Anda Pengunjung ke

Diberdayakan oleh Blogger.
Latest Post
Tampilkan postingan dengan label Kawasan Perdesaan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kawasan Perdesaan. Tampilkan semua postingan

Morfologi Kampung Pedesaan

Written By Tasrif Landoala on Senin, 18 November 2013 | 05.48



Paparan ini merupakan suatu abstraksi dari kenyataan empirik di pedesaan atau pemukiman desa yang sangat kontekstual dengan lingkungan alamnya. Fakta-fakta ini merupakan bagian dari kajian yang sedang pemapar lakukan tentang morfologi kampung pedesaan. Fakta ini dibagi menjadi 4 kelompok;
1.    Kampung di pesisir pantai
Pola pemukiman terbentuk karena adanya potensi dan kendala lingkungan. Pantai landai dengan arus/ombak tenang akan lebih dominan dipakai sebagai lokasi hunian dibanding dengan pantai curam. Struktur fisik lingkungan dominan berperan sebagai lokasi.

2.    Kampung di sepanjang sungai
Pola perkampungan di sepanjang sungai di pedesaan yang menggunakan sungai sebagai prasarana transportasi, mempunyai kencenderungan pola yang linier dengan orientasi mengikuti pola aliran sungai.
Efektifitas pencapaian sarana transportasi menjadi faktor dominan. Alat transport sungai sebagai sarana transport utama mempengaruhi pola hunian, yang menuntut kemudahan moda angkutan (perahu) sampai ke sampaing rumah.
Pola diatas menunjukkan adanya pola curva linier di sepanjang sungai dan mengumpul pada daerah dalam. Pola ini didapati pada lingkungan dengan aktifitas penduduk sebagai petani garam di daerah dekat dengan pesisir pantai.

3.    Kampung di lingkungan pedalaman (pertanian)
Aktifitas pertanian sawah, atau ladang mempunyai pola yang spesifik sesuai dengan kondisi lingkungan dan topografinya. Kendala-kendala lingkungan mampu menjadikan perkampungan pedesaan ini terlihat menyatu dengan lingkungan, suatu pertimbangan arif dalam mengelola lingkungan.
Pada radius tertentu satu kelompok hunian membentuk satu komuniti yang harmonis. Pertimbangan jangkauan pengawasan area garapan mereka menentukan pengelompokan ini. Jumlah kelompok hunian ini + 30 keluarga suatu kelompok yang memungkinkan mempertahankan unity dalam bersosialisasi, merupakan kelompok komunitas yang solid.

4.    Kampung di pedalaman (lereng gunung)
Pola morfologi kampung di daerah ini sangat erat kaitannya dengan upaya pengelolaan area mata pencaharian penduduk sebagai petani (salah satu kasus). Teknologi teracering untuk pengelolaan saluran irigasi dan pengelolaan pertanian mempengaruhi bentuk-bentuk pengolahan lahan perumahannya. Merupakan pemecahan lahan yang kontekstual dengan memunculkan vista pemukiman pedesaan di pegunungan yang selaras.
Salah satu aspek pendekatan kontekstual terhadap lingkungan yang secara sadar (tradisi turun menurun) telah menciptakan kondisi lingkungan pemukiman pedesaan yang "sesuai" dengan pola perilaku sosial-budaya dan ekonomi melalui pengolahan lingkungan hidupnya. Ini yang kadang tidak diperhatikan oleh sementara pengembang dalam menciptakan kota-kota baru pada lahan yang relatif luas, dengan pendekatan yang non-kontekstual lingkungan bahkan menghancurkan potensi-potensi lingkungan.

Teknik Inovatif Pembangunan Kawasan Perdesaan untuk Melindungi Karakter Perdesaan

Written By Tasrif Landoala on Kamis, 07 November 2013 | 20.20



Pemerintah daerah dapat mempertimbangkan pemakaian berbagai cara inovatif untuk pengadaan lahan di berbagai tingkat kepadatan di kawasan perdesaan. Kabupaten dapat diijinkan untuk membuat daerah pemukiman baru, mengalihkan kepadatan, membuat pedoman desain, membuat peraturan konservasi dan berbagai cara inovatif lainnya yang akan mendukung,serta konsisten dengan karakter perdesaan.
1.    Pengalihan Peraturan Pembangunan dan Hak Pengembangan
Pemerintah daerah dapat menetapkan pengalihan pembangunan dan hak pembangunan dari satu properti ke properti yang lain di dalam kawasan perdesaan tertentu atau pusat-pusat kegiatannya yang telah ditetapkan. Pengalihan kebijakan pembangunan pada daerah tersebut akan memperkuat nilai pertanian dan sumberdaya alam dan sekaligus membatasi pembangunan di masa yang akan datang untuk kepentingan yang lain.

2.    Pedoman Desain
Pedoman desain, standar pembangunan, dan ijin lokasi, dapat digunakan untuk mempertahankan karakter perdesaan. Desain perdesaan dapat menciptakan lingkungan, termasuk di dalamnya bentuk-bentuk tradisional seperti gudang, rumah pertanian, toko, pasar, dan lain-lain. Bentuk-bentuk ini akan menjadi dasar bagi kehidupan tradisional dan kebudayaan perdesaan.
Secara umum, standar desain tata guna lahan sebaiknya mencakup lahan perumahan dan sempadannya, jalan, ruang terbuka hijau, tempat parkir, dan sebagainya. Standar pembangunan seperti penempatan lampu jalan, jalan raya, tempat parkir, dan daerah pejalan kaki sebaiknya disesuaikan dengan lingkungan perdesaan. Sebagai contoh, tempat parkir yang menggunakan kerikil dan daerah untuk pejalan kaki lebih sesuai daripada lahan parkir yang menggunakan aspal dan trotoar jalan.

3.    Peraturan Konservasi
Peraturan konservasi adalah perangkat yang penting untuk melindungi ruang terbuka di kawasan perdesaan yang harus dibuat secara jelas seperti misalnya pembatasan pembangunan di masa yang akan datang, penanggung jawab yang akan membuat dan mengesahkan peraturan tersebut, cara pengelolaan dan pelaksananaanya, pelaksana dan pelaksanaan pembatasan. Peraturan konservasi ini dapat ditangani oleh LSM lokal, pemuka masyarakat, atau pengelola jasa umum.
Pemerintah desa dapat merekomendasikan dan membuat peraturan konservasi untuk menjamin terlindungnya kawasan kritis, habitat hewan liar, kawasan pertanian atau daerah pemanfaatan sumberdaya alam lainnya. Jika hal tersebut tidak dibuat atau dilaksanakan haruslah dengan alasan yang jelas.

Sumber : Panduan Penataan Ruang dan Pengembangan Kawasan (Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional, 2001)

Pengelolaan Wilayah Pedesaan



Pada setiap desa perlu ditetapkan deliniasi desa, yaitu wilayah yang dijadikan permukiman dan wilayah budi daya. Perlu diperhatikan kemampuan lahan dan efisiensi jaringan penghubung antara wilayah permukiman dengan wilayah budiya serta hubungan keluar dari desa tersebut. Desa di Indonesia dikategorikan atas swadaya, swakarya, dan swasembada. Pembagian ini didasarkan atas jumlah penduduk, fasilitas yang tersedia, dan kemudahan mencapai desa tersebut. Desa swasembada adalah yang paling tinggi hierarkinya, disusul oleh swakarya, dan yang terendah adalah swadaya. Desa swasembada memiliki fasilitas yang paling lengkap dan mudah dijangkau. Sebaliknya swadaya adalah desa dengan fasilitas yang minim dan tidak mudah dijangkau. Kebijakan yang diterapkan adalah bagaimana meningkatkan status desa tersebut dengan bantuan yang seminimum mungkin dari pemerintah. Artinya, sedapat mungkin menggerakkan partisipasi masyarakat.
Pemerintah memang berkewajiban menyediakan fasilitas yang menjadi tanggung jawabnya seperti jalan utama, listrik, telepon, sarana pendidikan, dan sarana kesehatan. Namun, perlu diingat bahwa kemampuan pemerintah juga terbatas dan akan melihat apakah pasar setempat akan segera memanfaatkan fasilitas tersebut atau tidak. Dengan demikian, untuk meningkatkan status desa maka tidak cukup hanya dari usaha pemerintah saja tetapi juga terkait dengan partisipasi atau kegiatan ekonomi masyarakat. Banyak jenis fasilitas lain, inisiatif penyediaannya berasal dari masyarakat. Hal ini berarti peningkatan status desa erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi di desa tersebut. Oleh sebab itu, pertumbuhan ekonomi perlu dirangsang baik melalui pendekatan sektoral maupun pendekatan regional, yang kebijakannya tentu berbeda dari satu desa ke desa berikutnya. Di sisi lain, perlu dilihat ciri-ciri spesifik suatu desa dan hierarki antardesa, yaitu desa mana yang dapat berfungsi sebagai perantara antara desa di sekitamya dengan kota, desa mana yang dapat dijadikan pusat pelayanan untuk desa lain di sekitarnya, dan desa mana yang diperkirakan bisa cepat berkembang dengan sedikit bantuan pemerintah di masa yang akan datang. Desa yang berkembang kemungkinan akan mendorong desa tetangganya untuk turut berkembang, karena adanya keterkaitan kegiatan antardesa.


Sumber: Perencanaan Pembangunan Wilayah (Tarigan, R., 2009)
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Catatan Kuliah Geografi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger