1. Tingkat
Perencanaan dan Sumber Dana
Tingkat-tingkat
perencanaan wilayah di Indonesia pada umumnya mengikuti tingkat-tingkat pemerintahan
yang ada, yaitu tingkat pemerintahan yang memiliki sumber pendapatan sendiri
dan penggunaannya dapat mereka atur sehingga mereka harus membuat anggaran
pendapatan dan belanja. Tingkat pemerintahan di Indonesia yang memiliki
anggaran adalah pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah
daerah kabupaten atau kota. Pemerintahan desa juga diberi anggaran setiap
tahun, tetapi jumlahnya kecil. Anggaran itu tidak berasal dari pendapatan
mereka sendiri, dan penggunaannya pun sering diarahkan dari atas sehingga tidak
dianggap sebagai level pemerintahan yang melakukan perencanaan secara penuh.
Tingkat pemerintahan yang memiliki sumber dana, pada setiap lima tahun di masa
orde baru harus membuat Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) dan setiap
tahunnya harus menyusun RencanaAnggaran Pendapatan dan Belanja (RAPB) tahunan.
Setelah era reformasi istilah Repelita diganti dengan Perencanaan Program
Pembangunan Daerah (Propeda), dan setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah istilah yang digunakan adalah RPJM
(Rencana Pembangunan Jangka Menengah), tetapi intinya tetap sama, yaitu
perencanaan pembangunan untuk jangka menengah.
Dalam kerangka
pembahasan perencanaan pada tingkat wilayah, yang disinggung hanya perencanaan
pada tingkat provinsi, perencanaan pada tingkat kabupaten atau kota, dan perencanaan
lainnya pada tingkat wilayah. Perlu diingat bahwa walaupun di tingkat provinsi
dan kabupaten atau kota memiliki sumber pendapatan sendiri tetapi anggaran
mereka masih sangat tergantung pada dana yang dialokasikan pemerintah pusat
berupa dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus, baik untuk belanja
pegawai, belanja rutin lainnya, dan belanja pembangunan. Dalam hal ini, alokasi
yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah menjadi unsur
penerimaan pada anggaran pemerintah daerah yang bersangkutan. Demikian pula ada
juga dana dari provinsi yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota.
Dana yang berasal dari pemerintahan yang lebih tinggi tidaklah bebas
penggunaannya pada zaman orde baru. Dana harus digunakan sesuai petunjukpemerintahan
di tingkat atas yang memberikan dana tersebut. Selain itu, di masa lalu baik
pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi memiliki proyek yang berlokasi pada
kabupaten atau kota. Pelaksana proyek tersebut adalah aparat tingkat
pemerintahan yang menyediakan dana.
Peranan
pemerintah kabupaten/kota untuk proyek yang dilaksanakan oleh pemerintah di
tingkat atas terus berkembang, yaitu pada awalnya hanya sebagai penonton tetapi
akhirnya mengarah pada fungsi koordinatif dan partisipatif. Sejak era reformasi
dan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Thhun 1999 yang kemudian
diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun I 999 yang kemudian diperbaharui dengan
undang-Undang Nomor 33 Tiahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah maka pemerintah daerah (pemda) lebih
banyak mendapat subsidi dalam bentuk block
grant. Dengan demikian, setelah menyisihkan dana untuk pembayaran gaji
pegawai, pemerintah daerah bebas menggunakan sisa dana. Hal ini membuat
pemerintah daerah lebih leluasa menyusun perencanaan pembangunan di wilayahnya
masing-masing.
2. Perencanaan
Wilayah Tingkat Provinsi
Perencanaan
wilayah di tingkat provinsi yang dikenal pada masa orde baru adalah penyusunan
Repelita daerah tingkat provinsi. Berdasarkan ketetapan yang dibuat perrerintah
pusat, setiap daerah provinsi harus menyiapkan buku Repelita dengan berpedoman
pada model Repelita Nasional. Repelita ini kemudian lebih diperinci dalam bentuk
Sarlita (sasaran pelita). Setelah di berlakukannya undang-undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Dderah maka pemerintah daerah wajib menyusun RPJP
(Rencana Pembangunan Jangka Panjang) dengan masa perencanaan 20 tahun ke depan
dan RPJM (Rencana pembangunan Jangka Menengah) dengan masa perencanaan 5 tahun
ke depan. RPJM dirinci ke dalam rencana tahunan yang disebut RKPD (Rencana
Kerja pembangunan Daerah). RPJM juga dirinci masing-masing instansi pelaksana
dengan menyusun Renstra SKPD (Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah).
Di masa lalu perencanaar ini dilakukan berdasarkan pendekatan sektoral sehingga
laporannya berupa gabungan perencanaim sektor dan masih sedikit menyinggung
lokasi atau less-spatial dan biasanya
tidak dibarengi dengan peta-peta. Repelita ini kemudian dijabarkan ke dalam
pro$am tahunan dalam rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD).
Akan tetapi dalam pelaksanaannya, penyusunan RAPBD seringkali tidak terlihat
dengan jelas terhadap Repelita.
Setelah era
reformasi istilah yang dipakai adalah Propeda (program pembangunan daerah),
yang isinya lebih kurang sama dengan Repelita. Adapun rinciannya lebih lanjut
dinamakan Renstra (rencana strategi). Sekarang istilah yang digunakan adalah
RPJM yang kemudian dirinci ke dalam rencana tahunan yang disebut RKPD (Rencana
Kerja Pembangunan Daerah). Di masa lalu perencanaan seperti ini belum
mengemukakan proyek, paling-paling hanya sampai pada penetapan program.
Semestinya dalam RKPD telah menyebutkan proyek, lokasinya, dan sumber
pembiayaannya. Selain itu, saat ini sudah disusun Rencana Struktur Tata Ruang
Provinsi (RSTRP). Rencana ini sudah bersifat spasial, berupa arahan atau
petunjuk tetapi belum menunjuk lokasi berbagai kegiatan secara tegas. Di luar
penyusunan buku Repelita/Propeda dan RSTRP maka perencanaan pada level tingkat
provinsi yang mencakup seluruh provinsi belum ada yang umum dilakukan oleh
pemda provinsi, kecuali yang bersifat sektoral yang dilakukan oleh dinas
masing-masing.
3. Perencanaan
Wilayah Tingkat Kabupaten atau Kota
Sama seperti
pada tingkat provinsi, perencanaan yang sudah umum dikenal di tingkat kabupaten
atau kota adalah Repelita (Propeda) dan saat ini RPJM. Isi dan metode
penyusunannya lebih kurang sama dengan yang dilakukan pada tingkat provinsi.
Padahal semestinya makin sempit daerah perencanaan, semakin mungkin membuat perencanaan
yang lebih bersifat spasial. Semestinya perencanaan jangka menengah tingkat
kabupaten atau kota, selain lebih spasial juga dapat mengarah pada penetapan
proyek tahunan untuk kabupaten atau kota yang bersangkutan.
Pada tahun-tahun
terakhir masa orde baru, Repelita juga ditindak lanjuti dengan penyusunan
sasaran pelita (Sarlita). Pada saat itu sudah dibuat sasaran berdasarkan lokasi
tetapi belum dibarengi dengan pembiayaan proyek. Setelah era reformasi istilah
yang digunakan untuk Sarlita adalah Renstra (rencana strategi). Saat ini istilah
yang digunakan adgfah RKPD. Selain itu, sebagian besar kabupaten atau kota juga
sudah membuat rencana tata rumg wilayah ATRW) yang sifatnya lebih detail
dibanding RSTRP provinsi. Di luar kedua bentuk perencanaan itu, belum ada
perencanaan lain yang dipraktikkan secara umum yang mencaku seluruh wilayah
kabupaten. Berbeda dengan di kabupaten, kota sudah mengenal bentuk perencanaan lain,
terutama yang menyangkut tata ruang perkotaan. Telah banyak kota yang menyusun master plan kota atau rencana induk tata
ruang kota, rencana detail tata ruang kota. Selain itu sejak tahun 1986, telah
dimulai apa yang disebut Penyusunan Program Prasarana Kota secara Terpadu
(PPPKT). PPPKT menghasilkan Program Jangka Menengah (PIM), yaitu program
pembangunan untuk masa 5-6 tahun. PJM P3KT ini sudah menyebutkan proyek, di
mana lokasinya, kapan dilaksanakan, dan dari mana sumber dananya.
Perencanaan
model P3KT selain bersifat spasial (lokasi proyek terlihat di dalam peta)
sekaligus dilengkapi rencana proyek untuk setiap tahun disertai besarnya biaya
yang dibutuhkan dan perkiraan sumber dana untuk membiayai proyek tersebut.
Sayangnya, PJM P3KT hanya menyangkut wilayah yang sudah dikategorikan sebagai
kota (termasuk beberapa ibukota kecamatan di kabupaten yang sudah dianggap
memiliki ciri-ciri perkotaan), tetapi belum mencakup wilayah pedesaan.
4. Perencanaan
Wilayah Tingkat Kecamatan
Perencanaan
wilayah untuk ibukota kecamatan juga sudah dilaksanakan, biasanya disebut
Rencana Umum Tata Ruang Ibukota Kecamatan (RUTRIKK). Pelaksana penyusunan tata
ruang ini adalah instansi kabupaten, bukan aparat pemerintah dari kecamatan
yang bersangkutan. Aparat kecamatan hanya sebagai pemberi data/masukan dan
memberi pendapat pada saat rencana itu didiskusikan. Luas cakupan rencana ini
hanya ibukota kecamatan dan tidak menyangkut seluruh wilayah kecamatan.
RUTR-IKK sebetulnya sudah cukup spasial dan setelah mendapat persetujuan DPRD
dan diperdakan oleh Pemda, digunakan dalam penentuan pemberian izin lokasi bagi
para investor. RUTRIKK ditindaklanjuti dengan perencanaan detail ruang kota, di
mana sudah terlihat ROW jalan (jarak bangunan dari bahu jalan), lebar jalan
yang akan dibangun, dimensi drainase, kepadatan dan ketinggian bangunan, bentuk
taman kota, dan lokasi fasilitas umum. Akan tetapi, hanya sebagian kecil saja
dari wilayah RUTR yang dibuatkan rencana detailnya.
5. Perencanaan
pada Level Proyek
Perencanaan ini berkaitan
dengan suatu proyek tertentu yang dianggap cukup besar. Dikenal apa yang
dinamakan site planning, yaitu
penentuan tempat berbagai kegiatan yang tercakup dalam proyek tersebut.
Misalnya, Proyek Sei Ular, Proyek Asahan, Proyek Irigasi Bah Bolon, dan Proyek
Pabrik Pulp Porsea.
Perencanaan ini
jelas bersifat spasial dan biasanya lebih konkret dibandingkan dengan rencana
tata ruang perkotaan. Sifatnya sudah sama atau bahkan lebih rinci dari rencana
detail ruang kota. Site planning
biasanya dikerjakan oleh disiplin ilmu teknik sipil atau arsitektur dan bukan
oleh perencana wilayah. Perencana wilayah hanya menentukan atau menyarankan
lokasinya.
Sebetulnya cukup
banyak bentuk perencanaan wilayah yang dapat dibuat, misalnya untuk kabupaten
dapat dibuat perencanaan growth
pole/growth centre (kalau belum diatur dalam RTRW), perencanaan ruang
kawasan, misalnya kawasan perrnukiman, kawasan perindustrian, kawasan
pariwisata, kawasan pantai, kawasan hutan, atau kawasan peternakan.
Sumber:
Perencanaan Pembangunan Wilayah (Tarigan, R., 2009)