Permasalahan secara umum bidang
perumahan dan permukiman di Indonesia yang ada pada saat ini adalah sebagai
berikut:
1. Belum terlembaganya sistem penyelenggaraan perumahan
dan permukiman.
a. Secara umum sistem penyelenggaraan di
bidang perumahan dan permukiman masih belum mantap baik di tingkat pusat,
wilayah, maupun lokal, ditinjau dari segi sumber daya manusia, organisasi, tata
laksana, dan dukungan prasarana serta sarananya.
b. Belum
mantapnya pelayanan dan akses terhadap hak atas tanah untuk perumahan, khususnya
bagi kelompok masyarakat miskin dan berpendapatan rendah. Kapasitas pemerintah
daerah juga masih relatif terbatas untuk dapat melaksanakan secara efektif
penyelenggaraan administrasi pertanahan yang memadai, yang dapat menjamin
kecukupan persediaan lahan, yang dapat mengembangkan pasar lahan secara efisien
dan pemanfaatan lahan yang berkelanjutan, yang dapat mengurangi hambatan hukum
dan sosial terhadap akses yang adil dan seimbang kepada lahan, terutama bagi
penduduk yang difabel, perempuan, dan kelompok yang rentan, dan yang mampu
memfasilitasi akses kepada lahan dan keamanan status kepemilikan bagi seluruh
kelompok masyarakat.
c. Belum
efisiennya pasar perumahan, seperti ditunjukkan melalui kondisi dan proses
perijinan pembangunan perumahan dan sertifikasi hak atas tanah yang masih
memprihatinkan, relatif mahal dan kurang transparan; belum adanya standarisasi
dokumen KPR, seleksi nasabah, penilaian kredit, dan dokumen terkait lainnya;
dan proses sita jaminan yang masih berlarut-larut. Kondisi ini ikut mempengaruhi
ketidakpastian pasar perumahan, serta sistem dan mekanisme pembiayaan
perumahan. Untuk lebih menjamin pasar perumahan yang efisien, perlu dihindari
intervensi yang mengganggu penyediaan dan menyebabkan distorsi permintaan akan
perumahan, dan membuat instrumen yang fleksibel untuk regulasi perumahan,
termasuk pasar sewa perumahan dengan mengingat kebutuhan khusus dari kelompok
masyarakat yang rentan.
2. Rendahnya tingkat pemenuhan kebutuhan perumahan yang
layak dan terjangkau.
a. Tingginya
kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau masih belum dapat diimbangi
karena terbatasnya kemampuan penyediaan baik oleh masyarakat, dunia usaha dan
pemerintah. Secara nasional kebutuhan perumahan masih relatif besar, sebagai
gambaran status kebutuhan perumahan pada tahun 2000 meliputi: (i) kebutuhan
rumah yang belum terpenuhi (backlog) sekitar 4,3 juta unit rumah, (ii)
pertumbuhan kebutuhan rumah baru setiap tahunnya sekitar 800 ribu unit rumah;
serta (iii) kebutuhan peningkatan kualitas perumahan yang tidak memenuhi persyaratan
layak huni sekitar 13 juta unit rumah (25%).
b. Ketidakmampuan
masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah untuk mendapatkan rumah yang layak
dan terjangkau serta memenuhi standar lingkungan permukiman yang responsif
(sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan). Hal ini disebabkan karena
terbatasnya akses terhadap sumber daya kunci termasuk informasi, terutama yang
berkaitan dengan pertanahan dan pembiayaan perumahan.
c. Belum
tersedianya dana jangka panjang bagi pembiayaan perumahan yang menyebabkan
terjadinya mismatch pendanaan dalam pengadaan perumahan. Di samping itu, sistem
dan mekanisme subsidi perumahan bagi kelompok masyarakat miskin dan
berpengahasilan rendah masih perlu dimantapkan, baik melalui mekanisme pasar
formal maupun melalui mekanisme perumahan yang bertumpu pada keswadayaan
masyarakat. Mobilisasi sumber-sumber pembiayaan perumahan masih harus
diefektifkan dengan mengintegrasikan pembiayaan perumahan ke dalam sistem
pembiayaan yang lebih luas dan memanfaatkan instrumen yang ada sekarang atau
mengembangkan instrumen baru untuk lebih memperhatikan kebutuhan pembiayaan
bagi penduduk yang mempunyai keterbatasan akses kepada kredit.
3. Menurunnya kualitas lingkungan permukiman
a. Secara
fungsional, sebagian besar kualitas perumahan dan permukiman masih terbatas dan
belum memenuhi standar pelayanan yang memadai sesuai skala kawasan yang
ditetapkan, baik sebagai kawasan perumahan maupun sebagai kawasan permukiman
yang berkelanjutan. Masih terdapat banyak kawasan yang tidak dilengkapi dengan
berbagai prasarana dan sarana pendukung, seperti terbatasnya ruang terbuka
hijau, lapangan olah raga, tempat usaha dan perdagangan secara terbatas,
fasilitas sosial dan fasilitas umum, disamping masih adanya keterbatasan di
bidang prasarana dasar perumahan dan permukiman, seperti air bersih, sanitasi,
dan pengelolaan limbah.
b. Secara
fisik lingkungan, masih banyak ditemui kawasan perumahan dan permukiman yang
telah melebihi daya tampung dan daya dukung lingkungan, menghadapi dampak
kesalingterkaitannya dengan skala kawasan yang lebih luas, serta masalah
keterpaduannya dengan sistem prasarana dan sarana baik di perkotaan maupun di
perdesaan. Dampak dari semakin terbatas atau menurunnya daya dukung lingkungan
di antaranya adalah dengan meningkatnya lingkungan permukiman kumuh
pertahunnya, sehingga luas lingkungan permukiman kumuh seperti pada tahun 2000
telah mencapai sekitar 47.500 ha yang tersebar tidak kurang dari sekitar 10.000
lokasi. Adanya perubahan fungsi lahan untuk mengakomodasi kebutuhan perumahan
dan permukiman serta proses urbanisasi juga tidak selalu telah memperhatikan
dampaknya terhadap lingkungan, termasuk dari segi keanekaragaman hayati. Secara
non-fisik lingkungan, pertumbuhan kawasan perumahan dan permukiman juga tidak
selalu telah mengantisipasi potensi timbulnya kesenjangan dan kerawanan sosial.
c. Secara
visual wujud lingkungan, juga terdapat kecenderungan yang kurang positif bahwa
sebagian kawasan perumahan dan permukiman telah mulai bergeser menjadi lebih
tidak teratur, kurang berjati diri, dan kurang memperhatikan nilai-nilai
kontekstual sesuai sosial budaya setempat serta nilai-nilai arsitektural yang
baik dan benar. Selain itu, kawasan yang baru dibangun juga tidak secara
berlanjut dijaga penataannya sehingga secara potensial dapat menjadi kawasan
kumuh yang baru. Perumahan dan permukiman yang spesifik, unik, tradisional, dan
bersejarah juga semakin rawan keberlanjutannya, padahal merupakan asset budaya
bangsa yang perlu dijaga kelestariannya.
Berbagai perkembangan, isu strategis,
dan permasalahan perumahan dan permukiman tersebut tidak terlepas dari dinamika
dan kemajemukan perubahan-perubahan di dalam pembangunan ekonomi, kesejahteraan
sosial, dan pembangunan lingkungan, yang tidak saja mengikuti perubahan
berdimensi ruang dan waktu, tetapi juga perubahan kondisi khususnya bidang
ekonomi, sosial, dan budaya. Kemampuan pengendalian pembangunan perumahan dan
permukiman yang masih relatif terbatas dan mulai bertumbuh-kembangnya peran dan
potensi masyarakat di dalam mengatur dan melaksanakan sendiri kebutuhannya akan
perumahan dan permukiman, juga sangat mendasari kebijakan dan strategi
penyelenggaraan perumahan dan permukiman.
Rumusan kebijakan dan strategi tersebut
diharapkan realistik, dengan mengkaitkannya dengan kebijakan ekonomi makro,
sosial, demografi, lingkungan, dan kebudayaan. Disamping itu, implementasinya
dapat mendorong pendekatan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan,
pemeliharaan dan rehabilitasi perumahan dan permukiman di perkotaan dan
perdesaan, serta telah mengadopsi dan melaksanakan pendekatan lintas sektoral
dan desentralisasi.