Home » » Penatagunaan Tanah

Penatagunaan Tanah

Written By Tasrif Landoala on Jumat, 27 September 2013 | 07.49



Dalam UU No.24/1992 dinyatakan bahwa Ruang Wilayah Negara Indonesia sebagai wadah atau tempat manusia dan mahluk lainnya hidup dan melakukan kegiatannya. Ruang wilayah negara, khususnya ruang daratan sebagai suatu sumber daya alam dari berbagai subsistem ruang wilayah negara dalam pemanfaatan untuk berbagai kegiatan yang meliputi aspek poleksosbudhankam dan kelembagaan dengan corak ragam dan daya dukung yang berbeda satu dengan lainnya di setiap wilayah, dalam implementasinya akan sangat terkait keberadaannya dengan penatagunaan tanah. Sesuai dengan ketentuan Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 52 UU No.5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, dan sejalan dengan ketentuan dalam UU No.24/1992 tentang Penataan Ruang, dikembangkan penatagunaan tanah yang disebut juga pola pengelolaan tata guna tanah yang meliputi penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang tertuang dalam PP No. 16/2004 tentang Penatagunaan Tanah.
Secara garis besar PP ini memuat ketentuan yang mengatur implementasi RTRW di atas ruang daratan dalam hal ini tanah, terutama yang terkait aspek pengelolaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah. Dalam PP tersebut diatur mengenai kebijakan penatagunaan tanah dan penyelenggaraan penatagunaan tanah. Kebijakan penatagunaan tanah yang merupakan bagian terpenting dari penataan ruang bertujuan untuk mengatur dan mewujudkan Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (P4T) untuk berbagai kebutuhan kegiatan pembangunan sesuai dengan RTRW dan mewujudkan tertib pertanahan dengan tetap menjamin kepastian hukum atas tanah bagi masyarakat.
Kebijakan penatagunaan tanah diselenggarakan terhadap seluruh bidang tanah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik di Kawasan Lindung mapun Kawasan Budidaya. Dalam rangka menjamin kepastian hukum atas tanah, PP Penatagunaan Tanah menegaskan bahwa penetapan RTRW tidak mempengaruhi status hubungan hukum atas tanah, dalam hal ini hak atas tanah tetap diakui. Namun demikian, pemegang hak atas tanah diwajibkan untuk menggunakan dan memanfaatkan tanah, yang dimaksudkan agar tanah tersebut digunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan daya dukungnya, tidak dibiarkan terlantar serta diwajibkan untuk memelihara dan mencegah kerusakan tanah tersebut. Kebijakan penatagunaan tanah meliputi penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah di kawasan lindung dan budidaya. Dalam rangka penyelenggaraan penatagunaan tanah, dilaksanakan kegiatan sebagai berikut :
1.    Inventarisasi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah;
2.  Penetapan perimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah menurut fungsi kawasan;
3.    Penetapan pola penyesuaian penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dengan rtrw.

Penentuan kesesuaian penggunaan tanah terhadap RTRW didasarkan atas pedoman, standar dan kriteria teknis yang ditetapkan oleh Pemerintah, yang kemudian dijabarkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan kondisi wilayah masing-masing. Pelaksanaan pola penyesuaian penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dengan RTRW dapat dilakukan melalui :
a.    Penataan kembali (konsolidasi tanah, relokasi, tukar menukar, dan peremajaan kota),
b.    Upaya kemitraan,
c.  Penyerahan dan pelepasan hak atas tanah kepada negara/pihak lain dengan penggantian sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Salah satu upaya penatagunaan tanah seperti disebutkan di atas adalah melalui Konsolidasi Tanah yang juga telah diatur pelaksanaannya dalam Peraturan BPN No. 4 tahun 1992. Konsolidasi tanah adalah kebijakan pertanahan mengenai penataan kembali penguasaan, pemilikan, dan penggunaan tanah agar sesuai dengan RTRW, serta usaha-usaha pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan yang bertujuan meningkatkan kualitas lingkungan hidup/pemeliharaan sumber daya alam, dengan melibatkan partisipasi masyarakat secara langsung, baik di kawasan perkotaan maupun perdesaan. Tujuannya adalah untuk mencapai pemanfaatan tanah secara optimal, melalui peningkatan efisiensi dan produktifitas penggunaan tanah dengan sasaran untuk mewujudkan suatu tatanan penguasaan dan penggunaan tanah yang tertib dan teratur, dalam arti untuk pengembangan kawasan baru maupun pembangunan kawasan kota (urban renewal). Khusus untuk kawasan perumahan dan permukiman, konsolidasi tanah dapat memenuhi kebutuhan akan adanya :
a.    Lingkungan permukiman yang teratur, tertib, dan sehat,
b.  Kesempatan kepada pemilik tanah untuk menikmati secara langsung keuntungan konsolidasi tanah, baik kenaikan harga tanah maupun kenikmatan lainnya karena terciptanya lingkungan yang teratur,
c.    Terhindar ekses-ekses yang sering timbul dalampenyediaan tanah secara konvensional,
d.   Percepatan laju pembangunan wilayah permukiman,
e.  Tertib administrasi pertanahan serta menghemat pengeluaran dana pemerintah untuk biaya pembangunan prasarana, fasilitas umum, ganti rugi, dan operasional.

Pada awalnya konsolidasi tanah dilakukan di daerah pinggiran kota. Dalam perkembangannya, konsolidasi tanah juga dapat diadaptasikan pada bagian wilayah kota yang lain untuk mendukung pengaturan persil tanah di perkotaan. Beberapa wilayah yang potensi untuk dikonsolidasi antara lain :
1.    Wilayah yang direncanakan menjadi kota/permukiman baru (Kasiba/Lisiba);
2.    Wilayah yang sudah mulai tumbuh;
3.    Wilayah permukiman yang tumbuh pesat;
4.    Wilayah bagian pinggir kota yang telah ada atau direncanakan jalan penghubung;
5.    Wilayah yang relatif kosong;
6.    Wilayah yang belum teratur/kumuh;
7.    Wilayah yang perlu renovasi/rekonstruksi karena kebakaran/bencana, dan lain-lain.

Sumber : Budiman Arif
Share this article :
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Catatan Kuliah Geografi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger