Home » » Tingkat-tingkat Perencanaan Wlayah

Tingkat-tingkat Perencanaan Wlayah

Written By Tasrif Landoala on Selasa, 05 November 2013 | 22.57



1.    Tingkat Perencanaan dan Sumber Dana
Tingkat-tingkat perencanaan wilayah di Indonesia pada umumnya mengikuti tingkat-tingkat pemerintahan yang ada, yaitu tingkat pemerintahan yang memiliki sumber pendapatan sendiri dan penggunaannya dapat mereka atur sehingga mereka harus membuat anggaran pendapatan dan belanja. Tingkat pemerintahan di Indonesia yang memiliki anggaran adalah pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten atau kota. Pemerintahan desa juga diberi anggaran setiap tahun, tetapi jumlahnya kecil. Anggaran itu tidak berasal dari pendapatan mereka sendiri, dan penggunaannya pun sering diarahkan dari atas sehingga tidak dianggap sebagai level pemerintahan yang melakukan perencanaan secara penuh. Tingkat pemerintahan yang memiliki sumber dana, pada setiap lima tahun di masa orde baru harus membuat Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) dan setiap tahunnya harus menyusun RencanaAnggaran Pendapatan dan Belanja (RAPB) tahunan. Setelah era reformasi istilah Repelita diganti dengan Perencanaan Program Pembangunan Daerah (Propeda), dan setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah istilah yang digunakan adalah RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah), tetapi intinya tetap sama, yaitu perencanaan pembangunan untuk jangka menengah.
Dalam kerangka pembahasan perencanaan pada tingkat wilayah, yang disinggung hanya perencanaan pada tingkat provinsi, perencanaan pada tingkat kabupaten atau kota, dan perencanaan lainnya pada tingkat wilayah. Perlu diingat bahwa walaupun di tingkat provinsi dan kabupaten atau kota memiliki sumber pendapatan sendiri tetapi anggaran mereka masih sangat tergantung pada dana yang dialokasikan pemerintah pusat berupa dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus, baik untuk belanja pegawai, belanja rutin lainnya, dan belanja pembangunan. Dalam hal ini, alokasi yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah menjadi unsur penerimaan pada anggaran pemerintah daerah yang bersangkutan. Demikian pula ada juga dana dari provinsi yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota. Dana yang berasal dari pemerintahan yang lebih tinggi tidaklah bebas penggunaannya pada zaman orde baru. Dana harus digunakan sesuai petunjukpemerintahan di tingkat atas yang memberikan dana tersebut. Selain itu, di masa lalu baik pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi memiliki proyek yang berlokasi pada kabupaten atau kota. Pelaksana proyek tersebut adalah aparat tingkat pemerintahan yang menyediakan dana.
Peranan pemerintah kabupaten/kota untuk proyek yang dilaksanakan oleh pemerintah di tingkat atas terus berkembang, yaitu pada awalnya hanya sebagai penonton tetapi akhirnya mengarah pada fungsi koordinatif dan partisipatif. Sejak era reformasi dan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Thhun 1999 yang kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun I 999 yang kemudian diperbaharui dengan undang-Undang Nomor 33 Tiahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah maka pemerintah daerah (pemda) lebih banyak mendapat subsidi dalam bentuk block grant. Dengan demikian, setelah menyisihkan dana untuk pembayaran gaji pegawai, pemerintah daerah bebas menggunakan sisa dana. Hal ini membuat pemerintah daerah lebih leluasa menyusun perencanaan pembangunan di wilayahnya masing-masing.

2.    Perencanaan Wilayah Tingkat Provinsi
Perencanaan wilayah di tingkat provinsi yang dikenal pada masa orde baru adalah penyusunan Repelita daerah tingkat provinsi. Berdasarkan ketetapan yang dibuat perrerintah pusat, setiap daerah provinsi harus menyiapkan buku Repelita dengan berpedoman pada model Repelita Nasional. Repelita ini kemudian lebih diperinci dalam bentuk Sarlita (sasaran pelita). Setelah di berlakukannya undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Dderah maka pemerintah daerah wajib menyusun RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang) dengan masa perencanaan 20 tahun ke depan dan RPJM (Rencana pembangunan Jangka Menengah) dengan masa perencanaan 5 tahun ke depan. RPJM dirinci ke dalam rencana tahunan yang disebut RKPD (Rencana Kerja pembangunan Daerah). RPJM juga dirinci masing-masing instansi pelaksana dengan menyusun Renstra SKPD (Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah). Di masa lalu perencanaar ini dilakukan berdasarkan pendekatan sektoral sehingga laporannya berupa gabungan perencanaim sektor dan masih sedikit menyinggung lokasi atau less-spatial dan biasanya tidak dibarengi dengan peta-peta. Repelita ini kemudian dijabarkan ke dalam pro$am tahunan dalam rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD). Akan tetapi dalam pelaksanaannya, penyusunan RAPBD seringkali tidak terlihat dengan jelas terhadap Repelita.
Setelah era reformasi istilah yang dipakai adalah Propeda (program pembangunan daerah), yang isinya lebih kurang sama dengan Repelita. Adapun rinciannya lebih lanjut dinamakan Renstra (rencana strategi). Sekarang istilah yang digunakan adalah RPJM yang kemudian dirinci ke dalam rencana tahunan yang disebut RKPD (Rencana Kerja Pembangunan Daerah). Di masa lalu perencanaan seperti ini belum mengemukakan proyek, paling-paling hanya sampai pada penetapan program. Semestinya dalam RKPD telah menyebutkan proyek, lokasinya, dan sumber pembiayaannya. Selain itu, saat ini sudah disusun Rencana Struktur Tata Ruang Provinsi (RSTRP). Rencana ini sudah bersifat spasial, berupa arahan atau petunjuk tetapi belum menunjuk lokasi berbagai kegiatan secara tegas. Di luar penyusunan buku Repelita/Propeda dan RSTRP maka perencanaan pada level tingkat provinsi yang mencakup seluruh provinsi belum ada yang umum dilakukan oleh pemda provinsi, kecuali yang bersifat sektoral yang dilakukan oleh dinas masing-masing.

3.    Perencanaan Wilayah Tingkat Kabupaten atau Kota
Sama seperti pada tingkat provinsi, perencanaan yang sudah umum dikenal di tingkat kabupaten atau kota adalah Repelita (Propeda) dan saat ini RPJM. Isi dan metode penyusunannya lebih kurang sama dengan yang dilakukan pada tingkat provinsi. Padahal semestinya makin sempit daerah perencanaan, semakin mungkin membuat perencanaan yang lebih bersifat spasial. Semestinya perencanaan jangka menengah tingkat kabupaten atau kota, selain lebih spasial juga dapat mengarah pada penetapan proyek tahunan untuk kabupaten atau kota yang bersangkutan.
Pada tahun-tahun terakhir masa orde baru, Repelita juga ditindak lanjuti dengan penyusunan sasaran pelita (Sarlita). Pada saat itu sudah dibuat sasaran berdasarkan lokasi tetapi belum dibarengi dengan pembiayaan proyek. Setelah era reformasi istilah yang digunakan untuk Sarlita adalah Renstra (rencana strategi). Saat ini istilah yang digunakan adgfah RKPD. Selain itu, sebagian besar kabupaten atau kota juga sudah membuat rencana tata rumg wilayah ATRW) yang sifatnya lebih detail dibanding RSTRP provinsi. Di luar kedua bentuk perencanaan itu, belum ada perencanaan lain yang dipraktikkan secara umum yang mencaku seluruh wilayah kabupaten. Berbeda dengan di kabupaten, kota sudah mengenal bentuk perencanaan lain, terutama yang menyangkut tata ruang perkotaan. Telah banyak kota yang menyusun master plan kota atau rencana induk tata ruang kota, rencana detail tata ruang kota. Selain itu sejak tahun 1986, telah dimulai apa yang disebut Penyusunan Program Prasarana Kota secara Terpadu (PPPKT). PPPKT menghasilkan Program Jangka Menengah (PIM), yaitu program pembangunan untuk masa 5-6 tahun. PJM P3KT ini sudah menyebutkan proyek, di mana lokasinya, kapan dilaksanakan, dan dari mana sumber dananya.
Perencanaan model P3KT selain bersifat spasial (lokasi proyek terlihat di dalam peta) sekaligus dilengkapi rencana proyek untuk setiap tahun disertai besarnya biaya yang dibutuhkan dan perkiraan sumber dana untuk membiayai proyek tersebut. Sayangnya, PJM P3KT hanya menyangkut wilayah yang sudah dikategorikan sebagai kota (termasuk beberapa ibukota kecamatan di kabupaten yang sudah dianggap memiliki ciri-ciri perkotaan), tetapi belum mencakup wilayah pedesaan.

4.    Perencanaan Wilayah Tingkat Kecamatan
Perencanaan wilayah untuk ibukota kecamatan juga sudah dilaksanakan, biasanya disebut Rencana Umum Tata Ruang Ibukota Kecamatan (RUTRIKK). Pelaksana penyusunan tata ruang ini adalah instansi kabupaten, bukan aparat pemerintah dari kecamatan yang bersangkutan. Aparat kecamatan hanya sebagai pemberi data/masukan dan memberi pendapat pada saat rencana itu didiskusikan. Luas cakupan rencana ini hanya ibukota kecamatan dan tidak menyangkut seluruh wilayah kecamatan. RUTR-IKK sebetulnya sudah cukup spasial dan setelah mendapat persetujuan DPRD dan diperdakan oleh Pemda, digunakan dalam penentuan pemberian izin lokasi bagi para investor. RUTRIKK ditindaklanjuti dengan perencanaan detail ruang kota, di mana sudah terlihat ROW jalan (jarak bangunan dari bahu jalan), lebar jalan yang akan dibangun, dimensi drainase, kepadatan dan ketinggian bangunan, bentuk taman kota, dan lokasi fasilitas umum. Akan tetapi, hanya sebagian kecil saja dari wilayah RUTR yang dibuatkan rencana detailnya.

5.    Perencanaan pada Level Proyek
Perencanaan ini berkaitan dengan suatu proyek tertentu yang dianggap cukup besar. Dikenal apa yang dinamakan site planning, yaitu penentuan tempat berbagai kegiatan yang tercakup dalam proyek tersebut. Misalnya, Proyek Sei Ular, Proyek Asahan, Proyek Irigasi Bah Bolon, dan Proyek Pabrik Pulp Porsea.
Perencanaan ini jelas bersifat spasial dan biasanya lebih konkret dibandingkan dengan rencana tata ruang perkotaan. Sifatnya sudah sama atau bahkan lebih rinci dari rencana detail ruang kota. Site planning biasanya dikerjakan oleh disiplin ilmu teknik sipil atau arsitektur dan bukan oleh perencana wilayah. Perencana wilayah hanya menentukan atau menyarankan lokasinya.
Sebetulnya cukup banyak bentuk perencanaan wilayah yang dapat dibuat, misalnya untuk kabupaten dapat dibuat perencanaan growth pole/growth centre (kalau belum diatur dalam RTRW), perencanaan ruang kawasan, misalnya kawasan perrnukiman, kawasan perindustrian, kawasan pariwisata, kawasan pantai, kawasan hutan, atau kawasan peternakan.


Sumber: Perencanaan Pembangunan Wilayah (Tarigan, R., 2009)
Share this article :
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Catatan Kuliah Geografi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger