Tidak ada garis pemisah yang tegas
antara masyarakat kota dengan masyarakat desa. Sebaliknya, pertemuan antara
masyarakat kota dengan masyarakat desa adalah satu perkembangan penting dalam
kehidupan modern. Biro Statistik telah menganggap kawasan-kawasan perkotaan
yang penduduknya kurang dari 2.500 orang sebagai kawasan desa dan menganggap
setiap wilayah yang lebih besar dari desa sebagai kota.
Sudah lazim orang mengelompokkan
masyarakat desa (rural) dan masyarakat kota (urban) berdasarkan kenyataan bahwa
penduduk desa berjumlah kecil dan bekerja di sekitar pertanian atau penduduk
kota yang berjumlah besar dan bekerja di sekitar industri atau perdagangan.
pembagian semacam itu memang tidak mutlak.
Pada masyarakat yang multikultural
seperti di Indonesia, terdapat suatu kelompok sosial yang memiliki keunikan
tersendiri dan dapat dikatakan merupakan ciri khas bangsa Indonesia. kelompok
sosial ini dapat dilihat dalam kehidupan masyarakat desa. Masyarakat desa
identik dengan masyarakat tradisional karena dalam kehidupan sehari-hari mereka
menjunjung tinggi nilai-nilai tradisional. Adapun ciri yang menonjol pada
masyarakat desa, antara lain kehidupannya bergantung kepada alam (bercocok
tanam), anggotanya saling mengenal, sifat kegotongroyongan yang erat, penduduk
sedikit perbedaan, penghayatan dalam kehidupan religi lebih kuat.
Kehidupan ekonomi masyarakat desa
hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga saja dan belum mengenal ekonomi pasar.
Sebagian besar keperluan dan bahan-bahan keperluan masyarakatnya diambil dari
alam, baik untuk makanan, alat pembakaran, obat-obatan, ataupun aneka ragam
perkakas.
Ciri-ciri Masyarakat Desa
Seorang ahli sosiologi yang bernama
Talcott Persons menggambarkan masyarakat desa sebagai masyarakat tradisional
yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Afektivitas,
yaitu merupakan perasaan kasih sayang, cinta, kesetiaan, dan kemesraan, yang
ditunjukkan dalam sikap kehidupan sehari-hari yang saling tolong menolong,
perasaan simpati terhadap musibah yang diderita orang lain, menolong orang lain
tanpa pamrih.
2. Orientasi
kolektif, sifat ini mewujudkan konsekuensi dari sifat efektivitas, yaitu
meningkatkan kebersamaan tidak suka memanjakan diri, tidak suka berbeda
pendapat dengan sesama warga desa.
3. Partikularisme,
yaitu semua hal yang ada hubungannya dengan apa yang khusus berlaku untuk
tempat atau daerah tertentu saja, ada hubungannya dengan perasaan subyektif dan
rasa kebersamaan.
4.
Kekaburan,
yaitu sesuatu yang tidak jelas terutama dalam hubungan antara pribadi tanpa
ketegasan yang dinyatakan secara eksplisit (penggunaan bahasa yang tidak
langsung).
5. Askripsi,
yaitu berhubungan dengan berdasarkan usaha yang disengaja (direncanakan), tetapi
lebih merupakan suatu keadaan yang sudah merupakan kebiasaan atau keharusan.
Dari sifat ini masyarakat desa sukar berubah sesuatu diterima sebagaimana
adanya dan berkembang secara tradisionalisme dan konservalisme.
Dalam
perkembangannya, tak ada satu pun masyarakat yang benar-benar tertutup terhadap
dunia luar. Tidak semua masyarakat desa adalah masyarakat tradisional karena
ada desa yang sedang dan telah berkembang ke arah kemajuan dan meninggalkan
kebiasaan-kebiasaan tradisionalnya. Masyarakat desa yang telah berkembang dan
menjadi masyarakat transisi dengan struktur sosial dan kebudayaan madya, telah
mengenal pengelompokan sosial dan pelapisan sosial yang kompleks karena
pengaruh perkembangan industrialisasi.