat pada waktu yang sama. Pada wilayah yang lintang rendah lebih panas daripada wilayah pada lintang yang lebih tinggi dan daerah yang rendah lebih panas dari pada pegunungan tinggi. Bumi secara keseluruhan selama setahun penuh, suhu rata-rata di dekat tanah pada muka laut (suhu permukaan) adalah 15° C (288° K, 59° F). Rata-rata keseluruhan sepanjang tahun turun menurut ketinggian. Namun, kira-kira di atas 12 km (40.000 kaki) penurunan suhu berhenti.
Lapisan atmosfer dengan suhu yang rata-rata berkurang menurut kentinggian, disebut troposfer, lapisan diatasnya denagn suhu tetap atau meningkat disebut stratosfer. Pada permukaan diantara troposfer dan stratosfer (kadang-kadang berupa lapisan peralihan) disebut tropopause. Daerah dimana cuaca terjadi adalah bagian terbawah atmosfer, yang disebut troposfer (daerah inilah yang menjadi perhatian bagi para ahli meteorologi). Troposfer memiliki sifat penting, yaitu bahwa secara umum temperatur berkurang terhadap ketinggian. Diatas troposfer adalah stratosfer yang dicirikan oleh bertambahnya temperatur terhadap ketinggian. Diskontinuitas yang membedakan troposfer dengan stratosfer adalah lapisan tropopause. Pada troposfer campuran gas-gas terdiri dari 78% nitrogen dan 21% oksigen (prosen dalam volume). Sisanya sebesar 1% adalah campuran gas yang terdiri dari argon, karbondioksida, dan gas-gas lainnya. Campuran gasgas tanpa uap-air disebut sebagai udara kering, dan campuran gas-gas tanpa terkecuali disebut sebagai udara lembab.

D.  Fungsi Atmosfer Bumi
Setiap kali menghirup udara, manusia diingatkan bahwa tidak dapat hidup tanpa udara. Udara bersih adalah kebutuhan fisik manusia yang merupakan hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan. Atmosfer membuat suhu bumi sesuai untuk kehidupan manusia. Adanya efek rumah kaca di atmosfer, sinar matahari yang masuk ke bumi dapat diserap dan menghangatkan udara. Suhu rata-rata di permukaan bumi naik 33°C lebih tinggi menjadi 15°C dari seandainya tidak ada efek rumah kaca (-18°C), suhu yang terlalu dingin bagi kehidupan mnusia. Efek rumah kaca disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.
Atmosfer berguna untuk melindungi makhluk hidup yang yang ada di muka bumi karena membantu menjaga stabilitas suhu udara siang dan malam, menyerap radiasi dan sinar ultraviolet yang sangat berbahaya bagi manusia dan makhluk bumi lainnya. Atmosfir juga melindungi bumi dari suhu dingin membeku ruang angkasa, yang mencapai sekitar 270°C di bawah nol. Selain atmosfer, sabuk Van Allen, suatu lapisan yang tercipta akibat keberadaan medan magnet bumi, juga berperan sebagai perisai melawan radiasi berbahaya yang mengancam planet ini. Radiasi yang terus-menerus dipancarkan oleh matahari dan bintang-bintang lainnya, sangat mematikan bagi makhuk hidup.
Apabila sabuk Van Allen tidak ada, semburan energi raksasa yang disebut jilatan api matahari yang terjadi berkali-berkali pada matahari akan menghancurkan seluruh kehidupan di muka bumi. Bumi memiliki kerapatan terbesar di antara planet-planet lain di tata surya kita. Inti bumi yang terdiri atas unsur nikel dan besi inilah yang menyebabkan keberadaan medan magnetnya yang besar. Medan magnet ini membentuk lapisan pelindung berupa radiasi Van Allen, yang melindungi Bumi dari pancaran radiasi dari luar angkasa. Jika lapisan pelindung ini tidak ada, maka kehidupan takkan mungkin dapat berlangsung di Bumi. Satu-satunya planet berbatu lain yang berkemungkinan memiliki medan magnet adalah Merkurius tetapi kekuatan medan magnet planet ini 100 kali lebih kecil dari Bumi. Bahkan Venus, planet kembar Bumi, tidak memiliki medan magnet. Lapisan pelindung Van-Allen ini merupakan sebuah rancangan istimewa yang hanya ada pada Bumi.

E.  Sifat Atmosfer Bumi
1.  Merupakan selimut gas tebal yang secara menyeluruh menutupi bumi sampai ketinggian 560 km dari permukaan bumi.
2. Atmosfer bumi tidak mempunyai batas mendadak, tetapi menipis lambat laun dengan menambah ketinggian, tidak ada batas pasti antara atmosfer dan angkasa luar.
3. Tidak berwarna, tidak berbau, tidak dapat dirasakan, tidak dapat diraba (kecuali bergerak sebagai angin).
4.    Mudah bergerak, dapat ditekan, dapat berkembang.
5.  Mempunyai berat (56 x 1014 ton) dan dapat memberikan tekanan. 99 % dari beratnya berada sampai ketinggian 30 km, dan separuhnya berada di bawah 6000 m.
6.  Memberikan tahanan jika suatu benda melewatinya berupa panas akibat pergesekan (misalnya meteor hancur sebelum mencapai permukaan bumi). Sangat penting untuk kehidupan dan sebagai media untuk proses cuaca. Sebagai selimut yang melindungi bumi terhadap tenaga penuh dari matahari pada waktu siang, menghalangi hilangnya panas pada waktu malam. Tanpa atmosfer suhu bumi pada siang hari 93,3° C dan pada malam hari -148,9° C.

F.   Cuaca dan Iklim
Cuaca dan iklim merupakan gejala alamiah yang sangattpenting bagi kehidupan manusia, dengan mengetahui pola cuaca dan iklim seperti periode musim hujan dan kemarau, maka para petani dapat menentukan musim tanam yang tepat agar produksi pertaniannya baik. Selain itu, kondisi cuaca dan iklim seperti arah dan kecepatan angin sangat diperlukan bagi para nelayan untuk menentukan saat-saat yang tepat pergi ke laut mencari ikan serta masih banyak sektor-sektor kehidupan yang berkaitan dengan kondisi cuaca dan iklim. Cuaca dan iklim merupakan akibat dari proses-proses yang terjadi di atmosfer yang menyelubungi bumi.
Cuaca adalah keadaan udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit dan pada jangka waktu yang singkat. Cuaca terbentuk dari gabungan unsur cuaca dan jangka waktu cuaca bisa hanya beberapa jam saja. Misalnya: pagi hari, siang hari atau sore hari, dan keadaannya bisa berbedabeda untuk setiap tempat serta setiap jam.
Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun yang penyelidikannya dilakukan dalam waktu yang lama dan meliputi wilayah yang luas. Iklim dapat terbentuk karena adanya:
1.    Rotasi dan revolusi bumi sehingga terjadi pergeseran semu harian matahari dan tahunan.
2.    Perbedaan lintang geografi dan lingkungan fisis.

Ilmu yang mempelajari tentang iklim disebut Klimatologi, sedangkan ilmu yang mempelajari tentang keadaan cuaca disebut Meteorologi. Ada beberapa unsur yang mempengaruhi keadaan cuaca dan iklim suatu daerah atau wilayah, yaitu: suhu atau temperatur udara, tekanan udara, angin, kelembaban udara dan curah hujan.
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Catatan Kuliah Geografi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger