Ditinjau dari ruang
lingkupnya, penataan ruang dalam semua
tingkat wilayah Negara pada dasarnya akan
mengatur pemanfaatan dan perlindungan ruang terhadap dua fungsi utama
kawasan, yaitu: Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya. Dalam hal ini yang
dimaksudkan dengan kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan
dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang
mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan. Kawasan budidaya
adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi
dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia,
dan sumberdaya buatan (Su Ritohardoyo, 2003).
Penataan ruang secara
umum merupakan sistem perencanaan
tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang sebagai satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan dan harus dilakukan sesuai dengan kaidah penataan ruang
(Anonimus, 2007). Inti dari penataan ruang meliputi kegiatan
perencanaan, pelaksanaan rencana, dan pengendalian pelaksanaan tata
ruang. Berdasarkan pada aspek administratifnya, penataan ruang meliputi
ruang wilayah nasional, wilayah propinsi, dan wilayah kabupaten ataupun
wilayah kota. Penataan ruang atas dasar fungsi kawasan dan aspek
kegiatan meliputi kawasan perdesaan, kawasan perkotaan, dan kawasan
tertentu. Pengertian dari kawasan perdesaan adalah kawasan yang
mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumberdaya
alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial,
dan kegiatan ekonomi.
Pengertian dari kawasan
perkotaan adalah kawasan yang mempunyai
kegiatan utama non pertanian, dengan susunan
fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan,
dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial,
dan kegiatan ekonomi. Pengertian dari kawasan tertentu adalah kawasan
yang ditetapkan secara nasional mempunyai nilai strategis, yang
penataan ruangnya diprioritaskan. Penataan ruang dilakukan dengan
memperhatikan aspek-aspek lingkungan alam, lingkungan buatan,
lingkungan sosial, dan interaksi antara komponen lingkungan.
Penataan juga harus memperhatikan tahapan, pembiayaan, dan
pengelolaan pembangunan serta pembinaan kemampuan kelembagaan (Su
Ritohardoyo, 2003).
Dengan memperhatikan
aspek-aspek tersebut, melalui penataan
ruang diharapkan dapat: (1) Mewujudkan
pemanfaatan ruang yang berdaya guna dan berhasil guna serta mampu
mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan; (2) Tidak
terjadi pemborosan pemanfaatan ruang; dan (3) Tidak menyebabkan
terjadinya penurunan kualitas ruang (Anonimus, 2007). Penjelasan
singkat beberapa elemen tujuan penataan ruang tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Peningkatan kualitas ruang
Peningkatan
kualitas ruang dilakukan dengan penataan ruang yang mendasarkan diri pada
karakteristik, daya dukung dan daya tampung lingkungan, serta didukung oleh
teknologi yang sesuai. Hal tersebut diharapkan akan meningkatkan keserasian,
keselarasan, dan keseimbangan subsistem, dikarenakan pengelolaan subsistem yang
satu berpengaruh pada subsistem yang lain yang akhirnya dapat mempengaruhi
sistem wilayah ruang Nasional secara keseluruhan.
Pengaturan
penataan ruang menuntut dikembangkannya suatu sistem keterpaduan sebagai ciri
utama, oleh karena itu keberadaan kebijakan Nasional tentang penataan ruang
yang dapat memadukan berbagai kebijakan pemanfaatan ruang sangat diperlukan.
Seiring dengan maksud tersebut, pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan (oleh
pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat) harus dilakukan sesuai
dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan, sehingga pemanfaatan ruang
oleh siapa pun tidak boleh bertentangan dengan rencana tata ruang tersebut.
2. Perencanaan tata ruang
Perencanaan
tata ruang dilakukan melalui proses dan prosedur penyusunan serta penetapan
rencana tata ruang berdasar pada ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
Perencanaan tata ruang yang dilakukan akan menghasilkan rencana umum tata ruang
dan rencana rinci/detail tata ruang. rencana umum tata ruang disusun
berdasarkan pendekatan wilayah administrative dengan muatan substansi mencakup
rencana struktur ruang dan rencana pola ruang. Rencana rinci/detail tata ruang
disusun berdasarkan pendekatan nilai strategis kawasan dan/atau kegiatan kawasan
dengan muatan substansi yang dapat mencakup hingga penetapan blok dan subblok
peruntukkan. Penyusunan rencana rinci dimaksudkan sebagai operasionalisasi
rencana umum tata ruang dan sebagai dasar penetapan peraturan zonasi. Peraturan
zonasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang
dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan
yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang. Rencana rinci tata ruang
wilayah kabupaten/kota dan peraturan zonasi yang melengkapi rencana rinci
tersebut menjadi salah satu dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang sehingga
pemanfaatan ruang dapat dilakukan sesuai dengan rencana umum tata ruang dan
rencana rinci/detail tata ruang (Anonimus, 2007).
Rencana tata
ruang tersebut akan ditinjau kembali atau disempurnakan sesuai dengan jenis
perencanannya secara berkala. Dalam proses perencanaannya, perencanaan tata
ruang harus mempertimbangkan secara terpadu aspek-aspek keserasian, keselarasan,
dan keseimbangan fungsi budidaya dan fungsi lindung, dimensi waktu, teknologi,
sosial-budaya, serta fungsi pertahanan keamanan. Selain itu harus memperhatikan
juga aspek secara terpadu berbagai sumberdaya, fungsi, dan etika lingkungan,
serta kualitas ruang. Perencanaan tata ruang pada dasarnya mencakup perencanaan
struktur dan pola pemanfaatan ruang, yang meliputi tata guna lahan, tata guna
air, tata guna udara, dan tata guna sumberdaya alam lainnya.
3. Pemanfaatan ruang
Arti
pemanfaatan ruang adalah rangkaian program kegiatan pembangunan yang
memanfaatkan ruang menurut jangka waktu yang ditetapkan di dalam tata ruang.
Pembiayaan program pemanfaatan ruang merupakan mobilisasi, prioritas, dan
alokasi pendanaan yang diperlukan untuk pelaksanaan pembangunan. Dalam
pelaksanaannya, pemanfaatan ruang dilakukan dengan cara: penyusunan program
beserta pembiayaan pembangunannya, serta pemanfaatan ruang didasarkan atas
rencana tata ruang.
Penyelenggaraan
pemanfaatan ruang dilakukan secara bertahap melalui penyiapan program kegiatan
pembangunan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang yang akan dilakukan oleh
pemerintah dan masyarakat baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama
sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
Disamping itu
diselenggarakan melalui tahapan pembangunan dengan memperhatikan sumber dan
mobilisasi dana serta alokasi pembiayaan program pemanfaatan ruang sesuai
dengan rencana tata ruang. Proses dan prosedur pelaksanaan tata ruang akan dilakukan
secara hierarkhis di tingkat nasional, propinsi, kabupaten ataupun kota, secara
umum meliputi hal-hal berikut.
a.
Prioritas
wilayah, program, dan pembiayaan pembangunan,
b. Kebijaksanaan pola pengelolaan tata guna lahan,
tata guna air, tata guna udara, tata guna sumberdaya alam lainnya, sesuai
dengan azas penataan ruang, untuk tingkat nasional dan daerah propinsi berupa
kebijaksanaan, sedangkan untuk daerah kabupaten maupun kota berupa penguasaan, penggunaan
dan pengendalian terhadap tanah, air, dan udara, serta sumberdaya lainnya,
c. Kemampuan aparat pelaksana,
d. Partisipasi pemerintah, swasta, dan masyarakat,
dan
e. Jangka waktu lima tahun.
Hal lain yang
perlu dikembangkan dalam pemanfaatan ruang adalah adanya perangkat yang
bersifat insentif dan disintensif dengan menghormati hak penduduk sebagai warga
Negara. Perangkat insentif merupakan pengaturan yang bertujuan memberi
rangsangan terhadap kegiatan yang seiringan dengan tujuan rencana tata ruang. Misalnya
dengan pemberian kompensasi, imbalan, dan tata cara penyelenggaraan sewa ruang
dan usun saham (bidang ekonomi) serta pembangunan dan pengadaan prasarana dan
sarana untuk melayani pengembangan kawasan sesuai dengan rencana tata ruang (bidang
fisik). Adapun perangkat disintensif merupakan pengaturan yang bertujuan
membatasi pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan
rencana tata ruang kota. Pengenaan disinsentif ini misalnya berbentuk pengenaan
pajak yang tinggi atau ketidaksediaan prasarana dan sarana.
4. Pengendalian ruang
Agar
pemanfaatan ruang resmi dengan rencana tata ruang maka dilakukan pengendalian
dengan melalui kegiatan pengawasan dan penertiban pemanfaatan ruang. Pengawasan
tersebut merupakan usaha untuk menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan fungsi
ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang. Penertiban merupakan usaha
untuk mengambil tindakan agar pemanfaatan ruang yang direncanakan dapat
terwujud. Kegiatan pengawasan tersebut dilakukan dalam bentuk:
a. Pelaporan, berupa kegiatan yang memberi informasi
secara objektif mengenai pemanfaatan ruang baik yang sesuai maupun yang tidak
sesuai dengan rencana tata ruang;
b. Pemantauan (monitoring), yang merupakan kegiatan
mengamati, mengawasi, dan memeriksa dengan cermat perubahan kwalitas tata ruang
dan lingkungan yang tidak sesuai dengan tata ruang;
c. Peninjauan kembali (evaluasi), yang merupakan
usaha untuk menilai kemajuan kegiatan pemanfaatan ruang dalam mencapai tujuan
rencana tata ruang.
Penertiban
terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
dilakukan dalam bentuk pengenaan sanksi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Bentuk sanksi tersebut dapat berupa sanksi
administrasi, sanksi perdata, atau sanksi pidana. Secara lebih terinci,
sebagaimana tersebut dalam UURI No. 26/2007, pelaksanaan upaya pengendalian
pemanfaatan ruang dilakukan melalui mekanisme: perizinan pemanfaatan ruang,
pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Izin pemanfaatan
ruang diberikan sebagai upaya penertiban pemanfaatan ruang, sehingga setiap pemanfaatan
ruang harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
Izin pemanfaatan ruang diatur dan diterbitkan oleh Pemerintah dan Pemerintah
Daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang, baik yang dilengkapi dengan izin maupun yang tidak
memiliki izin akan dikenai sanksi adminstratif, sanksi pidana penjara, dan/atau
sanksi pidana denda. Pemberian insentif dilakukan sebagai upaya untuk
memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata
ruang, baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun oleh Pemerintah Daerah.
Bentuk insentif dapat berupa keringanan pajak, pembangunan prasarana dan sarana
(infrastruktur), pemberian kompensasi, kemudahan prosedur perizinan dan
pemberian penghargaan. Sedangkan pemberian disinsentif dilakukan sebagai perangkat
untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, dan/atau mengurangi kegiatan yang tidak
sejalan dengan rencana tata ruang.
Bentuk
disinsentif dapat berupa pengenaan pajak yang tinggi, pembatasan penyediaan
prasarana dan sarana, serta pengenaan kompensasi dan pinalti. Sementara
pengenaan sanksi dilakukan sebagai perangkat tindakan penertiban atas pemanfaatan
ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi.
Dalam
undang-undang penataan ruang pengenaan sanksi tidak hanya diberikan kepada
pemanfaat ruang yang tidak sesuai dengan ketentuan perizinan pemanfaatan ruang,
tetapi dikenakan pula kepada Pejabat Pemerintah yang berwenang yang menerbitkan
izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang telah
ditetapkan (Anonimus, 2007).
Sumber: Perencanaan Pengembangan Wilayah (Aziz
Budianta, dkk., 2011)