Daerah perbatasan yang pada umumnya berupa wilayah
perdesaan adalah merupakan bagian dari Satuan Wilayah Pengembangan (SWP)
yang diharapkan akan tumbuh dan berkembang sejajar dengan daerah lain.
Dalam konteks kewilayahan, terdapat kecenderungan di daerah perbatasan
pertumbuhan wilayahnya lebih lambat dibandingkan dengan wilayah bukan
perbatasan, hal ini disebabkan adanya isolasi fisik untuk daerah perbatasan
yang sekaligus merupakan wilayah pedalaman dan terjadinya isolasi
perhatian dari pemerintah yang lebih tinggi serta sering terjadi benturan dari
kebijaksanaan yang berbeda dalam peruntukkan lahan di daerah perbatasan
(Mubyarto, dkk., 1991) Terjadinya konflik-konflik di daerah perbatasan
tersebut secara langsung maupun tidak langsung akan menghambat
pertumbuhan dan perkembangan wilayah tersebut.
Berkaitan dengan pendekatan keruangan pada studi
geografi, untuk mengembangkan wilayah perbatasan yang pada umumnya
berupa perdesaan, suatu kebijaksanaan pembangunan keruangan sudah
seharusnya mempromosikan pertumbuhan pusat-pusat pelayanan perdesaan
yang dapat menghubungkan pusatpusat atau kota-kota dengan daerah
buriloka termasuk daerah di sepanjang perbatasan. Kebijaksanaan ini
harus dilengkapi dengan (Huisman, 1987):
1. Ekstensifikasi pasar untuk menampung
kelebihan produksi pertanian dan output daerah perdesaan yang lain;
2. Pengagihan input yang dibutuhkan untuk
produksi pertanian yang telah meningkat tersebut (seperti benih, pupuk, dsb);
3. Pengagihan pelayanan-pelayanan seperti pelayanan
kesehatan, pendidikan, persediaan air bersih, angkutan umum, dan tentu saja penyebaran
pelayanan ekonomi yang lebih luas dan merata;
4.
Penciptaan kesempatan lapangan kerja
baru baik di bidang produksi sekunder yang berhubungan dengan pertanian maupun
jenis industri perdesaan lainnya; dan
5.
Memperlambat laju migrasi desa-kota.
Kebijaksanaan yang
mempromosikan pertumbuhan pusat-pusat kegiatan perdesaan akan efektif apabila
dipacu dengan pertumbuhan dan pembenahan prasarana dan sarana sosial dan
ekonomi yang mampu mendukung pertumbuhan ekonomi wilayah. Pedesaan sebagai
hirarkhi bertingkat tiga yaitu sebagai pusat pelayanan desa (village service
centres), merupakan titik tolak dari perencanaan suatu kegiatan dalam
konteks pembangunan wilayah atau program pembangunan perdesaan terpadu.
Perencanaan
pengembangan wilayah pada hakekatnya merupakan kelanjutan dari program
pembangunan yang berupaya meningkatkan pemanfaatan sumberdaya agar lebih
bermanfaat untuk mendukung kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya.
Dalam perkembangannya suatu wilayah secara struktur sosial dan ekonominya akan
ditentukan oleh potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan aspek kelembagaan
terutama menyangkut teknologi, kesiapan aparat, dan sumber pendanaan (Sugandy, 1987).
Interaksi di antara komponen tersebut pada gilirannya akan berpengaruh terhadap
pertumbuhan suatu wilayah. Pemahaman terhadap potensi yang sebenarnya ada pada
suatu wilayah sangat diperlukan agar interaksi yang terjadi adalah interaksi
yang seimbang dan pertumbuhan wilayah tersebut benar-benar berbasis dari
potensi wilayahnya senidiri. Dalam kaitannya dengan pengembangan wilayah
desa-desa perbatasan agar dapat serasi dengan kondisi desa perlu dilihat
potensi desa yang ada.
Potensi desa adalah sumber-sumber
alami dan sumber-sumber manusiawi yang dapat dimanfaatkan untuk kelangsungan
hidup masyarakat desa setempat. Potensi desa tersebut dapat dibedakan dalam
potensi fisik dan non fisik (Bintarto, 1983). Untuk memudahkan identifikasi potensi
menurut Direktorat Tata Kota dan Tata Daerah, Dirjen Cipta Karya DPU 1990, maka
potensi wilayah dapat dikelompokkan menjadi:
1.
Potensi sumberdaya alam yang berupa
lahan yang subur, hasil hutan, pertambangan dan energi, dsb;
2. Potensi sumberdaya manusia berupa tenaga
kerja, keahlian, partisipasi, kekayaan, serta kelembagaan sosial; dan
3. Potensi ruang yang dapat berupa letak
daerah yang strategis. Dalam operasional di lapangan, komponen potensi tersebut
dapat berkembang sesuai dengan tujuan kegiatan perencanaan.
Potensi desa tidak
sama, karena lingkungan geografi dan keadaan penduduknya berbeda, luas tanah,
macam tanah, dan tingkat kesuburan tanah yang tidak sama. Sumber air dan tata
air yang berbeda menyebabkan cara penyesuaian atau corak kehidupan yang
berbeda. Dalam hal ini maju mundurnya desa dapat tergantung pada beberapa
faktor antara lain:
1. Potensi desa yang mencakup potensi
sumberdaya alam, potensi penduduk warga desa beserta pamongnya;
2. Interaksi antara desa dengan kota, antara
desa dengan desa, tercakup di dalamnya perkembangan fasilitas pelayanan sosial dan
ekonomi dan infrastrukturnya; dan
3.
Lokasi desa terhadap daerah-daerah di sekitarnya.
Perbedaan potensi desa
akan mempengaruhi tingkat perkembangan suatu daerah. Untuk melakukan penilaian
terhadap tingkat perkembangan desa dapat dilakukan dengan melakukan analisis
sumberdaya wilayah melalui analisis inter dan intra regional. Analisis inter
regional yaitu dengan membandingkan perkembangan dari setiap sub wilayah
dilihat dari aspek sumberdaya, karakteristik sosial dan ekonomi atau
perbandingan komponen wilayah dari daerah perencanaan. Untuk menilai tingkat
perkembangan wilayah dapat dinyatakan dalam bentuk indeks yang disebut sebagai
indeks tingkat perkembangan wilayah. Indeks ini digunakan untuk mengukur
perbedaan tingkat atau derajad perkembangan wilayah berbasis pada sosial dan
ekonomi wilayah. Teknik perhitungan indeks terdiri dari beberapa langkah, yaitu:
1.
Menentukan variabel dan indikator
sosial-ekonomi beserta parameter masing-masing;
2.
Mengumpulkan dan mengisi data ke dalam
tabel;
3.
Pemberian bobot;
4.
Menghitung indeks perkembangan setiap unit
wilayah perencanaan; dan
5.
Interpretasi hasil berdasar nilai total
indeks.
Kebanyakan di Negara
Sedang Berkembang/NSB (developing countries), jurang pemisah pertumbuhan
dapat dilihat di antara kemajuan sosial dan ekonomi pusat-pusat perkotaan yang
relatif maju dengan daerah-daerah perdesaan atau pedalaman dan sekaligus
perbatasan yang kurang maju. Salah satu sebabnya adalah tidak adanya fasilitas-fasilitas
dan jasa di daerah tersebut. Apabila ada, tidak terdistribusi secara merata dan
masih berada di bawah daya layannya (IDAP, 1985).
Pelayanan ekonomi dalam
hubungannya dengan perencanaan pengembangan wilayah perdesaan dapat dibagi atas
pelayanan pendukung pertanian dan pelayanan lainnya yang berhubungan dengan
fungsi pengembangan potensi sumberdaya wilayah. Sektor pertanian mencakup sub
sektor pertanian tanaman pangan, tanaman perkebunan, perikanan, dan peternakan.
Sedangkan yang dimaksud dengan pelayanan-pelayanan pendukung pertanian adalah
berbagai pelayanan pertanian terhadap pertanian itu sendiri, yang meliputi
penelitian, penyuluhan, dan distribusi input.
Dalam dasawarsa
terakhir ini strategi yang dikumandangkan PBB dan Bank Dunia dalam bidang
pembangunan khususnya perdesaan difokuskan pada tekat untuk memerangi
kemiskinan, dan mengurangi kesenjangan pertumbuhan antara desa dan kota. Dalam
pernyataannya Bank Dunia (1985) mengungkapkan bahwa pembangunan perdesaan
diartikan ”...a strategy designed to improve the economic and social life of
the rural poor”. Hal ini mengandung pengertian bahwa aspek sosial dan
ekonomi yang menyangkut peningkatan pendapatan masyarakat desa lebih diutamakan
daripada aspek fisik lingkungan binaan perdesaan, selain itu upaya ini lebih
ditekankan pada proses perubahan yang berkesinambungan. Strategi di atas
dijabarkan dalam empat aspek utama yaitu:
1.
Pendayagunaan potensi sumberdaya alam;
2. Penciptaan dan diversivikasi lapangan
pekerjaan baru, khususnya sektor non pertanian, untuk meningkatkan pendapatan dan
mengurangi ketimpangan;
3. Peningkatan kwalitas sumberdaya manusia
melalui jalur pendidikan dan ketrampilan formal maupun informal; dan
4. Pendayagunaan infrastruktur kelembagaan
perdesaan.
Upaya ini harus diikuti
dengan penyediaan infrastruktur fisik, sosial dan ekonomi beserta pemerataan
dan penyebarannya, sehingga mampu meningkatkan aksesibilitas daerah perdesaan
terhadap pusat-pusat pembangunan sekaligus mengatasi keterasingan untuk
sebagian wilayah perbatasan.
Sumber
: Pengembangan Wilayah Perbatasan
Sebagai Upaya Pemerataan Pembangunan Wilayah di Indonesia (Aziz Budianta)